Dengan senyum yang terus mengembang, Nabila dengan semangat berdiri di depan kelas XII. Baru kali ini dirinya menapaki kelas yang hanya di huni oleh para senior itu dan sudah berkali-kali juga Nabila tersenyum membalas setiap sapaan murid laki-laki yang berusaha menggoda dirinya.
Rasanya dia tidak percaya bisa melakukan hal ini lagi, menunggu Hasan di luar kelasnya. Ah, Nabila benar-benar rindu saat-saat dia dan Hasan masih bersama, tanpa adanya pertengkaran serumit sekarang.
Dulu saat di Surabaya Nabila selalu menunggunya di depan kelas agar bisa makan bersama di taman sekolah karena Nabila selalu membawakannya bekal. Tapi, semenjak Hasan dekat dengan Tania, dia jadi semakin jauh dengan Hasan. Hasan lebih sering menghabiskan waktunya bersama Tania daripada Nabila, hingga saat Nabila selalu sendirian di taman sekolah, Darel lah yang selalu setia menemaninya dan membuatnya tertawa lagi. Tapi, Hasan selalu saja melarangnya untuk dekat dengan Darel, sedangkan dia tidak ingin dilarang dekat dengan Tania. Bahkan saat Nabila memintanya untuk menjemput, dia malah mementingkan menemani Tania daripada menjemput Nabila. Lalu saat Nabila marah padanya, Hasan malah balik marah sehingga mereka selalu bertengkar. Meskipun Hasan egois, tapi Nabila selalu saja bisa memakluminya. Dan berbanding terbalik dengan sikap posesif Hasan padanya.
Penantian panjang Nabila berakhir kala guru dari kelas XII IPA 1 itu keluar diikuti oleh para siswa-siswi lainnya yang juga berhamburan keluar. Satu persatu dari mereka menatap bingung pada Nabila yang berdiri di depan kelas dengan paper bag mini di tangan sambil clilngak-clinguk ke dalam kelas. Ada yang menatap bingung dan ada juga yang menatap aneh padanya tapi dia abaikan dan hanya dia balas dengan cengiran.
Senyum Nabila terbit kala melihat apa yang dinanti ya kini sudah berdiri tepat dihadapannya bersama ke empat temannya yang memandang bingung pada Nabila.
"Hai," sapa Nabila pada Hasan yang terkejut dengan kehadiran Nabila di depan kelasnya ditambah dengan senyuman yang begitu manis di bibirnya.
"Haiiiiii!!" balas Niko, Robby dan Doni antusias dengan pandangan penuh kekaguman pada Nabila terkecuali Arfan dan Hasan.
"Ngapain lo kesini?" tanya Arfan sinis.
"Mau ketemu Hasan," jawab Nabila santai.
"Mau caper sama Hasan? Basi!" sentak Arfan yang kemudian berlalu pergi meninggalkan keempat temannya.
Kening Nabila bertaut merasa bingung dengan sikap judes Arfan padanya, padahal dia tidak sedang ada masalah dengan laki-laki itu. Tapi, dia tak mau ambil pusing, toh tidak ada untungnya memperdulikan Arfan. Dia kembali menatap Hasan yang tengah menatapnya datar dan juga ketiga teman Hasan yang menatapnya penuh kekaguman.
"Nih buat kamu," Nabila menyodorkan paper bag mini itu pada Hasan.
Hasan menatap paper bag mini itu dan beralih pada wajah sumringah Nabila yang sangat-sangat di rindukannya. Dia mengambil paper bag itu dan menyerahkannya pada Doni yang berdiri di sampingnya.
"Buat gue?" tanya Doni bingung dan hanya di angguki Hasan.
"Ini aku bikin buat kamu, kenapa di kasih ke dia?" tanya Nabila kesal. Jelas saja kesal, dia sudah bangun pagi-pagi buta hanya untuk menyiapkan bekal untuknya dan Hasan tapi dengan tidak bersalahnya Hasan memberikan itu pada orang lain.
"Nggak yang nyuruh kamu buatin bekal buat aku," sahut Hasan dingin.
"Aku masakin makanan kesukaan kamu,"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Sphere Destiny (REVISI)
Teen Fiction'Kebetulan yang di sengaja oleh Tuhan itu adalah Takdir' Nabila Azahra Abiyasa Gadis cantik yang berusaha bangkit dari bayang-bayang masa lalu yang tak pernah bisa dia lupakan. Dia yang membenci takdirnya, tapi dia hanya mampu menerima karena sekuat...