7. Rencana Seo Jong Gil

138 12 2
                                    

Czech Republic, 2043

“Kang So Bong.”
Ah, Gyosanim memanggil. Itu adalah suara yang paling kutunggu-tunggu tiap waktunya. Aku senantiasa bersiaga kapanpun beliau memanggil. Entah untuk melakukan pekerjaan macam apa kali ini? Tapi itulah yang membuatku merasa sangat berguna disisinya. Seolah ia membutuhkanku. Seolah ia tidak bisa melakukan apapun tanpaku. Seolah aku adalah penunjang kehidupannya.
Dan aku bahagia.
“Ye, Gyosanim.” Buru-buru aku berlari menghampirinya yang tengah duduk-duduk santai di kursi rodanya. Ia selalu disana tiap selepas senja, di halaman belakang rumah kami. Dimana itu adalah hamparan tanah lapang yang luas. Dengan posisi rumah kami yang berada di dataran tinggi, mencukupkan kami melihat leluasa matahari terbenam di waktunya. Oh Ro Ra Gyosanim menyukai waktu-waktu tersebut.

“Kang So Bong, bisakah kau membawaku ke lab-ku sekarang?” Pintanya yang mana itu adalah perintah bagiku.

“Ye, Gyosanim.” Dengan penuh semangat dan riang gembira, aku mendorong kursi rodanya memasuki rumah menuju ke lab. Kupikir ada yang mau dilakukannya di lab. Sudah semenjak dirinya menciptakanku, beliau sudah jarang terlihat memasuki ruangan ini lagi. Kecuali jika ada yang harus di perbaiki dariku. Kali ini nampak berbeda.

“Kang So Bong?” Ia menyebutkan namaku. Dengan gerakan halus pada bibirnya, aku bisa membaca suratan lain yang tersembunyi. Apa kali ini ia akan memintaku melakukan sesuatu yang lain dari yang biasanya ku lakukan? Entahlah. Satu hal yang pasti, apapun itu, aku tercipta untuk tidak membantahnya. Ketika ia memintaku, ia tahu aku pasti bisa melakukannya. Karna ia lah penciptaku. Ia tentu tahu sampai batas mana kemampuanku.

“Ada apa, Gyosanim?” Tanyaku. Aku berpindah ke hadapannya kali ini dengan berlutut untuk mensejajarkan posisiku dengan dirinya. Mata kami bertemu. Benar, bukan hanya dari suara dan gerakan pada bibirnya. Ekspresinya kala itu juga nampak lain.

“Aku ada permintaan.” Jawabnya. Ia tak langsung memaparkan apa permintaannya itu. Ia lebih dulu menatapku makin mendalam dan kian serius. Tak pernah aku melihatnya seserius itu. Ia nampak ragu-ragu untuk meneruskan.

“Katakan, Gyosanim.” Ucapku mempersilahkan. Dia tahu aku tidak bisa membantahnya, kenapa dia ragu untuk melontarkannya?

“Pergilah ke pasar dan lindungi seseorang untukku.”

“Pasar? Melindungi seseorang? Siapa?” Tanyaku meminta perincian. Kelihatannya mudah. Tapi kenapa aku tidak bisa membaca bahwa ini adalah perintah yang mudah?

“Putera-ku. Tolong lindungi dia.” Jawabnya yang malah memunculkan pertanyaan lain dalam benakku. Sepertinya ia membaca ekspresi kebingunganku. “Hari ini adalah harinya. Hari dimana semuanya bermula. Sebelum terlambat, pergilah kesana dan selamatkan dia.”

“Gyosanim?” Aku masih tidak mengerti.

“Dia akan tertabrak truk kuning disana. Karna itulah ia akan koma. Jika itu sampai terjadi, maka bencana yang sesungguhnya di mulai. Aku akan mengirimkan putera-ku yang lain untuk menggantikan posisinya sementara. Jika sudah seperti itu, putera kandungku akan merasa tersisihkan. Sebangunnya dari koma, ia akan sangat membenciku. Demi membuatnya merasa lebih baik, aku akhirnya membunuh putera-ku yang satunya lagi. Tapi putera kandungku tetap membenciku karna menciptakan putera pengganti. Aku tidak punya pilihan lain selain pergi meninggalkannya. Kupikir jika aku pergi, ia akan kembali menjadi baik. Tapi ia di penuhi oleh dendam dan keserakahan karna orang-orang di perusahaan lebih menyukai putera ciptaanku. Ia akhirnya menghancurkan dirinya sendiri dengan menjadi seorang monster. Demi memenuhi ambisinya, ia sampai harus membunuh Kakeknya sendiri dan membuat bibinya menjadi pelaku pembunuhan itu. Ia mencampakan sepupunya dan membuat keadaan perusahaan makin kacau dan akhirnya dalam ambang kebangkrutan. Putera-ku Kehilangan akal sehatnya dan akhirnya membunuh dirinya sendiri. Sedangkan aku? Ibunya yang memilih meninggalkannya, selamanya akan menjadi seperti ini. Hidup dalam penyesalan. Hanya bisa menunggu sampai kapan aku harus di siksa oleh penyesalan ini. Maka dari itu, Kang So Bong, aku meminta padamu. Tolong...” Matanya berair. Aku bisa melihat kesedihannya yang mendalam. Ia benar-benar sekuat tenaga menahan runtuhnya bendungan air matanya itu. Entah karna ingin terlihat kuat di depanku atau karna ia lelah menangisi kisah masalalunya?
“Tolong...akhiri penyesalanku ini.” Pintanya yang pada akhirnya meneteskan buliran bening itu. Aku melihatnya terjatuh di antara kedua pipinya dan menetes melalu dagunya.

Are You Human Too? (New Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang