Satu

16.5K 998 153
                                    

Jemari kokoh itu bergerak perlahan menelusuri punggung telanjang di bawahnya. Kulit lembut yang bergesekkan dengan kulit tangannya menimbulkan sensasi yang menggairahkan. Rasa-rasanya kegiatan panas yang ia lakukan beberapa waktu lalu belum cukup untuk memuaskan hasrat tubuhnya. Ia menginginkan lagi, lagi, dan akan terus seperti itu. Karena semua hal yang berkaitan dengan wanita merah muda ini begitu istimewa.

Sasuke mengamati wajah damai itu. Suara dengkuran halus yang keluar dari wajah menawan itu membuatnya menarik sedikit simpul senyumnya. Bahkan dengan rambut yang terlihat kusut serta keringat yang masih tersisa di kulit putih pucat itu, Sakura tampak semakin menawan.

Ponsel di atas nakas berdering. Sasuke menatapnya tajam. Dia melirik ke arah Sakura sebelum akhirnya meraih ponsel tersebut dan beranjak menjauh. Ia berdiri di samping jendela besar yang menampilkan semburat tipis merah di atas langit. Pagi hampir datang.

"Hn."

"Kau harus kembali, persiapan pertunanganmu harus segera diselesaikan." Terdengar helaan nafas di ujung sana. "Setelah itu konferensi pers akan dilakukan."

Tak ada sautan dari Sasuke. Pendangan lelaki itu jauh ke depan dan tak pernah ada yang bisa membaca arti tatapannya, kecuali wanita cantik yang kini nampak tak berdaya di atas kasur.

"Aku tau ini sulit. Tapi bertahanlah. Setidaknya demi Sakura."

Sasuke menoleh ke arah Sakura, pandangannya melembut dan ia merasakan perasaan membucah di dalam hatinya. Ia tak akan membiarkan Sakura jauh darinya apalagi sampai lepas dari genggamannya. Sakura miliknya. Dan di sisi Sasuke adalah tempat terbaiknya.

"Hn." Sahutnya pelan.

***

Hawa dingin pagi hari membuat Sakura menggeliat pelan di kasurnya. Ia merasakan jika selimut merosot dan hanya menutupi tubuh bagian bawahnya. Pantas saja tubuhnya kedinginan.

Tapi Sakura tak mempedulikkan selimutnya, ia menggerakkan tangannya ke sisi lain tempat tidur yang ternyata terasa dingin. Perlahan kedua matanya terbuka, menampilkan emerald indah yang tampak bersinar.

Sakura bangun dan mendudukkan dirinya. Tangannya bergerak sekali lagi untuk mengusap sisi kasur yang tak ditempatinya. Benar-benar dingin. Netranya lalu beralih pada jam di atas nakas, dan desahan kecewa lolos dari bibir mungilnya. Nyatanya hari masih terlalu pagi, tapi Sasuke sudah lama beranjak dari tempat tidur.

Tak perlu bertanya mengapa Sakura nampak tidak terlalu kaget. Sebab ini bukan pertama kalinya ia ditinggal begitu saja di atas ranjang mereka. Sasuke sering tiba-tiba pergi tanpa pamit. Dan saat ini mungin lelaki itu sedang berada di jalan. Melakukan pekerjaannya.

Sakura meraih selimut dan melilitkannya ke sekeliling tubuh. Dia bangkit dan berjalan ke arah jendela besar. Matahari sudah terlihat, tapi cahayanya nampak remang-remang tertutup kabut.

Sakura selalu menyukai pemandangan ini sejak ia pindah ke sini empat tahun lalu. Rasanya menenangkan menyaksikan bagaimana alam berbicara dengan caranya yang lembut.

Namun sebanyak apapun ia menyukai tempat tinggalnya saat ini, Sakura akan tetap memilih Konoha sebagai tempat terbaik, sebab di sana ia bisa setiap hari melihat Uchiha Sasuke, lelaki yang dicintainya.

Jika di Konoha, Uchiha Sasuke selalu punya waktu setiap hari untuknya, namun di kota kecil yang jaraknya jauh di Utara Konoha itu, ia hanya mempunyai waktu beberapa hari dalam sebulan untuk menghabiskan waktu dengan lelaki itu. Selebihnya, ia akan ditinggalkan sendiri di sana dengan beberapa orang pelayan.

Beberapa kalipun ia memohon agar lelaki itu membawanya kembali ke Konoha, Sasuke terus menolak. Dan itu terkadang membuatnya berpikir jika ada yang disembunyikan lelaki itu darinya. Sebab di kota yang cukup terisolir ini, Sakura bahkan tak memiliki ponsel ataupun alat elektronik lain yang bisa ia gunakan untuk mengetahui hal-hal yang terjadi di luar sana. Satu-satunya alat komunikasi yang ia miliki adalah telepon kabel yang selalu berdering setiap malam, tanda jika Sasuke menelponnya.

Another WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang