Haura dan Elizha berjalan beriringan, sangat tidak kontras sekali. Dengan pakaian Haura yang lebar dan tidak menunjukan lekukan tubuh satupun dengan Elizha yang rambut pirangnya digerai, baju dan celana yang pres body dan pendek. Memang tak ada seragam khusus untuk bekerja jadi mereka bebas untuk bekerja menggunakan pakaian apapun, toh di negeri ini tak terlalu terterap norma berpakaian. Ini adalah negeri bebas.Di sepanjang jalan, seperti biasa ramai orang hendak bepergian bekerja ataupun hanya berjalan-jalan sambil menikmati hari libur. Pedagang koran juga tak kalah berjalan ke sana ke mari sambil menjajakan korannya.
"Koran koran koran"
"Pengusaha terkenal Tracy mendapat award dari pemerintah kemarin, koran koran koran.." kata penjual koran sambil terus menawarkan dagangannya.
Di sebelah timur, di bawah pohon akasia yang mengering ada seorang laki-laki tua yang membeli koran. Sepertinya beliau tertarik mengenai berita yang disampaikan penjual koran untuk promosi.
"Hebat sekali pengusaha itu, perusahaannya sangat besar hingga ke luar negeri. Ku dengar dia juga akan membangun resort di negerimu Haura, Indonesia" kata Elizha bersemangat seperti sangat mengidolakan pebisnis sukses itu. Tapi, bukankah setahu Haura Elizha berkuliah di jurusan hukum? Kenapa dia malah mengidolakan seorang pengusaha? Harusnya Haura yang mengidolakannya.
"Oh ya? Sepertinya negeriku akan mendapat tambahan pajak dari asing. Di Indonesia belahan mana?" Tanya Haura cukup semangat, mungkin suatu saat nanti saat ia kembali ke negerinya ia akan menemui pengusaha itu untuk sekedar meminta tanda tangan atau kalau beruntung bisa minta pekerjaan.
"Hmmm... di tempat yang banyak dikunjungi turis, Bali" jawab Elizha sambil menjentikan jarinya.
Haura diam, Bali. Ia jadi teringat mimpinya semalam. Masya Allah, sepertinya Haura tak jadi meminta tandangan atau foto bersama, ia masih sangat trauma dengan tempat indah yang memiliki kenangan kelam itu.
"Akhirnya sampai juga, mari Elizha kita bekerja. Ku harap kamu tetap fokus dan tak memikirkan adik Lydia terus" canda Haura. Lebih baik begitu kan? Daripada harus membahas tempat yang penuh kenangan buruk itu.
"Ah Haura, kau bisa saja. Ku harap hari ini berlalu cukup cepat agar aku bisa segera berkencan dengan Alex malam nanti" mereka menaruh tas di loker dan menuju tempat kerja masing-masing.
Teman-teman yang lain juga kebetulan sudah datang, mereka nampak segar seperti biasa. Musim panas memang membawa banyak perubahan. Baik dari tata ruangan, gaya pakaian, cuaca tentu saja, dan gaya hidup masyarakat. Masih pagi, sepertinya belum ada yang berminat membeli eskrim. Mungkin mereka baru saja selesai sarapan dan anak-anak tak diizinkan orang tuanya membeli eskrim sepagi ini.
Haura berjalan ke arah meja yang terdapat di kedai itu. Perempuan itu membelai lembut bunga krisan merah yang berada di pot kecil. Sangat cantik, apalagi tersorot oleh sinar matahari yang masuk lewat celah-celah ventilasi. Lagi-lagi Haura mengeluarkan ponselnya, kemudian di arahkan ke bunga krisan itu untuk membidik gambar dengan hasil yang cukup bagus. Bantuan ponsel pintar hadiah dari lomba olimpiade di Indonesia satu tahun yang lalu.
"Haura" perempuan itu memalingkan wajah, mencari seorang yang memanggilnya.
"Ya, sir" bosnya ternyata baru datang, mengenakan pakain santai tapi tetap terkesan rapi.
"Persediaan sendok dan cup eskrim hampir habis, tolong kamu pergi ke supernarket di pertigaan depan untuk membelinya" kata bosnya itu sambil membuka dompet hendak mengeluarkan uang.
"Ini uangnya, kamu bisa sendiri atau mau ditemani Ostin?" Haura menerima uang beberapa dolar itu.
"Sendiri saja, Insya Allah saya bisa"
KAMU SEDANG MEMBACA
[ZSS 3] Cinta di Langit Amerika (On Going)
General Fiction⚠Warning 15+ Cerita ke tiga dari Zakiya ZS InsyaAllah update setiap Rabu dan Ahad #penikmataksara Hidup di Kota Massacuttes, di negeri Paman Sam membuat seorang Haura Saida Zahira mengalami fase jatuh cinta selama 4 musim berlalu. Wanita itu terus m...