14

580 16 0
                                    

Setelah itu Aabir pun dipindahkan ke ruang rawat VVIP. Sudah 2 jam Aabir terlelap dari tidurnya. Efek obat tidur yang diberikan pada Aabir.

Aabir sudah mulai mengerjapkan matanya, ya Aabir telah bangun. Saat ia melirikan matanya ke samping. Dilihatnya sang calon istri sedang tertidur kepala ditundukan diatas ranjang. Aabir tersenyum melihatnya.   Lalu diusaplah kepala Adeeva yang tertutup hijab dengan lembut.

"Mas sudah bangun?" Adeeva pun merasa ada yang mengusapnya dan terbangun.

"Sudah Sayang. Terimakasih yaa." Ucapnya tersenyum.

"Untuk apa Mas?" Adeeva mengernyitkan kening nya bingung.

"Jangan gitu dek jelek." Kekeh Aabir. Sedang sakit pun masih bisa bercandain calon istrinya.

"Ihh Mas Aabir nih." Cibir Adeeva.

"Untuk semuanya. Makasih udah nemenin Mas di sini." Senyum Aabir seraya mengusap punggung tangan Deeva.

"Samasama Mas." Adeeva pun menangkupkan tangan sebelahnya diatas tangan Aabir. Aabir pun tersenyum. Walaupun masih lemas.

"Dek? Bapak kemana?" Tanya Aabir bingung tidak melihat Pak Ridho disekitarnya.

"Bapak tadi pulang dulu. Mau jemput Ibuk sama Mbak Bira." Jawab Deeva.

"Oh." Ucap Aabir beroh ria.

"Mas makan yaa. Tadi Mas makan cuma dikit."

"Pahit dek." Aabir menggeleng.

"Mas jangan kaya anak kecil. Kalo gak makan kapan mau minum obat? Biar cepet sembuh." Kesal Adeeva.

"Dikit aja Mas." Bujuk Adeeva.

"Suapin tapi ya dek."

"Hmmmm kan manja. Makan sendirilah."

"Susah dek. Tangan kanan Mas diinfus. Siapa suruh disebelah kanan." Adeeva jadi teringat masa dia sakit waktu itu. Ah ya sudah hitung-hitung balas budi. Ehhh

"Ya sudah ya sudah. Tapi habisin yaa." Adeeva menyerah kalo sudah melihat Masnya lemas begini. Aabir hanya mengangguk sambil tersenyum.

Adeeva pun menyuapi. Tidak terasa makanannya habis loh pemirsaahhh. Laper apa gimana ini.

"Bayik gede pinter. Habis nih makannya." Goda Deeva sambil terkekeh.

"Hehehe makasih sayang."

"Makasih terus perasaan haha. Yowis ini obatnya diminum dulu. Habis itu tidur lagi Mas istirahat biar ceper sehat lagi. Gak tega aku liat kamu lemes gini. Kaya kucing kecebur got.

"Calon suami ko disamain sama kucing dek dek." Cibir Aabir. Adeeva pun hanya terkekeh mendengarnya. Setelah itu Aabir pun terlelap kembali. Mungkin efek dari obat yang diminumnya beberapa menit yang lalu.

"Cepet sembuh Masku." Gumam Adeeva.

****

"Assalammualaikum" ucap Pak Ridho, Bu Ratih dan Mbak Bira. Mereka sudah datang untuk menemani Aabir di rumah sakit. Adeeva yang sedang terlelap di sofa pun bangun karna mendengar salam.

"Eh ibu bapak mba, walaikumsalam." Jawab Adeeva seraya membenahkan duduknya.

"Sampe ketiduran gini nak kamu." Ucap Bu Ratih tak tega.

"Gapapa Buk." Jawab Adeeva tersenyum. Bu Ratih pun menghampiri Aabir yang tengah terlelap di atas brankar. Sedangkan Adeeva Bapak dan Mbak Bira sedang bercengkrama di sofa seraya membuka makanan yang tadi dibawa.

"Mas?" Panggil bu Ratih pada Aabir. Aabir pun mengerjap merasa terpanggil.

"Eh ibuk. Kapan dateng?"

"Barusan nak. Gimana udah mendingan? Badanmu juga udah ga terlalu tinggi demamnya." Bu Ratih memegang kening Aabir.

"Alhamdulillah be better Buk." Aabir melirik ke arah sofa.

"Calon istrimu ada tuh lagi makan. Belum makan sore kan dia. Gak akan ilang Mas." Aabir hanya terkekeh malu ketauan ibuk mencari Deeva.

Tak lama Adeeva menghampiri Aabir dan Bu Ratih.

"Syukur Mas udah bangun. Adeeva mau pamit sudah sore. Besok sepulang kerja Adek ke sini lagi ya Mas."

"Hmmm padahal masih pengen ditemenin."

"Sudah sore Mas. Ga baik anak perempuan keluyuran malem." Timpal Bu Ratih.

"Makanya nikah buruan biar Deeva bisa temenin kamu tiap saat." Celetuk Mbak Bira. Mendengar itu Adeeva dan Aabir hanya menunduk tak enak.

"Bener kata mbakmu Mas, dek. Ga baik ditunda lama-lama. Dosa." Pak Ridho pun menimpali mendukung Mbak Bira. Tetapi Aabir dan Adeeva hanya saling pandang lalu menunduk. Takut Bu Ratih marah.

"Mbak, Bapak. Tunggu Mbak dulu lah." Bu Ratih masih keukeuh dengan keputusannya.

Adeeva hanya tertunduk malu dan keputus asaannya untuk menikah lebih cepat bertambah sudah. Adeeva tersenyum.

"Bener yang Ibuk bilang mbak. Ga mungkin kami ngeduluin mbak."

"Alaahhhh mau nunggu mbak sampai kapan dek. Gapapa mbak ga ngelarang. Dosa mba kalo menghalangi kalian. Niat baik ko ditunda-tunda. Yakan Pak?" Tanya Bira meminta dukungan. Pak Ridho pun menganggukan kepalanya.

"Lah yaiya betul. Jodoh sudah ada yang mengatur. Mbakmu juga pasti menikah nanti. Gak usah percaya sama mitos-mitos." Tambah Pak Ridho.

Tak mau mendengar perdebatan akhirnya Aabir menengahi mereka.

"Sudah sore katanya Adek mau pulang. Takut kemaleman." Sela Aabir.

"Hmmm ngusir nih." Canda Deeva. Aabir hanya menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal. Daripada ribut kan. Gumam Aabir dalam hati.

"Ya sudah Adeeva pamit dulu ya Pak, Buk, Mbak, Mas. Gojeknya sudah nunggu didepan. Assalammualaikum" Pamit Adeeva seraya menyalami satu-satu. Dan ketika sampai Aabir. Adeeva lalu berbisik ditelinga Aabir "Cepet sembuh Mas kesayanganku."

Melihat Adeeva berbisik Bira langsung berdehem. "Ehmmm sosor teruss. Nikah buruan." Adeeva dan Aabir hanya tertawa malu. Sedangkan Bu Ratih hanya mampu terdiam melihat semua keadaan saat itu.

"Semoga Ibuk bisa segera merubah keputusannya untuk mengijinkan kami menikah terlebih dahulu dari Mbak Bira." Gumam Adeeva seraya melangkah keluar.

Waiting MarriedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang