Bab 22 - Reality

4.6K 463 53
                                    




-○○-



Mobil hitam Kabuto melaju kencang membelah jalan raya, di sampingnya Neji masih tetap mengerutkan dahinya karena belum mendapatkan pencerahan dari email yang Sasori beri.

Pria itu hanya berkata agar dirinya tetap disini untuk menjaga Sakura. Tapi kenapa harus dia? Sasori sudah tahu seberapa banyak dia berusaha untuk memperlihatkan penyesalannya pada Sakura, tapi wanita itu tetap menatapnya seperti orang asing.

Bahagian mana dari dirinya yang pantas untuk melindungi Sakura di saat Sasori mampu melakukannya. Neji mendesah, seraya berpikir ulang akan email Sasori. Seharusnya dia merasa senang karena Sasori telah membebaskan dirinya dari tanggungjawabnya.

Baik dari almarhum istrinya, maupun Senju. Tapi mengingat pesan Sakura tiga puluh menit yang lalu, Neji mulai mempersoalkan kembali kebebasannya. Sakura meninggalkan pesan itu bukan semata-mata sebatas kertas biasa.

Tentu saja ada makna yang bisa Neji simpulkan dari pesan singkat tersebut. Jika Sakura bermaksud demikian, bukankah wanita itu secara langsung telah membiarkan dirinya mengawasi Senju's selagi Sasori tidak kembali.

Neji mulai paranoid, Sasori jelas tidak akan kembali lagi New york, email pria itu sudah cukup menjelaskan semuanya. Mengingat kejeniusan yang dia miliki dia dapat cepat menebak alur Sasori.

Putra kedua Jiraiya itu tidak lebih hanya berusaha menjauh dari Sakura. Dia sudah memikirkan rencana itu bahkan sebelum dia tahu kalau dia akan ditargetkan oleh Sakura. Tapi sayangnya, semua itu tidak pernah terlaksana lantaran keluarga Senju yang pada masa itu masih mengekangnya oleh aturan mereka.

"Neji aku mengerti perasaanmu, mengelola perusahan sebesar Senju's memang tanggungjawab yang besar." Gumam Kabuto ketika mobilnya berhenti karena lampu merah.

Amethys Neji melirik pria bersurai abu yang membelokkan setir mobilnya. "Aku tidak mengkhawatirkan itu. Tapi aku cukup bingung dengan kepergian Sasori, dia tidak memberi tahu penyebab kepergiannya ke Jepang."

Dia mengusap dahinya sebentar dan mengelah napas pendek. "Sasori sudah lama menetap di New york, bukankah sangat membingungkan kalau dia tiba-tiba pindah ke Jepang?"

Kabuto tertawa pelan, "Aku juga panasaran. Jadi kalau aku bisa beri pendapat, lebih baik kau menyusul ke Jepang dan bertemu dengan Sasori." Ekspresinya berubah serius. "Jujur saja, kali terakhir aku melihat dia ada yang tidak beres dengannya."

Pandangan Neji tergulir ke samping, menatap kaca mobil dengan pikiran yang bercabang. "Kalau begitu, boleh pesankan aku tiket paling awal ke Jepang?" Tanyanya kini menatap Kabuto.

"Tidak masalah." Balas Kabuto dengan senyum simpul diwajahnya.

"Tapi sebelumnya, aku perlu berkemas."

Kabuto mengangguk sambil membuka aplikasi di ponselnya. Sementara pria itu sibuk. Neji kembali membuang pandangannya ke luar, tapi dengan dahi yang terlipat.

Kalau benar Sasori meninggalkan New york hanya karena berusaha kabur dari Sakura dan masalah mereka, Neji mungkin akan mencetuskan satu pemikiran kalau sahabatnya itu benar-benar seorang pengecut sejati.

Mereka sudah saling mengenal bahkan sebelum dia tahu jika dirinya akan jatuh cinta pada Sakura dan berpacaran dengan wanita itu, Sasori sudah menjadi salah satu orang yang sangat penting untuknya.

ArrogantTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang