Sembilan

5.2K 581 78
                                    

Sakura mengiris kecil-kecil potongan daging scalop, kemudian memasukkannya ke dalam panci bersama bubur yang sudah setengah matang. Selain scalop, Sakura juga menambahkan beberapa potong gingseng agar bubur terasa hangat di dalam tubuh. Ia lalu mengaduknya perlahan dan mengecilkan api kompor agar buburnya tidak hangus.

Semua dilakukannya sendiri. Ia bahkan mengusir Rin agar menjauh dari dapur.

Sakura berniat membuatkan bubur ini untuk Temari. Sebab wanita hamil itu mengeluh jika tubuhnya tidak terasa nyaman saat menelpon tadi. Dan ia jadi merasa khawatir.

Saat pikirannya sedang berkeliaran memikirkan keadaan wanita pirang berkuncir itu, tubuhnya tiba-tiba terangkat hingga ia memekik keras dan menjatuhkan sendok soup di tangannya.

"Kau terkejut kan?" Sasuke tertawa dibelakangnya dan dia memberikan kecupan pada pundak wanita itu.

Sakura menarik nafas dalam sebelum akhirnya berseru kesal. "Sasuke-kun!"

Tawanya tak berhenti. Wajah kesal Sakura membuat tawanya semakin keras. Wanita ini sungguh menggemaskan.

Dia menurunkan Sakura tanpa melepas pelukkannya. Kecupan ringan ia daratkan di seluruh wajah Sakura. "Kenapa kau begitu menggemaskan?"

Sakura tak meresponnya karena masih merasa kesal.

Sasuke tersenyum maklum. Dia memberikan kecupan terakhir sebelum kemudian menatap Sakura dengan wajah menyesal. "Maaf sudah membuatmu terkejut." Dia melepaskan pelukannya dan meraih kedua tangan Sakura, lalu mengecup punggung tangannya dengan lembut. "Aku dimaafkan kan?"

Sakura mengangguk kecil, lelaki ini selalu tau bagaimana mengambil hatinya. Dan Sasuke langsung menariknya ke dalam pelukkan.

"Ah, aku merindukanmu." Ucapnya.

"Aku juga sangat merindukanmu." Balas Sakura. Dia balas memeluk Sasuke dengan erat. "Tapi kau terlihat begitu senang. Apa ada hal baik yang terjadi?"

Sasuke melepas pelukkannya dan menatap Sakura dengan luapan kebahagian di wajahnya. "Ayah sudah mulai mempercayaiku. Dia memintaku memegang anak perusahan Amaterasu, Saku."

"Sungguh?" Sasuke mengangguk dengan semangat. "Selamat, Sasuke-kun!" Sakura langsung memeluk lelaki Uchiha itu.

Sejak dulu Sakura tau jika Sasuke selalu ingin mendapatkan pengakuan dari ayahnya. Bahkan lelaki itu menyerah dengan ilmu astronomi yang disukainya, lalu beralih mempelajari bisnis demi terlihat baik di depan ayahnya.

Dan Sakura mengetahui semua pengorbanan yang dilakukan putra bungus Uchiha Fugaku tersebut. Jadi mendengar penuturan Sasuke, dia merasa sangat bangga pada lelaki itu.

"Aku tau kau pasti akan berhasil."

"Ini semua karena kau selalu ada di sisiku dan memberikan semangat padaku." Sasuke mengecup dahi Sakura. "Terima kasih."

Sakura menggeleng. "Semua terjadi karena kau memang berbakat dan seorang pekerja keras. Tuhan melihatnya. Dan inilah hasil dari semua usahamu, Sasuke-kun."

Sakura selalu bisa mengatakan kalimat indah. Sasuke tersenyum lembut mendengarnya. Dia bersyukur karena memiliki wanita ini.

"Tapi," Sasuke melirik ke arah panci yang sedikit mengeluarkan bau hangus. "apa yang sedang kau buat? Sepertinya masakanmu hangus."

Sakura membulat terkejut. Dia langsung mematikan kompor dan mendesah melihat buburnya sedikit kecokelatan. "Buburku." Keluhnya.

Sasuke tertawa kecil dan mengecup pipi kekasihnya itu. "Kau bisa membuatnya lagi nanti."

"Tapi aku harus membuatnya sekarang karena akan kuberikan pada Temarin-nee." Sakura mengaduk-aduk buburnya dengan wajah tertekuk lesu. Pada bagian dasar panci, buburnya yang hangus terlihat semakin pekat.

"Temari?" Dia menaikkan alisnya berpura-pura tak tau.

"Teman yang kuceritakan waktu itu." Sakura mencoba menjelaskan. "Sepertinya dia sedang sakit. Jadi aku ingin membuatkan bubur ini untuknya. Tidak apa kan?" Sakura sedikit khawatir dengan reaksi kekasihnya ini.

Sasuke tersenyum tipis. Dia mengusap surai merah muda Sakura dengan lembut. "Tentu saja." Mendengar itu Sakura tersenyum lebar. "Kau bisa melakukannya jika ingin." Dia menarik Sakura ke dalam pelukannya.

Begitu Sakura tak bisa melihat raut wajahnya, ekspresi Sasuke seketika berubah. Dia menatap tajam bubur yang hampir hangus itu.

***

Gaara menyentuh rambut yang menempel di dahinya. Ternyata sudah cukup panjang. Sepertinya ia harus meminta Temari untuk merapikan rambutnya lagi.

Dia melihat jam di pergelangan tangannya. Jam sembilan pagi. Seharusnya Sakura sudah berada di sini. Gaara menyibak rambutnya kebelakang dan menatanya agar terlihat lebih baik.

Kepalanya menengok ke arah ruang keluarga. Namun tak mendapati wanita merah muda itu. Hanya ada Temari yang duduk sendirian di sana. Kepalanya kembali menoleh ke sekeliling, dan tetap tak menemukan Sakura.

"Kau sudah selesai mandi?" Tanya Temari begitu menyadari keberadaan adik bungsunya.

Gaara mengangguk dan mendudukan dirinya di sisi Temari. "Nee-chan sudah merasa lebih baik?"

Temari mengangguk. "Hanya masih sedikit lemas saja."

"Lebih baik nee-chan beristirahat saja di kamar." Sarannya.

Namun wanita berkuncir empat itu menggeleng tegas. "Aku bosan di kamar sejak pagi."

Dia membuka kotak bento berwarna peach yang berada di atas meja. Gaara bahkan baru menyadari keberadaan kotak bento tersebut.

"Nee-chan memesan makanan?"

Temari menggeleng. "Sakura yang mengirimkan ini."

Mendengar nama Sakura, Gaara menjadi lebih bersemangat. "Lalu dimana Sakura-san?"

"Pelayannya yang mengantarkan kotak bento ini. Wah~" Dia menghirup aroma gurih dari bubur yang dibuat Sakura.

Gaara mendadak lesu. "Jadi dia tidak ke sini hari ini." Gumamnya pelan, jelas sekali kecewa. Padahal dia ingin sekali bertemu wanita itu.

"Kau mau buburnya, Gaara? Kelihatannya enak."

Gaara menarik senyum tipis. "Nee-chan saja yang memakannya."

Sambil memperhatikan kakaknya menyantap bubur buatan wanita merah muda itu, Gaara tak bisa menghentikan perasaannya yang bergejolak ingin melihat Sakura.

***

Another WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang