Malam Itu...

89 11 2
                                    


Jangan pernah salahkan takdir, karena takdir tidak salah. Namun salahkan dirimu sendiri yang tak bisa bersyukur atas takdir yang telah terjadi.

Hari semakin sore, matahari mulai bergeser untuk menyinari sisi bumi yang lain. Tidak! Ia tidak tenggelam, tidur, atau hilang. Pada dasarnya kita juga mengetahui bahwa di tatanan tata surya Bumi lah yang bergerak mengelilingi Matahari bukan Matahari yang mengelilingi Bumi, jadi jika dilogika maka setiap sisi bumi akan mendapatkan giliran untuk di atas dan di bawah, nah pada saat itulah bagian tersebut mendapat giliran untuk disinari oleh cahaya Matahari-yang dekat dengan Bumi, karena mungkin ada Matahari-Matahari lain yang letaknya jauh dari Bumi dan tidak kita ketahui.

Musim panas yang panjang juga membuat siang semakin panjang, sekitar jam 10 malam baru mereka bisa berbuka puasa. Setelah itu mereka juga melaksanakan sholat tarawih berjamaah, tidak lupa kembali membaca ayat-ayat suci Al-Quran. Sedangkan Haura, ia yang masih baru di tempat itu masih belum terbiasa dan masih dalam proses adaptasi. Baginya, kegiatan seharian tadi sudah sangat membuat dirinya kelelahan jadi ia meminta izin kepada pengurus putri untuk beristirahat terlebih dahulu. Haura diizinkan, pihak penguruspun memaklumi karena Haura memang baru datang siang tadi tanpa istirahat langsung mengikuti kegiatan yang sedang dilakukan.

Haura memasuki kamarnya, ia kemudian menata barang-barangnya ke lemari yang sudah disediakan. Setelah dirasa beres, ia ke kamar mandi untuk cuci muka dan gosok gigi, juga wudhu sebelum tidur. Namun, saat membuka pintu kamar mandi Haura dikejutkan dengan hadirnya sosok laki-laki yang menggunakan pakaian serba hitam, siapa lagi kalau bukan Kent. Haura kaget, ia hampir saja menjerit namun Kent sigap membekap mulut Haura dengan tangan lebarnya.

"Lepaskan aku!" kata Haura lirih dan terbata-bata. Posisinya adalah Kent membekap mulut Haura dengan posisi Kent memeluk Haura dari belakang. Haura ingin sekali menangis, ini posisi yang bahaya dia tidak mau apapun terjadi kepadanya.

"Diam!" dengan suara yang lirih namun tegas, Kent menjawab.

Haura masih berusaha melepaskan tangan lelaki kurangajar itu dari mulutnya, namun kekuatannya tidaklah seberapa dengan lelaki itu. Kent merubah posisi, kini dirinya berada di hadapan Haura namun masih membekap mulut Haura. Kent memandangi mata Haura, ia benar-benar sangat penasaran dengan wanita di depannya, terutama pada mata hitam yang saat ini terlihat sangat sendu karena ketakutan. Kent semakin yakin, ia benar-benar pernah melihat bahkan memiliki ikatan dengan orang dengan mata yang sama dengan Haura.

"Tolong jawab aku, siapa kau dan kenapa aku merasa mengenalmu," pinta Kent, saat ia mengatakan hal tersebut suaranya terdengar lirih.

Haura masih saja diam, ia merasa ketakutan dan juga bimbang. Takut jika ada orang yang tahu bahwa di kamarnya ada seorang lelaki asing yang masuk, dan bimbang apakah ia akan mengatakan kepada Kent siapa dirinya sebenarnya. Dan jika ia mengatakan apakah Kent akan percaya? Haura benar-benar bingung.

"Jawab!" emosi Kent kembali meledak, ia membentak Haura dengan satu tangan membekap mulut Haura dan tangan satunya lagi mengguncang tubuh Haura. Haura semakin takut, ia sudah sulit bernafas, pikirannya juga mengingat kejadian pahit itu, tubuhnya lemas, dan kakinya sudah gemeteran. Haura memejamkan matanya, ia merasakan siksaan batin ini sungguh sangat sakit hingga ia merasakan kehilangan pijakan, kakinya tidak berasa dan pikirannya juga hilang.

Haura pinsan. Kent kebingungan, ia juga tidak bisa lama-lama berada di tempat itu, mau membawa Haura pergipun sangat tidak mungkin karena tempat itu dijaga sangat ketat dan dia tadi saat mau masuk juga harus sangat berhati-hati. Akhirnya Kent meninggalkan Haura yang tergeletak di lantai, dan dia pergi dengan mengendap-endap tanpa mendapatkan hasil apapun.

