18. Will You Marry Me ... Again?

18.5K 829 9
                                    

Senyum Meira terukir ketika memperhatikan Clarissa bersama Tiara yang tengah berbincang sambil bermain pasir di dekat bibir pantai. Ia seperti bisa merasakan euforia Tiara yang telah nyaris 5 tahun tidak bertemu putrinya. Clarissa tampak nyaman bersama Tiara. Bagaimana pun ikatan batin tidaklah bisa dipisahkan walau bertahun-tahun tak bersama.

Meira menopang dagunya dengan siku tangan kanan yang menempel pada meja kayu berbentuk bundar berwarna cokelat mengkilap. Ia teringat obrolannya kemarin sore bersama Clarissa saat menemaninya bermain di taman belakang rumah.

"Ibu kandung? Apa itu ibu kandung, Bunda? " tanya Clarissa.

"Ibu yang sudah melahirkan Clarissa."

Clarissa terdiam sebentar, lalu mulai melangkah menuju garasi untuk mengambil sepeda. Meira mengikuti dan membantunya untuk mengeluarkan sepeda tersebut. Saat berjalan beriringan, Meira kembali berbicara.

"Nanti kita bertemu dengan mamanya Clarissa di pantai. Clarissa mau?"

Clarissa bersorak mendengar kata pantai. Ia semakin terlihat bersemangat. Di benaknya adalah bermain air dan pasir.

Mereka berhenti di halaman berumput yang selalu dipangkas rapi. Clarissa lalu mengayuh sepedanya mengelilingi halaman dengan riang. Meira mengamati setiap gerak-gerik Clarissa. Tersenyum melihat betapa masih polosnya bocah itu.

Sekarang Clarissa sudah bertemu dengan Tiara. Hati Meira seperti diguyur gerimis saat sejam lalu Clarissa bersalaman dengan Tiara. Apalagi saat Clarissa memanggil ibunya dengan sebutan tante. Ia bisa menangkap garis-garis kesedihan di kedua mata Tiara dan itu membuat dirinya merasa kasihan pada wanita itu.

"Its oke, Ra. Dia belum akrab dan dia belum paham." Revan berusaha menenangkan Tiara saat wanita itu terlihat sedih saat mendengar Clarissa memanggilnya dengan sebutan tante.

"Bersabarlah. Pelan-pelan saja," tambah Meira. Tiara mengangguk pelan sambil tersenyum tipis.

Meira sedikit berjengkit ketika suara Revan membuyarkan lamunannya. Ia menoleh pada Revan yang kini duduk di seberangnya.

"Kamu nggak ikut main?" Revan membuka percakapan.

"Biarkan mereka berdua saja." Meira menjawab dengan posisi yang masih memandangi Clarissa dan Tiara.

Revan ikut memperhatikan putri dan mantan istrinya yang terlihat akrab. Senyum kecil terukir di sudut bibirnya. Ia meminum es caffuccino-nya hingga tersisa setengah gelas. Kemudian memandangi Meira.

"Mei," panggil Revan.

"Ya." Meira menoleh dan kini memposisikan dirinya berhadapan dengan Revan.

"Aku mau ngajak kamu ke suatu tempat. Hanya kamu dan aku."

Meira terdiam dengan jantungnya yang kembali dipenuhi debaran. Ia mengaduk-aduk es cokelat miliknya dengan pipet plastik berwarna putih. Tangannya mendadak berkeringat meskipun angin sedang bertiup cukup kencang.

Revan menatap lekat pada Meira. Tentu saja tatapannya membuat wanita itu semakin salah tingkah.

"Apa kamu mau?" tanya Revan.

Meira menyedot es cokelatnya lagi. Ia membalas tatapan Revan sekilas, lalu mengalihkan matanya ke ombak yang tengah bergulung-gulung.

"Mei," panggil Revan lagi.

"Hmmm ...." Meira seperti seorang gadis remaja yang akan diajak kencan oleh lelaki impiannya. Pelan-pelan ia mengangguk.

Senyum lebar menghiasi wajah Revan. Ia merasa di dadanya bagai ada nyala kembang api.

❤❤❤

Andi Mahesa mengunyah makanannya seraya menatap tajam pada Revan yang duduk di dekatnya. Lalu, ia menghempaskan sendok ke piring hingga mengeluarkan suara keras, membuat semua yang ada di sekitarnya menoleh ke arahnya.

Bunga Tanpa MahkotaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang