Dua Puluh Tujuh

1.4K 242 30
                                    

Sakura merasa jantungnya berdetak semakin cepat. Mirip seperti saat ia pertama kali berlari satu putaran penuh tanpa istirahat bersama Sasori yang waktu itu mengajaknya berolaraga. Sakura sampai merasa dia bisa mendengarnya seperti tabuhan genderang yang keras.

Ini sudah lebih dari tiga tahun sejak dia begitu intim dengan lelaki. Dan pikirannya berkelana kemana-mana.
Hampir saja ia berjengit saat tangannya merasakan benda itu berdenyut. Oh Tuhan.

Sakura meneguk salivanya, mendadak tenggorokannya kering. “Entahlah.” Suaranya kini terdengar lirih seperti bisikan. “Yang kutau lelaki harus mengosongkan testis mereka.”

“Dan lelaki mana yang kau maksud, Saku?” Sakura berjengit. Sasuke mencengkeram tangannya semakin erat. Dan dibawah tatapan tajam Uchiha Sasuke, kepercayaan dirinya sedikit turun. “Untuk hal vulgar semacam ini, harusnya hanya aku yang membahasnya denganmu.”

“Tidak ada.” Jawabnya cepat. Sasuke seperti ingin mencekiknya sekarang. “Jangankan berdekatan dengan lelaki lain, mencoba berbicara dengan mereka pun susah sekali. Ini semua berkat kau yang mengurungku selama ini. Butuh waktu lama bagiku untuk bisa bersosialisasi.”

“Kalau begitu dari mana kau tau tentang ‘mengosongkan testis‘ ini?”

Sakura mencebik. “Aku hanya berspekulasi.” Karena kau selalu melakukannya setiap kali mengunjungiku, batin Sakura.

“Jadi tidak ada lelaki lain?”

Mata itu masih menatapnya tajam. “Tidak.” Jawab Sakura cepat.

Sasuke tertawa lirih awalnya, kemudian menjadi semakin besar saat emerald Sakura berkedip polos. Dia menarik wajah Sakura mendekat dan menciumnya. Pelan dan lembut. Bibirnya bergerak perlahan menyentuh setiap sisi mulut Sakura. Rasanya ia selalu ketagihan dengan mulut itu. Sasuke merasa sedang menghisap narkoba yang rasanya selalu berubah-ubah setiap kali ia mencicipi.

Ciuman itu terlepas saat Sakura mulai merasa pening karena kehabisan oksigen. Dia mendorong dada Sasuke dan lelaki itu melepaskannya. Wajah Sakura memerah. Dan pandangannya sedikit kabur sesaat.

Sasuke merebahkan kepalanya di bahu Sakura. “Apa yang harus kulakukan padamu, Sakura? Aku sudah terlalu jatuh cinta padamu.”

“Lepaskan aku kalau begitu.” Celetuk Sakura. Pandangannya sudah kembali normal, meski nafasnya masih putus-putus dan detak jantungnya masih berderap.

Sasuke mendongak. Onyx hitam itu menatap penuh sayang pada emerald Sakura. Mengapa mata bisa begitu indah? “Tidak akan. Kau terjebak bersamaku, sayang. Selamanya.”

“Menjadi simpananmu?” Sakura kembali bertanya dingin.

Sasuke menghela nafas. Sakura masih menyimpan luka lama yang ia torehkan. Tidak akan mudah membuat dia lupa. Atau mungkin Sakura tidak akan pernah lupa. Tapi ia akan membuktikan kalau cintanya hanya untuk wanita itu. Tidak pernah berubah. “Aku sudah pernah mengatakan kalau kau bukan simpanan. Dan tidak pernah menjadi simpananku. Kau wanitaku satu-satunya.”

Sakura memutar matanya. “Baiklah, anggap saja memang aku bukan simpanan.” Sasuke akan membantah, tapi Sakura langsung memintanya diam. “Tapi yang jelas aku bukan satu-satunya wanitamu.”

“Hanya kau wanitaku, Saku.”

“Tidak.”

“Iya.”

“Kau punya tunangan, ingat.”

Sasuke menggeleng. “Aku tak punya.”

“Please, aku bukan orang bodoh, Sasuke.”

“Ya, tentu saja. Kau wanita yang pintar, sayang.”

“Jadi jujurlah. Aku tau kau punya tunangan. Aku melihatmu bertunangan.”

“Aku sudah tak punya, sayang.” Jawab lelaki itu kelem. “Dia sudah mati.”

“Apa?”

Dengan senyum lembut, Sasuke kembali berkata. “Aku bilang tak punya, sayang. Dia sudah mati.”

Sakura mengerjapkan matanya berkali-kali. Terkejut dengan yang diucapkan Sasuke barusan. “Ap, maksudku kenapa? Bagaimana bisa?”

Sasuke mengedikan bahu, tak peduli. “Entah, mungkin memang sudah waktunya. Juugo memberitahuku beberapa hari yang lalu. Wanita itu mengalami kecelakaan.” Sasuke mengerutkan keningnya. “Jadi kau tidak tau kalau wanita itu kecelakaan?”

Sakura spontan menggeleng. “Aku sama sekali tak tau apapun. Sudah tiga tahun ini aku tak mencari info apapun mengenaimu.”

“Berarti kau tak tau kalau ayahku meninggal.” Gumamnya. Tetapi Sakura bisa mendengarnya jelas.

Kini Sakura terkejut bukan main. “Ayahmu? Kapan beliau meninggal?”

“Ah, sepertinya setengah tahun setelah kau pergi.” Ucapnya pelan sambil mencoba mengingat-ingat. Dia mengalihkan pandangannya ke arah lain. “Ibu bilang kalau dia sudah lama sakit. Dan yah, akhirnya dia meninggal.” Ucapnya tenang, seolah itu bukan apa-apa.

Namun Sakura justru merasa sebaliknya. Dia menyentuh pipi Sasuke dan membawa wajah itu menatapnya. “Kau tak apa?” Tanyanya khawatir.

Sasuke mendengus geli. “Tentu saja. Lagi pula kau tau bagaimana hubungan kami, sayang. Aku dan ayahku tak dekat. Nii-san bahkan mencelaku karena aku tak tampak sedih saat pemakaman.” Lanjutnya, seolah itu lelucon lucu.

Bagaimana mungkin tak sedih? Walau tanpa air mata, bukan berarti tak terluka.

Meskipun terkadang lelaki itu marah-marah dan menjelek-jelekan ayahnya di belakang. Namun Sakura selalu ingat kalau Sasuke bisa tersenyum lebar hanya karena sedikit pujian dari ayahnya. Bisa tertawa seharian hanya karena satu kata positif yang ayahnya berikan padanya.

Sasuke mengidolakan ayahnya, sejak dulu. Walaupun dia selalu menyangkal saat usianya semakin dewasa.

Dulu dia selalu berusaha melakukan hal-hal yang disukai ayahnya agar dia pun juga bisa disukai. Namun karena selalu dibanding-banding dengan kakaknya serta dituntut dengan banyak hal, Sasuke perlahan berubah menjadi anak yang dengki, pendendam, dan iri hati. Dia sering sekali memandang dunia dengan buruk. Memandang dunia sebagai tempat menjijikan.

Sakura menyaksikan bagaimana kelamnya hidup Sasuke saat itu. Dia tau yang dirasakan lelaki ini.

Sakura membawa tubuhnya mendekat pada Sasuke dan memeluknya. Kedua tangannya memeluk erat tubuh bidang itu. Dia tak mengatakan apa-apan, hanya tangannya yang bergerak perlahan mengusap punggung lebar Sasuke.

Butuh beberapa waktu sampai Sasuke balas memeluknya dan merebahkan kepalanya pada bahu Sakura. Tubuh lelaki itu sedikit terguncang dalam pelukannya. Sasuke memeluknya semakin erat, dia juga meremas pinggang Sakura kuat-kuat. Dia bahkan menggigit pundak Sakura untuk melepas seluruh frustasi dalam dirinya. Tetapi Sakura tak berkomentar. Dia tetap diam mengabaikan rasa sakit itu dan terus mengusap lembut punggung Sasuke.

***

Makin absurd? Ah entahlah.

Pokoknya selamat menikmati.

Another WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang