Nabila terus memegangi kepalanya yang benar-benar terasa pusing. Sejak pulang dari rumah sakit dan sekarang sudah sampai rumah, sakit di kepalanya tak kunjung reda. Nabila tidak ingin berlama-lama di rumah sakit, sehingga dia merengek pada Dokter Fira agar dibolehkan pulang. Dan untungnya Dokter Fira mengizinkannya untuk beristirahat dirumah.
"Sudah dibilangin juga masih aja keras kepala, ayo balik ke rumah sakit lagi sekarang!" ajak Yanu setengah membentak.
"Aku nggak papa, Kak. Aku cuma pusing aja, dibawa istirahat juga sembuh," jelas Nabila lemah, dia menyandarkan tubuhnya pada sandaran sofa sambil memejamkan matanya.
"Kalo dikasih tau itu nurut, Nana! Kamu ini selalu aja keras kepala! Pulang sekolah itu ke rumah bukan keluyuran nggak jelas! Apalagi berantem-berantem nggak jelas sampai masuk rumah sakit!" bentak Yanu yang sudah habis kesabaran menghadapi sikap Nabila yang selalu bertindak semaunya.
"Kamu nggak kasihan sama Ayah dan Bunda, mereka selalu khawatir sama kamu, tapi kamu selalu aja kaya gini nggak pernah berubah! Kalo kamu mau bebas tanpa di kekang lagi, mulai sekarang Kakak bebasin kamu, terserah kamu mau apa! Kakak capek lihat kelakuan kamu!"
Nabila bangkit dari duduknya dan memandang kesal pada Yanu yang tengah menatapnya tajam. "Kakak kenapa jadi marahin aku? Aku juga nggak tau kalo mereka bakalan nyerang aku, aku bahkan nggak kenal sama mereka. Kakak sendiri yang nggak bisa jemput aku, makanya aku selalu pulang sendiri sampai dihadang sama anak-anak nakal itu! Jadi nggak usah terus marahin aku!" sahut Nabila tak kalah sengit dengan nafas memburu.
"Kamu ngelawan Kakak?" Yanu semakin naik pitam karena Nabila balas membentaknya.
Mata Nabila memanas, dia tidak suka Yanu membentaknya begitu keras dan terlihat sangat marah. "Aku nggak mau ngelawan Kakak, tapi aku juga nggak suka terus Kakak marahin. Aku nggak salah, aku nggak tau semuanya bakal kayak gini."
Yanu seketika merasa bersalah telah membentak Nabila begitu keras hingga membuat adiknya itu hampir menangis. Dia lupa Nabila paling tidak suka dibentak oleh keluarganya.
"Aku juga nggak suka Kakak ikut campur masalah aku sama Hasan kaya tadi. Aku punya privasi yang nggak bisa Kakak usik seenaknya. Aku nggak mau Hasan tau apa yang terjadi sama aku, Kak. Aku nggak mau terus menjadi beban buat orang-orang yang aku sayangin," ungkap Nabila.
"Cukup aku sendiri yang nanggung semua ini jangan kalian apalagi Hasan, dia nggak tau apa-apa, Kak. Jangan buat dia merasa bersalah sama semua yang terjadi sama aku." Tubuh Nabila merosot ke lantai bersamaan dengan tangis pilunya yang membuat siapapun yang mendengarnya juga dapat merasakan penderitaan yang gadis itu alami.
Dan Yanu melemah melihat adik kesayangannya itu benar-benar rapuh. Dia tidak bermaksud membentak Nabila, hanya saja sikap Nabila yang selalu semaunya sendiri sering membuat Yanu marah dan lepas kendali.
Yanu berjongkok dan meraih tubuh Nabila kedalam pelukannya, melihat Nabila dengan sisi lemah dan rapuhnya membuat Yanu tidak tega. Dia sangat menyayangi Nabila, dia tidak mau ada hal buruk lagi yang terjadi pada adiknya itu. Meskipun mereka selalu bertengkar dan saling menjahili satu sama lain, tapi mereka juga saling menyayangi.
"Maafin Kakak, Nana, maafin Kakak. Kakak nggak bermaksud bentak kamu, Kakak cuma terlalu khawatir sama kamu. Kakak sudah pernah gagal jagain kamu, dan Kakak nggak mau kejadian di masa lalu itu terulang lagi disaat Ayah sama Bunda sudah mempercayakan kamu sama Kakak dan Kakak nggak ada cerita apapun sama Hasan, Kakak cuma marahin dia," tutur Yanu lembut dengan penuh penyesalan, dia mengusap lembut bahu Nabila yang bergetar.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Sphere Destiny (REVISI)
Ficção Adolescente'Kebetulan yang di sengaja oleh Tuhan itu adalah Takdir' Nabila Azahra Abiyasa Gadis cantik yang berusaha bangkit dari bayang-bayang masa lalu yang tak pernah bisa dia lupakan. Dia yang membenci takdirnya, tapi dia hanya mampu menerima karena sekuat...