Destiny 10

6.9K 306 3
                                    

Hasan benar-benar merasa sial hari ini. Tadi Bu Dini mengatakan bahwa mereka harus praktek Seni Budaya di ruang aula musik dan di gabung dengan kelas sebelas. Dari sekian banyak kelas yang ada, kenapa kelasnya harus melakukan praktek Seni Budaya yang sama dengan kelas Nabila. Dan seolah tidak cukup dengan hal itu, kini dia harus duduk bersebelahan dengan gadis itu.

Jauh didalam lubuk hati yang paling dalam, terbersit rasa bahagia di hati Hasan. Meskipun berkali-kali dia mencoba melupakan, menghindar dan menolak kehadiran gadis itu di hidupnya, tapi hatinya selalu bertolak belakang dengan keinginannya. Dia tidak bisa berbohong jika memang dia rindu pada gadis itu, 14 tahun persahabatan mereka bukanlah waktu yang singkat bagi Hasan untuk dapat melupakan sosok Nabila. Terlalu banyak kenangan yang telah mereka ukir bersama. Hasan terlalu terbiasa akan kehadiran Nabila di setiap harinya. Tapi semenjak kejadian itu, dia tidak pernah lagi bersama dengan Nabila.

"Selamat Pagi," sapa Bu Dini pada semua murid yang ada di dalam aula tersebut.

"PAGI, BU!" jawab mereka serempak.

"Ibu sengaja menggabungkan kalian disini untuk mempersingkat waktu, karena jadwal Ibu sangat sibuk. Kalian tidak keberatan kan?"

"TIDAK, BU!"

Jelas saja tidak keberatan, siswa siswi mana yang menolak di gabungkan dengan kelas XII IPA 1 yang terkenal akan para senior tampan dan cantik. Bodoh sekali jika ada yang menolak.

"Baiklah, sekarang kalian bisa ambil kertas yang ada di atas meja ini, yang nomornya sama harus berpasangan dan lagunya Ibu minta yang lain untuk merequest. Paham?" 

"PAHAM!"

"Semoga gue sama Kak Hasan."

"Semoga gue bareng Hasan, suara dia bagus banget."

"Siapa ya yang beruntung bisa pasangan bareng Kak Hasan?"

Bisikan-bisikan itu sangat jelas terdengar di telinga Nabila. Sedari tadi dia menahan degup jantungnya yang berpacu sangat cepat saat dirinya duduk bersebelahan dengan Hasan. Nabila sangat bahagia bisa duduk di samping Hasan, meskipun laki-laki itu tak sedikitpun melirik padanya. Suasana yang begitu canggung membuat Nabila semakin gugup saja, padahal dulu dia tidak pernah merasakan hal itu.

Nabila membuka kertas kecil yang baru saja dia ambil. '25' itulah angka yang tertera disana. Nabila menghembuskan nafas kasar karena harus menunggu lama untuk dapat menyelesaikan tugas praktek tersebut. Dia tidak perduli dengan siapa dia harus berpasangan, yang pasti dia sangat malas jika harus menunggu lama untuk urutan ke 25.

Mulut Nabila sangat gatal sedari tadi ingin mengajak Hasan berbicara. Dia merasa ada yang aneh saat mereka saling diam seperti ini. Dia tau Hasan masih sangat marah padanya dan belum mau berbicara secara baik-baik dengannya. Tapi, hatinya benar-benar rindu berbincang dan bercanda dengan laki-laki itu.

"Hai, apa kabar?" sapa Nabila dengan senyum tipis pada Hasan.

Tak ada jawaban dari Hasan. Dia tidak menoleh maupun menyahut sapaan Nabila. Bukan tidak mendengar, dia masih tidak bisa berbicara dengan gadis itu. Sangat sulit untuk Hasan bisa kembali seperti dulu lagi.

Nabila tak kecewa dengan diamnya Hasan. Dia tau ini memang sulit, keadaan mereka sudah jauh berbeda dan Nabila sedang mencoba menata ulang keadaan itu agar kembali baik.

The Sphere Destiny (REVISI) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang