" Lagi ? "
Rasyel memandang tak percaya ke arah Jevan. Dua hari ini cowok itu selalu membawakannya makanan. Mulai dari macaroon kemarin. Sekarang digantikan oleh donat.
" Lama-lama aku gendut Jevan monyet. "
Cengiran Jevan berubah menjadi decakan sebal. Cowok itu tidak suka dipanggil monyet. Karena menurut Jevan, wajahnya itu tampan seperti Martin Garrix bukan seperti monyet Goa Kreo.
" Besok-besok belum tentu gue bawain kue buatan mama gue, mblo. "
Rasyel memutar kedua bola matanya. Malas meladeni Jevan yang kadang suka tidak waras seperti saat ini. Tanpa mendebat Jevan lagi, Rasyel segera mengambil satu donat yang dihiasi coklat putih dengan beberapa potong buah strawberry. Jevan juga melakukan hal yang sama. Cowok itu mengambil donat dengan coklat diatasnya.
Jika kalian berpikir donat tersebut akan dibagikan oleh beberapa teman di kelasnya saat ini, maka itu salah. Jevan dan Rasyel kembali menghabiskan makanan itu. Sebelum bel masuk berbunyi, Jevan sempat mengajak Rasyel ke taman belakang lagi. Rasyel hanya bisa mengikuti Jevan walaupun dia sedikit takut ke taman belakang.
Rasyel mengamati wajah Jevan dengan tatapan serius. Menelusuri tulang wajah cowok itu. Sama. Ya, jika Jevan berdiri agak jauh dengan Revan maka kedua cowok itu terlihat sama perawakannya. Tapi, jika dilihat dari dekat hanya sedikit kemiripan mereka.
Mungkinkah Jevan itu kembar ? Pikir Rasyel yang masih menatap wajah Jevan dari sisi kiri.
" Lihatnya enggak usah lama-lama. Entar naksir baru tahu lo. "
Kembali Rasyel mendengus. Menghembuskan nafasnya sebelum berdiri. Berjalan meninggalkan Jevan yang kini asyik tertawa di belakang Rasyel. Absurd. Jevan memang selalu begitu. Bagi cowok itu menggoda Rasyel adalah kepuasan tersendiri bagi Jevan. Wajah kesal Rasyel membuatnya bahagia dan ingin terus menjahili cewek itu.
Jevan sampai di kelasnya sepuluh menit kemudian. Mencari keberadaan Rasyel di dalam kelas itu. Tapi, Rasyel sama sekali tidak ada di kelas itu. Hanya ada beberapa murid yang sibuk bercanda dan membawa papan nama keluar kelas. Fokus Jevan berpindah ke lapangan upacara. Ada banyak murid baru di sana.
Rasyel memang sengaja langsung menuju ke lapangan upacara setelah dari taman belakang tadi. Sebelumnya cewek ini meminta tolong pada Jingga untuk membawakan papan namanya. Ekor mata Rasyel menangkap keberadaan Jevan. Cowok itu sudah berdiri tepat di sampingnya.
Memang acara untuk hari terakhir MOPD ini dilakukan sedikit lebih awal dari jam yang seharusnya. Semua murid sudah membawa serta balon gas seperti yang ditugaskan hari sebelumnya. Sama seperti hari pertama pembukaan, kepala sekolah melakukan orasi berkepanjangan lagi di atas podium. Ada beberapa murid yang langsung muram wajahnya karena orasi itu. Begitu pun dengan Rasyel. Cewek ini sempat menguap karena mengantuk. Beruntung dia tidak mudah pingsan seperti Olivia.
" Oke adik-adik. Sekarang kita sama-sama melepas balonnya ya. Dalam hitungan ketiga kita lepas ya. "
" Satu. "
" Dua. "
" Tiga. "
" Lepas semua. "
Setelah berhitung bersama kakak OSIS di depan sana, Rasyel langsung melepas balon warna biru miliknya. Bertepuk tangan seperti yang lain. Senyuman tak pernah lepas dari wajah manis Rasyel.
Mudah-mudahan habis ini aku enggak satu kelas sama Jevan.
Rasyel membuka kedua matanya yang tadi tertutup. Berharap doanya terkabul untuk tidak berada satu kelas lagi dengan Jevan. Tidak, Rasyel bukannya tidak suka. Jevan orang yang menyenangkan. Mudah diajak berkomunikasi. Hanya saja, Rasyel malas dengan tingkah ajaib cowok itu. Memusingkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Seventeen //PAA(2)
Teen FictionSi ganteng yang menyukai si manis. Si manis membenci si ganteng tapi tetap menjadi teman baiknya. Si manis juga menyukai si pandai. Si pandai yang sudah menjadi pacar si cantik. Si cantik yang menyimpan rasa pada si ganteng. Cerita masa putih abu...