10

512 58 6
                                    

*Saat Tee menerima telfon di pagi menjelang siang hari*

[Tee]

"Hallo." Ucapku.

"Ai'Tee."

"P'Tae." Ucapku yang cukup terkejut sekaligus bahagia karena sang kakak sedang menelfon kembali ke telfon rumah milik Bas.

"Tee. Apa ini benar-benar kamu?"

"Iya, phi. Ini benar-benar aku."

"Bagaimana keadaanmu, Tee? Kamu baik-baik saja, 'kan? Kamu tidak apa-apa, 'kan?" tanyanya Tae tanpa henti karena ia sedang mencemaskan adiknya.

"Aku tidak apa-apa, phi." Jawab P'Tae.

"Dimana kamu sekarang? Katakan kepadaku lokasi kamu berada atau katakan saja kamu sedang di jalan mana, atau bangunan apa pokoknya itu adalah sebuah petunjuk untuk phi, supaya phi bisa menjemput kamu untuk pulang."

"Aku ..." Aku tiba-tiba mulai bingung.

Entah apa yang membuatku bingung, aku memikirkan bagaimana jika aku kembali bersama P'Tae ke rumah, pasti aku bertemu dengan ayah lagi disana dan aku akan dibuang lagi olehnya. Aku takut jika ayah nanti membuangku lagi, aku tidak mau dibuang lagi. Aku suda cukup merasa hancur saat di buang oleh ayah kemarin dan terluntang-lantung seharian.

"Tee .." aku tersadar dari lamunanku karena P'Tae memanggilku lagi.

"Yaa?" jawabku.

"Cepat kasih tahu aku dimana kamu sekarang, supaya aku bisa menjemputmu pulang."

"Aku tidak mau pulang, P'Tae." Ucapku yang lembut padanya. Mungkin saja ia terkejut mendengar jawaban dariku baru saja, suaranya tidak terdengar lagi setelah itu karena mungkin ia sedang terdiam sekarang.

"Kenapa, Tee? Apa kamu sudah tidak menyayangiku lagi? Apa kamu sudah marah kepadaku karena aku tidak mencarimu?" tanyanya kemudian.

"Tidak, phi."

"Phi minta maaf, Tee. Phi benar-benar minta maaf. Phi tidak tahu kalau ayah akan melakukan hal yang sekeji itu. Phi sudah mencarimu selama ini, dua hari phi mencarimu tapi phi tidak bisa menemukanmu. Dimana kamu sekarang, Tee?"

"Aku tidak mau pulang, phi. Aku tidak mau. Jika aku pulang, ayah akan berusaha untuk terus membuangku supaya aku bisa pergi dari kehidupanmu dan tidak membebanimu lagi."

"Aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi kepadamu lagi, Tee."

"Apa kamu merasa terbebani olehku, phi?" tanyaku saat itu karena aku masih terngiang oleh ucapan ayahku yang begitu menyakitkan itu.

"Apa maksudmu, Tee? Apa yang kamu katakan ini."

"Katakan kepadaku, phi. Apakah selama ini kamu merasa terbebani olehku?" tanyaku lagi, "Ayah bilang padaku bahwa aku selalu membebani hidupmu, aku selalu menyusahkanmu, dan aku selalu membawa kesialan untukmu. Karena aku sudah menjauhkanmu dari ayahmu, apakah semua itu benar phi?" lanjutku yang terus bertanya kepadanya.

"Tee, dengarkan aku."  Ucapnya memintaku.

"Apakah selama ini kamu masih belum yakin kepadaku? Aku selalu menjagamu, selalu menyayangimu, selalu memerhatikanmu setiap saat. Apakah kamu masih bertanya padaku apakah kamu menyusahkan buatku? Jika kamu mengerti hal itu, maka jawabannya 'tidak', tapi kenapa kamu justru percaya kepada ayah akan semua itu?" sambungnya.

"Maafkan aku, phi. Aku hanya ingin tahu kesalahanku supaya aku tidak akan pernah menyusahkan kamu lagi." Ucap sedihku yang memahami hal itu.

Ma babyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang