8| Gagal

13 3 0
                                    

Harum nasi goreng masuk ke dalam indra penciuman Jevan. Pagi-pagi begini pasti mamanya sudah sibuk di dapur. Cowok itu sudah tampil rapi sejak lima belas menit yang lalu. Sekarang yang dilakukan Jevan adalah membersihkan lensa kacamata miliknya. Sepertinya ide untuk memakai kacamata ada bagusnya juga. Tapi, kalau dirinya memakai kacamata pasti semua temannya akan tahu kalau dia dan Revan itu kembar. Sebenarnya yang bermata sedikit minus itu Jevan dan bukan Revan. Entah apa alasannya adik kembarnya itu memakai kacamata. Sedangkan Jevan sudah lama tidak memakai kacamata miliknya.

Jevan berjalan menuju ruang makan. Ada mamanya dengan Revan di sana. Seperti biasa adiknya itu sedang berkutat dengan buku tebal berisi rumus-rumus perhitungan. Dan karena hal ini, haruskah Jevan mengutuk hari senin ? Bolehkan Jevan mengatakan kalau hari senin itu adalah hari yang sangat membosankan. Jika boleh memberikan usulan, Jevan akan mengganti hari senin sebagai hari minggu. Kalau perlu tujuh hari itu diberi nama minggu semua agar tidak ada hari kerja.

" Lo enggak bosan apa Van ? Dari seminggu kemarin gue lihat lo baca buku itu aja. "

Revan hanya melihat kakak kembarnya sekilas. Rasanya malas untuk meladeni pertanyaan Jevan. Revan memilih menutup bukunya. Menyendok nasi goreng yang sudah tersaji dalam piring di depannya. Membiarkan Jevan mencebik kesal ke arahnya.

" Papa semalam telepon. Dia tanya soal lo, Van. Kangen kayaknya. "

" Hm. "

Lista yang kembali dengan dua gelas susu putih hangat hanya menggelengkan kepalanya. Dua putranya jarang sekali terlihat akur akhir-akhir ini. Tidak, lebih tepatnya saat perpisahan antara dirinya dengan Bagus. Bahkan Lista sering berpikir kalau Revan yang selama ini tinggal bersamanya selalu ingin menjadi seperti Jevan. Salahkah Lista kalau dia sebenarnya lebih menyayangi Jevan ? Putra pertamanya itu sangatlah penurut. Sedikit berbeda dengan putra bungsunya. Revan memang agak susah diatur. Tapi dari yang Lista lihat, sejak sekolah menengah pertama Revan berubah. Revan menjadi anak yang sedikit penurut.

" Kamu naik sepeda lagi Je ?"

Jevan mengiakan pertanyaan mamanya lewat anggukan. Masih asyik mengunyah nasi gorengnya. Lista diam, berganti mengamati Revan. Meskipun keduanya kembar, tapi sifatnya berbeda jauh sekali.

" Kenapa enggak naik mobil aja barengan sama Revan. Kan mobil mama juga buat transportasi kalian. "

Jevan menggeleng, " Biar Revan aja ma, toh nanti Revan barengan sama mama dan Pak Pur kan ?"

Benar yang dikatakan Jevan. Mamanya nanti akan pergi keluar bersamaan dengan keberangkatan sekolahnya juga Revan. Dan Jevan dengan senang hati membiarkan Revan berangkat berbarengan dengan mamanya.

" Jevan berangkat ma, assalamu'alaikum. "

" Waalaikumsalam. Hati-hati di jalannya Je. "

Memakai kacamatanya Jevan melangkah menuju ke kelasnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Memakai kacamatanya Jevan melangkah menuju ke kelasnya. Jevan tahu kalau dia menjadi pusat perhatian. Terutama teman-teman sebayanya yang sama-sama kelas sepuluh. Tak jarang pula dari mereka memanggil Jevan dengan nama Revan. Sungguh, Jevan ingin tertawa karena panggilan itu.

Sweet Seventeen //PAA(2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang