06

598 70 12
                                    

Hari mulai menjelang sore, dan kereta yang di naiki oleh Bas dan juga Tee sampai di salah satu stasiun di kota Bangkok. Tae yang duduk di tempat pertamanya itu nampak bingung karena melihat semua orang membawa barang-barangnya dan berjalan pergi.

Tee berdiri untuk melihat apa yang terjadi, begitu ia mengeluarkan kepalanya dari tempatnya berada ia justru tersenggol oleh seseorang sehingga masuk kedalam jalur.

Tubuhnya itu bagaikan bola yang terus dioper kesana-kemari, masih sempatnya ia berbicara lirih meminta maaf kepada orang-orang yang menabraknya itu sampai akhirnya ia keluar dari kereta tersebut. Tak berhenti sampai di situ, ia terus tersenggol sampai akhirnya ia terjatuh di lantai.

Tee kembali merasakan sedih, karena ia tahu bagaimana rasanya di asingkan di tempat yang jauh. Matanya mulai membengkak dan mulai merintih sedih.

"P'Tae ..." Ucap tangisnya Tee.

Bahkan jemarinya itu terinjak oleh seseorang, orang tersebut meminta maaf dan pergi begitu saja. Tee semakin menangis namun ia masih bisa menahan isakan tangisnya itu.

Sampai pada akhirnya para pejalan itu semuanya pergi dan kosong, sebuah tangan terulur kepadanya. Tee melihat jemari tangan tersebut, lalu menaikan tangannya mengikuti lengan tangan tersebut sampai akhirnya ia melihat pria yang duduk disampingnya yaitu Bas.

"Ambil tanganku." Ucap Bas sembari tersenyum.

Tee memalingkan pandangannya karena ia merasa tidak percaya dengan seseorang yang menurutnya orang asing.

"Tidak perlu takut, phi. Kamu bisa mempercayaiku kok." Ujar Bas.

Lalu Tee kembali menengok pada Bas, dan hanya menatapnya saja saat itu.

***

[Kimmon]

*Kreeeek*
Pintu toilet terbuka, aku langsung berdiri dari posisi dudukku dan menghampirinya begitu Copter keluar dari toilet.

"Halo." Seruku menyapanya, dan ia langsung mengeluarkan eskpresi kaget yang terpendam.

"Kamu masih disini?" Tanyanya.

"Tentu. Aku 'kan sudah bilang bahwa aku akan menunggumu di luar." Balasku berseru.

"Kenapa?" sahutnya.

"Mungkin jodoh." Balasku

Lantas dia memasang wajah kusutnya itu dan pergi menjauh dariku, aku melihat ekspresi wajahnya yang kusut dan aku memahaminya karena mungkin saja ia tidak mau berurusan dengan prang cerewet sepertiku.

"Eh, maaf." Ucapku saat mengejarnya, "maaf ya, aku tidak akan banyak bicara lagi." sambungnya.

"Apa urusan saya mengenai anda?" Ucap cueknya.

Lalu ia tiba-tiba berhenti membuatku juga ikut berhenti saat itu secara mendadak.

"Mengapa kau terus mengikutiku?" tanyanya dengan cukup ketus.

"Sebenarnya ..." ucapku yang bingung padanya. "aku ingin mengajakmu makan malam nanti, phi." Sambungku memberanikan diri.

"Tidak mau." Sahutnya yang langsung memolak ajakanku tanpa berpikir.

"Ouch, kenapa?" Aku lantas cemberut.

"Kita belum saling mengenal, aku juga tidak tahu kalau kau juniorku."

Ma babyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang