Hasan tengah asik mendengarkan musik di balkon kamarnya dengan earphone yang terpasang di telinganya, sambil menatap langit malam yang begitu indah. Bulan yang begitu terang dan bintang yang bertaburan menghiasi langit malam. Angin malam yang berhembus menusuk kulit tidak membuatnya merasa dingin sedikitpun.
Pikirannya berkelana mengingat seseorang yang selalu berada di hati dan pikirannya. Entah apa maksud Tuhan hingga mempertemukan mereka kembali. Disaat dia berusaha untuk melupakan sosok itu, dia justru hadir lagi di hidupnya.
"Betah banget melamun nya. Udah salat isya belum?" suara lembut itu membuyarkan lamunan Hasan. Entah sejak kapan dia melamun, musik di earphone nya saja sudah mati dan dia tidak menyadarinya.
"Bunda," Hasan tersenyum memandang wanita paruh baya yang masih terlihat cantik dengan balutan gamis dan syar'i itu.
"Kenapa melamun? Sudah salat isya belum?" Tanya Diana ibunda Hasan pada anak sulungnya yang selalu saja menyendiri dalam kesepian.
"Sudah, Bunda. Aku cuma lagi senang aja lihat bintang," jawab Hasan sambil menatap langit.
Diana tersenyum kecil lantas ikut duduk disamping Hasan. Dia tau jika anaknya itu sedang ada pikiran yang mengganggunya. Hasan langsung memeluk Diana dan menyandarkan kepalanya di bahu Diana.
"Ada apa? Mau cerita sama Bunda?" tanya Diana lembut.
"Dia ada di sana, Bun. Dia muncul lagi, padahal aku sudah pergi jauh dari dia," ujar Hasan pelan.
"Maksud kamu?" tanya Diana bingung.
Hasan semakin mengeratkan pelukannya pada sang Bunda. "Nabila, Bun. Dia pindah ke sekolah aku. Aku ketemu dia pas berangkat sekolah. Sudah dari seminggu yang lalu dia pindah, tapi aku baru tau tadi."
Diana sebenarnya kaget dengan penuturan Hasan, dia sangat tau bagaimana isi hati Hasan pada Nabila dan juga isi hati Nabila pada Hasan. Lalu dia tersenyum dan balas memeluk Hasan yang tengah rapuh karena hatinya yang terlalu banyak menyimpan rasa kecewa.
"Kamu tau takdir Allah kan?" tanya Diana.
"Iya, Bun."
"Tau cerita Nabi Adam dan Siti Hawa kan?" tanya Diana lagi.
"Tau, Bunda," Jawab Hasan agak sedikit bingung.
"Lihatlah, sejauh apa pun Allah memisahkan mereka dan selama apa pun Allah memisahkan mereka, tapi Allah sudah menakdirkan mereka untuk bersama dan akhirnya mereka bisa bertemu kembali," jelas Diana.
Hasan masih diam sambil memeluk Diana. Dia berusaha menyimak apa yang dikatakan oleh sang Bunda.
"Kita tidak bisa melawan takdir yang sudah di gariskan Allah untuk kita. Kita juga tidak bisa terus lari dari masalah yang ada." Diana menarik nafas pelan kemudian menghembuskannya. "Semarah dan sekecewa apa pun kita pada seseorang, tidak baik berkepanjangan seperti ini. Apalagi dia sahabat kamu, kalian sudah dari kecil selalu sama-sama dan cuma karena cinta kalian jadi saling menjauh. Allah sudah memberi jalan dengan mempertemukan kalian kembali, itu adalah teguran dari Allah agar kalian bisa menyelesaikan masalah kalian. Dan jangan berpikir untuk lari lagi," lanjutnya.
"Tapi, Bunda. Aku nggak siap dengan semua ini," ungkapnya lirih.
"Bunda tau. Tapi, kamu nggak bisa terus-terusan lari kayak gini. Kamu sudah bukan anak kecil lagi, kamu harus bisa hadapin semua ini," Diana tersenyum simpul sambil mengusap pundak Hasan. "Kamu harus tau apa yang sebenarnya terjadi. Kamu nggak bisa terus menyalakan Nabila, dia juga pasti punya alasan kenapa dia seperti itu. Sama seperti kamu, kamu juga punya alasan kan jadi pergi. Dan lagi kamu salah besar karena lari dari masalah yang ada," lanjutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Sphere Destiny (REVISI)
Teen Fiction'Kebetulan yang di sengaja oleh Tuhan itu adalah Takdir' Nabila Azahra Abiyasa Gadis cantik yang berusaha bangkit dari bayang-bayang masa lalu yang tak pernah bisa dia lupakan. Dia yang membenci takdirnya, tapi dia hanya mampu menerima karena sekuat...