Bali, November 2016

Hari itu adalah hari terakhir Haura magang di salah satu perusahaan yang ada di Bali. Ia menyelesaikan magangnya dua minggu lebih cepat dari teman-temannya karena hasil kerja yang ia lakukan dinilai sudah memuaskan. Pagi hari, saat teman-teman kostnya sudah berangkat magang, Haura merasa sangat mual dan ia langsung berlari ke kamar mandi untuk memuntahkan apa yang ada di dalam perutnya. Tubuhnya juga demam, ia rasa bahwa ia sakit karena seminggu terakhir mengerjakan tugas laporan selama ia magang untuk perusahaan itu. Setelah minum obat, Haura merebahkan tubuhnya dan beristirahat supaya keadaan dirinya semakin membaik.

Sore hari, cuaca lumayan cerah tiba-tiba Haura ingin berjalan-jalan ke pantai untuk menikmati indahnya sunset. Ia mencari tempat yang tidak terlalu dekat dengan keramaian, karena ia benar-benar ingin menyegarkan diri. Haura duduk dengen memegang segelas air jeruk yang dingin, ia duduk selonjoran sambil meregangkan tubuh. Hari-harinya tiga bulan kemarin terasa sangat berat saat dirinya disibukkan dengan tugas magangnya. Ia sudah rindu perkuliahan di kampus, dan tentunya rindu teman-teman kuliahnya. Haura mengedarkan pandangannya ke tepi pesisir pantai, tak sengaja netranya menangkap sosok tinggi tegap yang sedang bersantai di kursi sambil melipat tangannya di atas kepala. Tubuhnya bergetar, mood nya hilang dan ia ingin segera pergi dari pantai.

Dengan tergesa dan perasaan yang sakit seakan ada pisau tajam yang menikam ulu hatinya, Haura berlari meninggalkan tempat duduknya, gelas yang tadi ia pegang bahkan lupa untuk dibawa. Haura berjalan dengan cepat, matanya panas, pandangannya terhalang oleh cairan bening yang mulai memenuhi kelopak matanya, jalannya mulai tidak seimbang, hingga tak sadar ia jatuh karena tertabrak dua orang anak kecil yang sedang berlarian. Haura jatuh, terpental satu meter dari tempat terakhir ia berdiri. Tidak seberapa sakit karena ia jatuh di atas pasir, namun hentakan itu mampu membuat darah mengalir di kakiknya dan kepalanya pun langsung pusing. Ia pinsan.

***

Haura bangun, ia memegangi kepalanya yang terasa sangat nyeri dan pusing. Ia mencoba menyesuaikan cahaya yang masuk ke retinanya. Ia duduk, dan baru sadar bahwa posisinya kini masih di tempat tadi, di lantai tepat saat terakhir Kent membekap mulutnya. Haura mencoba bangkit dan berpindah ke kasur. Tubuhnya terasa lemes, ia kembali merebahkan tubuhnya.

"Astaghfirullohal'adzim," kata Haura sambil terus mengurut pelan kepalanya.

Untunglah teman sekamarnya tidak ada yang masuk, jika ada pasti ia bingung harus menjawab apa jika ditanya. Haura masih tidak paham kenapa Kent bisa masuk ke kamarnya, apalagi ini adalah tempat khusus wanita dan tentunya akses untuk masukpun dijaga dengan ketat. Haura juga tidak menyangkan untuk apa Kent terus mencarinya, jikapun Haura mengatakan kebenaran Kent pasti tidak akan percaya, Haura lebih baik diam daripada ia harus mengatakan kebenaran dan tentunya itu akan membuka luka lama baginya.

Luka itu bagi mimpi buruk baginya, sampai saat inipun ia tak menyangka kenapa hal tersebut bisa terjadi kepadanya. Dosa apa yang telah ia perbuat hingga Tuhan memberikan ujian itu kepda dirinya? Salah apa yang tak sengaja ia lakukan hingga takdir harus menggariskan Haura agar seperti itu? Mau marahpun, sepertinya ia tidak bisa. Mana mungkin memarahi Tuhan? Lalu, sekarang yang bisa dilakukan hanyalah terus berdoa atas segala kesalahan yang pernah dilakukan dan berusaha sebaik mungkin untuk kembali menjadi orang baik dan tentunya menjalani kehidupan ini tanpa ada beban yang harus ia pikirkan setiap malam.

[ZSS 3] Cinta di Langit Amerika (On Going) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang