26. Nilai Untuk Sebuah Perasaan

57 3 0
                                    

Aku tidak seperti ini, awalnya. Hidupku juga pernah lebih baik. Meski tidak ingat kapan terakhir kali aku merasa begitu. Tapi aku yakin, aku pernah bahagia.
Sampai waktu itu...

“Ahjussi, kau pasti salah paham. Ini kesalahan. Ibuku...dia tidak pernah mabuk-mabukan sebelumnya. Dia bukan orang yang seperti itu. Tolong jelaskan semuanya pada mereka. Tolong bersihkan nama Ibuku. Ne, Ahjussi? Jebal.”

Sampai waktu ketika aku menangis dan memohon, bahkan bersujud di kaki pria bajingan yang merebut Ibu dariku. Dengan semua yang sudah kulakukan, dia justru menyingkirkanku.
Setidaknya, itu adalah kesempatan yang kuberikan pada diriku sendiri untuk tetap menjadi Kang So Bong yang semula.

“So Bong-ah, bisakah berhenti saja? Aku tahu, Ayahku memang menabrak Ibumu. Tapi itu tidak di sengaja. Hasil penyelidikan semuanya berpihak pada pernyataan Ayahku. Jika kau meneruskannya, ini akan mempersulit dirimu sendiri.”

“Kupikir, dengan tetap percaya padamu, kau juga akan mempercayaiku. Ibuku memang kesulitan. Tapi aku tahu, beliau bukan orang yang seperti itu. Aku akan tetap membawa ini sampai akhir untuk mengungkapkan kebenarannya. Jika kau tidak suka dengan yang ku lakukan, kau saja yang berhenti membujukku.”

Dan itu adalah kesempatan terakhir yang kuberikan. Park Min Joon, orang terakhir yang ku percayai, menyadarkanku pada satu hal penting tentang kehidupan yang keras disini; bahwa terlalu percaya pada orang lain, itu artinya kau akan menyerahkan seluruh hidupmu padanya.
Tepat di saat itu, sebelum aku benar-benar jatuh, aku berhenti mempercayai orang lain lagi.

Tapi...darimana datangnya orang ini?

“Apa yang kulakukan? Seharusnya kau tanyakan pada dirimu sendiri? Apa yang kau lakukan tadi, hah? Kau mau mati? KAU GILA?!”

“Bukan urusanmu! Siapa kau berani-beraninya ikut campur! Lepas!”

“Aku tidak akan melepaskanmu sampai kau bisa menenangkan dirimu.”

“Kau pikir kau siapa? Aku tidak membutuhkan siapapun. Lepas! Kau tidak mau melepasnya? LEPAS!!!”

“Lihat aku! Kang So Bong, lihat aku! Kau tidak mengenaliku? Kau masih tidak mengenaliku? Kau bilang kau akan mengenaliku jika kita bertemu lagi suatu hari nanti. Kau bilang padaku akan mengingatku dan namaku. Kenapa kau masih tidak mengenaliku lagi? Setelah selama ini aku menantikan saat-saat untuk bertemu denganmu.”

“Aku....tidak mengerti maksudmu. Siapa kau?”

Appa, orang ini datang lagi. Orang yang pernah mengantarku untuk bertemu denganmu.
Eomma, aku bertemu dengannya lagi. Orang yang pernah menggagalkan pernikahanmu dengan pria lain, sesuai dengan harapanku.
Bagaimana mungkin...sudah dua belas tahun, dan dia masih nampak sama? Datang lagi ke hidupku, sama seperti dulu, selalu mengulurkan tangan, membantu dan melindungiku.

“Aku akan menyelesaikan semuanya untukmu. Aku janji, aku akan membuatnya di hukum seperti yang kau inginkan. Percayakan semuanya padaku. Jadi kau bisa berhenti sekarang, Kang So Bong. Jangan seperti ini. Kembalilah.”

Tapi...aku sudah tidak bisa lagi mempercayai siapapun. Bahkan meski itu dirinya. Setelah semua yang terjadi pada hidupku, yang kulakukan hanyalah memagari diri sendiri. Memastikan tidak seorang pun bisa memasukinya untuk meruntuhkanku lagi dari dalam.

“Seperti yang sudah pernah ku katakan, aku akan menunggumu. Sampai kau sudah siap untuk memberikanku kalungmu lagi. Aku pernah menerimanya sebagai ucapan terima kasih dari seorang bocah lima tahun yang pernah ku tolong. Tapi kali ini, aku menunggu untuk menerima kalung itu dari seorang gadis dewasa sebagai ungkapan perasaannya. Ingat! Sedikit saja! Meskipun hanya sedikit saja! Ketika kau mulai merasakan bahwa jantungmu berdebar untukku, maka datanglah dan bawa kalung itu padaku. Tidak peduli seberapa dikitnya itu...aku akan menunggu.”

Are You Human Too? (New Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang