BAB 10

4.5K 147 7
                                    

"Hoammm..."

Farah terbangun dari tidurnya. Sambil meregangkan seluruh otot - ototnya. Ia merasa aneh saat ini. Seperti ada satu hal yang terlupakan. Namun ia benar - benar tidak bisa mengingatnya dengan jelas.

"Kok rasanya ada yang aneh? Tapi apa coba?" Ucap Farah penasaran sendiri.

Ia membuka ponselnya. Menatap layar itu terkejut. 25 panggilan tidak terjawab. Segera ia mencari tau nomor siapa yang menghubunginya sedari tadi.

"Eh, nomor ini kan, wtf! Gue lupa malem ini ada janji jalan sama Frizal."

Secepatnya, Farah melihat ke arah jam dinding. Pukul 10 lewat 20 malam.

"Duh, gimana nih. Frizal marah nggak yah sama gue?" Ucap Farah bersalah dan secepatnya ia menghubungi Frizal.

Tuttt... tuttt... tuttt...

"Halo Rah?"

"Hai Zal, sorry banget, gue ketiduran. Zal, maafin gue yah. Gue nggak sengaja tadi bisa ketiduran, gue nggak sadar. Zal, jangan marah ke gue, plizzz."

"Iya, gue maafin kok. Santai aja. Emm... berarti lo sekarang di rumah dong?"

"Iya, emangnya kenapa? Lo mau kesini?"

"Boleh deh. Gue main ke situ ya? Eh tapi nggak papa nih gue main malem - malem?"

"Nggak papa kok. Toh di rumah gue doang penghuninya."

"Oh, oke deh."

Farah segera mengakhiri telfonnya. Ia bangkit dari tempat tidurnya dengan cepat. Dibukanya lemari baju berwarna coklat kehitaman itu. Ia mengambil salah satu baju yang dirasanya tidak terlalu norak. Ia segera berganti pakaian. Tak lupa, ia duduk di depan meja riasnya untuk memoles muka seadanya.

"Oke, nice! Akhirnya muka bantal gue bisa ketutup make up juga." Ucap Farah sambil tersenyum pada cermin.

Farah bergegas turun ke lantai bawah. Ia duduk di sofa ruang keluarga untuk menunggu Frizal. Sambil memegangi terus ponselnya, ia terpikir satu hal.

"Eh, ngomong - ngomong, emangnya Frizal tau rumah gue? Ah bodo amat dah." Ucap Farah tak ambil pusing.

Tiba - tiba, pintu rumahnya diketuk dari luar. Farah merasa senang sekali. Ternyata, Frizal tau dimana alamat rumahnya. Dan ia juga tak sabar mendengar lontaran kalimat manis dari Frizal.

"Hai Frizal! Silahkan masuk!" Sambut Farah sambil tersenyum lebar.

"Ooo... Frizal yah? Jadi sekarang lo lagi deket sama Frizal. Ooo... oke, liat aja besok di kampus." Jawab seseorang yang disangkanya Frizal.

Mendengar responnya agak melenceng, Farah segera menatap orang itu dengan benar. Senyum yang tadinya mengembang, sekarang berubah menjadi kecut.

"Ngapain lo ke rumah gue?!" Tanya Farah ketus.

"Hebat yah, nyambut orang lain sebagus itu. Giliran nyambut gue, nggak ada bagus - bagusnya sama sekali." Jawabnya sambil melenggang masuk.

"Ih! Pak Faiz! Ngapain masuk ke dalam? Cuma sebentar kan?"

"Namanya tamu, setidaknya disuruh masuk, duduk dulu, trus mana nih makanannya."

"Ambil sendiri tuh di dapur!"

Faiz mengamati Farah lamat - lamat. Merasakan bahwa ada yang berbeda disini. "Nah gini dong, setiap ketemu gue make up dikit napa?"

"Tau ah!"

Farah berdiri dan berjalan menghampiri teras rumah. 'Duh, jangan - jangan Frizal beneran nggak tau alamat rumah gue lagi. Tapi kan, dia bisa tanya ke Fahmi, atau bahkan ke Farren, Felisa, dan lainnya.' Batin Farah.

My Lecturer Is My HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang