Apakah pernah dikatakan, bahwa Boram adalah tipe perempuan idaman—baik untuk kaum adam maupun hawa? Maksudnya, banyak sekali perempuan lain yang iri melihat Boram, dengan senyumnya yang selalu indah setiap hari. Rasanya gadis itu benar-benar independen, dewasa, dan kuat. Namun gadis itu juga tahu kapan harus bercanda, kapan harus serius. Secara fisik juga gadis itu adalah seorang pemanah di sekolahnya, jadi sudah pasti ia memiliki proporsi tubuh yang baik.
Apalagi, kini gadis itu telah dikenal menjadi gadis yang beruntung. Bagaiman tidak? Sebagian besar siswi di Gyeonglim benar-benar tergila-gila akan Kim Namjoon. Dan Boram mendapatkan hatinya. Jika di antara siswi kelas satu dan dua ditanya, siapa panutan kalian, banyak yang menjawab Na Boram.
Untuk laki-laki. Tak usah ditanya. Siapa yang tidak ingin memikiki kekasih seorang atlet dengan paras yang cantik dan kepribadian yang dewasa? Hoseok saja pernah menyukai gadis itu saat mereka kelas empat di sekolah dasar. Kata bocah umur sembilan tahun itu, mimpinya adalah menikah dengan Boram dan membangun istana besar untuk mereka. Namun Boram memang terkenal dengan gadis yang menutup rapat-rapat hatinya. Seperti kata Eomma, ia tak ingin cepat percaya kepada orang.
Jadi setelah Boram pergi dari atap sekolah dan memasuki ruangan, yang ia dapat dari teman-temannya adalah wajah yang khawatir akan keadaannya. Terlebih pemuda yang duduk di baris ketiga itu yang telah menegakkan tubuhnya mulai dari saat Boram melangkah memasuki ruangan. Ini juga menjadi hal yang biasa untuk Boram. Dan pada saat ia melihat wajah-wajah itu, yang ia lakukan hanyalah satu.
Tersenyum.
Seolah mengatakan bahwa dirinya betul-betul dalam keadaan yang baik, ia kemudian menyusul teman-temannya untuk merapikan tas. Beberapa dari mereka sempat menanyakan keadaan Boram, namun Boram membalas itu semua dengan tepukan hangat di pundak dan senyum yang meyakinkan, “Sungguh, aku baik-baik saja. Terimakasih.”
Jika yang digambarkan di atas adalah betapa sempurnanya Boram, kalian tentu ingat, bahwa tak ada manusia yang sempurna di dunia ini, bukan? Dan siswi yang sedang tersenyum kepada teman-temannya itu adalah manusia. Dan itu berarti, ia juga tidak sempurna.
Inilah ketidaksempurnaannya. Ia selalu mempunyai berjuta topeng yang begitu cantik, sehingga ia tak tahu sebenarnya di balik topeng itu, seluruh kecantikannya itu telah digerogoti luka yang tak kunjung kering—bahkan bernanah. Bukannya ia jahat. Di balik topeng itu bukanlah sisi jahat dari dirinya. Namun ia berusaha menyembunyikan dirinya yang lemah itu. Ia benci menerima belas kasihan dari orang lain, maka ia berpura-pura kuat di depan dunia.
Dan semakin lama topeng itu menempel di wajahnya, ia benar-benar tidak sadar bahwa dirinya perlahan-lahan hancur dan menghilang. Ia tak tahu lagi siapa dirinya. Ia terlalu sibuk untuk menjadi seseorang yang berbeda untuk diterima dunia. Topeng berbeda untuk tempat yang berbeda. Itu semua sudah kelewat biasa.
Boram menyebutnya dengan bertahan hidup.
Bel pulang sekolah telah berdering, menyisakan kedua siswa di ruang kelas. Karena Boram terlambat merapikan tas, jadi ia harus keluar sedikit lebih lambat dari biasanya. Satu lagi? Sudah dipastikan Kim Namjoon.
“Kau sudah baikan?” Langkah kaki Namjoon tergerak menghampiri Boram yang hampir selesai itu. “Ya, sedikit lebih baik dari tadi.” Boram menyunggingkan senyum itu lagi—senyum indah yang terkadang Namjoon benci.
Pemuda itu adalah satu-satunya yang tahu bahwa gadisnya tengah berada dalam proses kehancuran. Menghancurkan diri sendiri lebih tepatnya. Sejak pertama kali melihat Boram, ia benar-benar ingin menghapus senyum itu dan mengganti dengan senyum yang memang berasal dari hati Boram. Ia berhasil melakukannya, tapi ketika ibunya pergi, senyum itu kembali lagi.
“Ya, sedikit lebih baik. Tapi kau masih tidak dalam keadaan yang baik, Boram.” Namjoon terus memperhatikan gadisnya lekat.
Ingat perkataan Boram tentang seberapa percayanya ia dengan pria itu? Inilah buktinya. Ia akan hanya menunjukkan bahwa ia butuh bantuan hanya kepada Namjoon dan Hoseok. Jadi, setelah Namjoon berkata seperti itu, senyum indahnya diganti oleh senyum pahit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Panacea ✓
Fanfiction[SUDAH DITERBITKAN] Panacea - A Kim Namjoon Fan Fiction Berawal dari cambukan tak kasat mata yang ditorehkan pada punggung, Na Boram, gadis delapan belas tahun itu, tak punya banyak pilihan selain terus bersandiwara menjadi manusia sempurna, atau me...