Berapa Langkah untuk Mencapai Kebahagiaan?

115 14 2
                                    


Setelah 20 menit perjalanan dan melewati tiga halte, bus pun masih sama seperti saat Haura baru saja naik ke bus. Entahlah, mungkin di halte berikutnya atau memang sudah tidak ada penumpang yang akan naik lagi. Supir bus masih membawa bus dengan tenang dan nyaman, tidak seperti kebanyakan bus di Indonesia yang membawa kendaraanya dengan kencang dengan alasan kejar setoran apalagi bus dan angkot di pedesaan, seakan jalanan seperti sirkuit pertandingan dan lawannya adalah bus ataupun angkot lainnya yang sama-sama sedang kejar setoran.

Haura tersenyum, mengingat sebuah film Indonesia yang bejudul "Alangkah Lucunya Negeriku", sebuah film yang menceritakan tentang hal-hal yang seharusnya tidak dilakukan namun hal tersebut tetap dilakukan sebab tuntutan ekonomi yang menjepit. Ah, memang seperti itu gambaran negerinya, yang katanya tanah surga, tongkat kayu dan batu jadi tanaman memang benar namun nyatanya krisi kelaparan dan kemiskinan masih merata diseluruh penjuru negeri. Ada apakah sebenarnya? Apakah lagu yang sering di dengar dan dinyanyikan itu membohongi kita semua atau adakah tikus sawah yang memakan tongkat kayu dan batu itu?

Hanya orang-orang di pemerintahan yang punya jawabannya.

Gedung-gedung perkantoran itu terlihat sangat gagah sekaligus cantik. Gagah karena tampilannya yang tinggi menjulang dan juga elegan, cantik Karena bercat mencolok dan bersih walaupun sering terkena debu di musim panas ini. Pasti yang memiliki gedung itu memiliki sifat yang suka akan kebersihan.

"Mau sandwich?" Tiba-tiba ada sebuah sandwich yang tersodor di depan muka Haura. Haura menengok, ternyata seorang lelaki muda dengan kaos oblong dan celana jeans biasa. Haura tersenyum, "Tidak terimakasih, Saya muslim saat ini sedang melakukan ibadah puasa."

"Puasa? Apa itu?" mengerti Haura melambaikan tangannya tanda penolakan, lelaki muda itu melahap makanannya sendirian. Lelaki itu tidaklah di sebelah Haura pas, ia di kursi baris sebelahnya namun posisinya tidak disebelah jendela dan seseorang yang disebelah jendela Nampak menutup mukanya dengan penutup kepala dari jaket yang ia gunakan, mungkin dia tertidur.

"Puasa yaitu tidak makan dan tidak minum sejak terbitnya matahari sampai terbenamnya matahari. Tidak juga itu, puasa juga menahan hawa nafsu dari hal-hal yang dapat membatlkan puasa dan juga menghindari hal-hal yang bersifat makruh," jelas Haura.

"Tidak makan dan tidak minum sejak pagi sampai malam?" kaget lelaki itu, sampai-sampai matanya melotot dan mulutnya terbuka. Haura tersenyum saja, dan saat sudah sadar lelaki itu menggumamkan kata maaf dan mengembalikan ekspresinya seperti semula.

"Tentu saja tidak, buktinya Saya masih hidup sampai sekarang. Kamipun sudah diajari sejak kecil jadi kami sudah terbiasa. Ini juga kewajiban bagi kami yang seorang muslim."

"Apakah semua orang muslim melakukan hal itu? Apa tadi, puasa?"

"Tentu saja ia, kami berpuasa pada bulan Ramadhan selama satu bulan penuh. Bulan Ramadhan yaitu perhitungan bulan dalam kalender Islam jadi di kalender nasional yang biasa kita lihat di Amerika itu tidak ada. Namun ada di beberapa Negara yang mayoritas agama Islam kalender masehi dan kalender hijriah dijadikan satu dan tentunya dengan perhitungan yang beda pula," Haura menjelaskan lagi dengan senang hati dan senyuman yang tak pernah pudar dari bibir merahnya.

"Hah satu bulan penuh? Untung aku bukan seorang muslim jadi aku tak perlu melakukan hal gila seperti itu." Lelaki muda itu menghabiskan gigitan terakhir sarapannya. "Aku akan turun di halte depan, selamat menkmati perjalananmu," lelaki itu bangkit dari kursinya dan berjalan kea rah supir bus meminta untuk menurunkannya di halte depan yang juga Nampak kosong. Haura memandangi bocah itu sampai tubuhnya terlihat semakin kecil dan bus berbelok kea rah lain hingga Haura tidak bisa lagi melihat bocah itu.

[ZSS 3] Cinta di Langit Amerika (On Going) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang