28. Tentang Memaafkan

138 4 1
                                    

Sudah beberapa menit berlalu. Hujan pun juga tinggal rintikan-rintikan yang jarang. Namun baik Nam Shin maupun Kang So Bong, masih saja mematung di tempat mereka. Hanya berdiri di depan pintu Paviliun mereka, dan sesekali menengadah pandangan ke atas, melihat langit yang barusan hujan tadi sudah tidak malu-malu menunjukan cerahnya. Secerah raut wajah-wajah mereka, yang masing-masing tidak menyadarinya.

“Hujannya sudah berhenti.” Nam Shin akhirnya membuka percakapan lebih dulu. Rupanya ia yang paling sadar betapa canggungnya tadi. Selama nyaris setengah jam, setelah ciuman itu, yang mereka lakukan kemudian hanya diam-diaman sembari memandangi hujan. Bahkan setelah hujan berhenti pun, mereka masih tidak tahu harus apalagi.

“Benar juga.” Balas Kang So Bong.

“Sudah terlambat untuk ke sekolah, kan?” Tanyanya kemudian setelah sebelumnya melihat jam tangannya.

“Hm, sepertinya.” Kang So Bong mengangguk kikuk.

“Georeom....ada yang ingin kau lakukan?” Tanyanya lagi. Tak langsung menjawab, So Bong nampak berpikir-pikir. Ia tidak ingin jawaban yang terkesan mengajak. Bagaimanapun, rupanya So Bong masih terlalu malu meski sudah mengakui perasaannya.

“Makan.” Ia lalu menjawab singkat. Jawaban yang diharapkannya dapat di tangkap sempurna oleh Nam Shin siratan di baliknya.

“Ah, aku sudah buatkan sarapan. Kau tidak memakannya?” Ujarnya. So Bong melenguh kecewa akan tanggapannya yang tidak sesuai ekspetasi.

“Mana bisa aku makan masakan orang yang sedang marah padaku.” Ia pun akhirnya mencibir.

“Wae? Kau pikir aku menaruh racun disana?”

“Ani. Dwaesseo! Aku tidak mau makan apapun.” Nada suaranya pun melonjak satu oktaf. Ia kesal, bahkan sampai sekarangpun Nam Shin masih tidak menyadari maksud sebenarnya.

“Ani? Dwaesseo?” Nam Shin mengulang kata-kata yang barusan. Yang memang terdengar asing baginya, mengingat Kang So Bong selama ini selalu berbicara formal padanya. “Ya! Kau sudah sangat banmal sekarang.”

“Wae? Shiro? Lalu...kau lebih suka aku menganggapmu laki-laki tua? Haruskah aku memanggilmu Harabeoji mulai sekarang?”

“Lakukan sesukamu. Terserah padamu. Ahjussi, Eorisin, Harabeoji, kau akan tetap mencintaiku apapun panggilannya. Bukankah begitu?” Nam Shin tersenyum berbangga diri. So Bong lantas hanya membalas dengan tatapan sinis. “Geurae. Ayo kita makan di luar hari ini.” Ajaknya kemudian, yang mana itulah yang sebenarnya diinginkan Kang So Bong. Namun lantaran harga dirinya sudah terlanjur terluka barusan, ia harus jual mahal lagi.

“Ani. Ku bilang aku sudah tidak mau makan apapun.” Ia lalu membuang muka.

“Aigooo, kiyupta.” Nam Shin mengacak-acak rambut Kang So Bong.

“Ya! Apa yang kau lakukan?” Kang So Bong berakting kesal. Ia menyingkirkan tangan Nam Shin dari kepalanya, dan segera merapikan lagi rambutnya. Tapi tidak sempat di sembunyikan, raut wajahnya yang memerah akan perlakuan menggemaskannya Nam Shin barusan. Menyadari itu, Nam Shin tersenyum-senyum sendiri.

“Arra, kau ingin aku mengajakmu duluan, kan? Kau kesal karena aku tidak langsung menangkap maksudmu? Sudah ku bilang, aku ini orang yang pekaan.”

“Aku tidak berpikiran begitu.” So Bong mengelak. Tapi dengan raut wajah dan nada suara yang seperti itu, terdengar sebaliknya bagi Nam Shin.

“Ne-ne. Berpikiranlah sesukamu. Gaja! Kau mau makan apa? Aku akan membelikanmu semua yang kau inginkan!” Nam Shin meraih tangan Kang So Bong dan menariknya. Namun belum sempat di genggamnya, sudah di tarik kembali oleh si pemilik.

Are You Human Too? (New Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang