Setiap orang tentu punya alasannya sendiri untuk terus hidup. Dan selama mereka masih hidup, akan menjadi sebuah hal yang sia-sia bila mereka tak punya prinsip. Karena segala sesuatu pada dasarnya hanya berputar di sekitar prinsip hidup. Kau tak akan melakukan hal yang bukan menjadi prinsip hidupmu, karena itu memang bukan dirimu. Mau kau memakai topeng apapun juga, prinsip ini yang akan terus membatasi sampai mana kau harus berpura-pura menjadi orang lain.
Dan dalam hidup Boram, prinsip hidup terbesarnya hanya satu.
Jika hidup dapat dijalani dengan hal yang mudah, mengapa ambil jalan yang rumit?
Itu sebabnya hanya beberapa orang yang tertarik untuk bergaul dengan Boram karena sifat gadis itu yang cuek. Jika memang tak ada kepentingan dengannya, ia tak akan terlalu peduli. Dengan begitu, ia akan dengan mudah menjalani kehidupannya yang sudah rumit itu.
Jadi saat ia terbangun hari ini, sampai di sekolah, dan melewati beberapa jam pelajaran, ia benar-benar bersikap kelewat cuek terhadap pertanyaan dan bisikkan orang-orang berseragam putih dan cokelat itu tentang dirinya dan Namjoon. Semua hanya ia tanggapi dengan pertanyaan “Darimana kau tahu itu?” Dan setelah dijawab, maka ia hanya akan tersenyum dan diam.
Pertanyaan-pertanyaan itu mulai ramai muncul sehari setelah malam di mana Hoseok dan Boram melakukan konversasi singkat di telepon. Bukan Hoseok yang membocorkannya, ‘kan? Membocorkan sebuah rahasia terdengar sangat tidak Hoseok sekali. Meskipun sahabatnya itu benar-benar berisik, tapi untuk membocorkan sesuatu yang tidak terlalu penting—rasanya Hoseok terlalu sibuk untuk hal itu.
Bukan. Dirinya dan Namjoon bukanlah pasangan terkenal di sekolah. Sama sekali jauh dari itu. Banyak orang yang membicarakannya karena memang sejak dari hari pertama Namjoon pindah ke sekolah ini, atensi gadis-gadis ini langsung terpusat pada Namjoon. Pemuda itu bahkan mendapat banyak sekali makanan ringan di minggu pertamanya dari junior maupun angkatannnya dan kiriman pesan semangat di ponselnya. Selera gadis-gadis di sekolah juga langsung meningkat. Jika ditanya “Seperti apa tipe idealmu?” maka mereka tak akan segan menjawab “Yang penting seperti Kim Namjoon.”
Boram sama sekali tak keberatan soal itu. Jika kau ingin tahu seberapa cuek Boram itu, perlu kau tahu bahwa gadis itu bukannya menentang atau terganggu, malah hal yang terlintas di pikirannya adalah, “Jadi ini, rasanya diperhatikan bahkan oleh orang yang tak pernah kau perhatikan. Aku jadi merasa seperti salah satu member grup idol terkenal.”
Ya, sebegitu cueknya.
Mungkin itu daya tarik tersendiri bagi Namjoon untuk benar-benar mengenal gadis itu lebih dalam. Menembus lapisan bentengnya di mana ia sama sekali tak peduli dengan dunia.
“Joon,” panggil Boram saat mereka hendak kembali ke kelas setelah istirahat. Kali ini koridor sekolah nampak lebih kosong karena siswa junior hari ini mengadakan studi wisata keluar sekolah, sehingga hanya ada angkatannya dan angkatan kelas dua saja di sekolah.
“Hm?”
“Aku hanya penasaran, sudah berapa kali kau ditanyakan tentang aku?” Boram menunduk, memainkan kedua tangannya.
“Entahlah, aku tak menghitungnya mungkin karena aku menyukainya.” Namjoon terkekeh.
“Tidakkah kau terganggu akan hal itu? Maksudku, saat ada orang yang mencampuri urusanmu sendiri.”
“Sekarang biar kutanyakan padamu. Apa kau merasa terganggu saat orang-orang bertanya soalku?” Kini atensi Namjoon terarah penuh kepada Boram. Gadis itu dengan cepat menggelengkan kepalanya. “Tentu saja tidak, Joon. Tidak sama sekali.”
“Maka kurasa kau juga tahu bahwa aku juga tidak sama sekali terganggu oleh pertanyaan dan rumor itu.” Namjoon tersenyum dengan manis. Pria bermarga Kim itu tentu tahu cara memperlakukan wanita, apalagi saat ia meneruskan kalimatnya dengan lesung pipi yang masih mencuat di kedua pipinya, “Dan aku senang ketika kau bilang bahwa aku adalah urusan pribadimu. Kurasa aku harus mengiyakan pernyataan yang satu itu.” Namjoon terkekeh menang.
![](https://img.wattpad.com/cover/161429224-288-k607606.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Panacea ✓
Fanfiction[SUDAH DITERBITKAN] Panacea - A Kim Namjoon Fan Fiction Berawal dari cambukan tak kasat mata yang ditorehkan pada punggung, Na Boram, gadis delapan belas tahun itu, tak punya banyak pilihan selain terus bersandiwara menjadi manusia sempurna, atau me...