26. Penjelasan

5.3K 236 1
                                    

Daniel mendengus kasar setelah Karina pergi. Perkataan Siska barusan benar-benar berhasil membuatnya frustasi. Kemudian, dia memutuskan untuk pergi dari sana.

Saat dia berjalan di sisi gedung musik, langkahnya terhenti lantaran melihat Karina yang tersandar di dinding dan menangis hebat. Hati Daniel terasa teriris melihat pemandangan itu. Daniel hanya diam melihat Karina tanpa adanya pergerakan. Hingga akhirnya Karina melihatnya. Karina dengan cepat menghapus air matanya dan berlalu dari sana dengan langkah tercepatnya.

"Daniel!"

Itu Siska yang memanggilnya dan menghampiri Daniel dengan nafas memburu. Dia datang tidak lama setelah Karina pergi. Mungkin mereka bertemu mungkin juga tidak.

"Lo dipanggil Pak Kepsek. Buruan gih ke kantornya," kata Siska setelah deru nafasnya sudah normal.

Daniel menatap Siska beberapa saat. Menatap Siska seolah ada sesuatu yang tidak beres di wajah Siska hingga akhirnya Daniel memutuskan pergi tanpa mengatakan apapun.

Siska membuang nafas kasar dan berdecak kesal. "Kenapa dia jadi dingin begini sih sama gue?" tanyanya bicara pada diri sendiri.

Di sisi lain, Daniel sudah tiba di depan ruang Pak Kepsek yang memang tidak jauh dengan gedung musik. Pintunya terbuka lebar dan Daniel mengetuknya terlebih dahulu sebelum masuk.
Setelah di izinkan masuk, Daniel dipersilakan duduk di kursi dan berhadapan dengan Pak Kepsek.

"Kamu tahu, kenapa kamu Bapak panggil?" tanya Pak Kepsek memulai.

Daniel menggeleng. "Maaf,Pak. Saya tidak tahu."

Pak Kepsek menyerahkan selembar kertas berukuran A4 yang berisi tentang surat undangan kepada Daniel.
"Baca itu. Jawabannya ada sana," kata Pak Kepsek.

Daniel menyambutnya dan mulai membacanya dalam diam dan hati-hati tanpa meninggalkan bacaan sepatah kata pun.

Daniel menatap Pak Kepsek tidak percaya. "Ini beneran, Pak?" tanya Daniel tidak percaya.

Pak Kepsek mengangguk. "Ya. Itu surat resmi,Daniel."

Daniel melihat surat itu sekali lagi sebelum meletakkannya di meja. "Saya akan memikirkannya lagi,Pak."

"Kenapa harus dipikirkan? Kesempatan tidak akan datang dua kali," tanya Pak Kepsek heran.

"Saya akan bicara dulu dengan orang tua saya, Pak," jawab Daniel.

Pak Kepsek mengangguk. "Benar juga. Baiklah, semoga Orangtuamu menyetujuinya. Kamu boleh membawa surat itu untuk ditunjukkan kepada orangtua kamu," kata Pak Kepsek.

Daniel mengangguk. "Kalau begitu, saya pamit undur diri,Pak. Sebelumnya terima kasih."

Pak Kepsek mengangguk mengizinkan Daniel pergi dari ruangannya dengan membawa kabar gembira.

Daniel berjalan dengan santai menuju kelasnya. Entah kenapa, kabar gembira hari ini tidak membuatnya senang, hanya terkejut. Padahal, apa yang tertulis di dalam sana adalah apa yang dicita-citakannya sejak kecil.

"Apa kata Pak Kepsek?" tanya Siska saat Daniel sudah duduk di kursinya.

Daniel menyerahkan selembar kertas kepada Siska, kertas yang diberikan Pak Kepsek kepadanya.
"Semuanya ada di situ."

Siska mengambilnya dan membacanya dalam hati. Seketika rasanya dunianya membeku. Dia terlihat tidak senang dengan apa yang tertera di sana.

Siska memandangi Daniel yang sedang menatap lurus ke depan. "Apa jawaban lo?" tanyanya meminta penjelasan.

"Gue akan rundingin dulu sama orangtua gue," jawab Daniel tanpa mau repot-repot menoleh ke arah Siska.

Sebenarnya, pikiran Daniel sedang melayang ke yang lain. Dia memikirkan Karina. Wajah kecewanya,matanya, suaranya yang bergetar, dan tangisannya. Daniel memikirkan hal tersebut. Tiba-tiba Daniel merasa tidak tahan lagi dengan sandiwara ini, juga dengan Siska. Dia ingin terlepas dari Siska. Tapi masih ragu untuk melakukannya. Dia takut jika dia mengatakan yang sebenarnya maka itu akan membuat keadaan Siska down. Apalagi, kanker yang di derita Siska tidak pernah benar-benar sembuh. Dulu, Siska pernah berobat ke Belanda dan dinyatakan bersih dari kankernya. Namun, beberapa bulan setelah kembali ke Indonesia, penyakitnya kambuh lagi.

Relationship or Friendship? (RoF)- CompleteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang