Lima

7.1K 790 164
                                    

Sasuke memandang putus asa pada pintu di hadapannya. Sudah tiga puluh menit ia menunggu, tapi wanita di dalam sana masih enggan membukakan pintu baginya.

Ini adalah salahnya dan terus menohon adalah satu-satunya cara yang harus ia lakukan.

"Sakura, please. Bukakan pintunya, sayang."

Klik.

Terdengar kunci pintu yang dibuka, Sasuke bernafas lega. Sakuranya memang bukan wanita yang pemarah. Karena dia sangat mencinta—

"Apa yang kau lakukan?" Tanya Sasuke tajam.

Sakura memang membukakan pintu dengan wajah datar dan tak ada sedikit pun senyum dari bibir tipis tersebut. Tapi bukan itu yang membuat Sasuke marah, melainkan sebuah koper besar yang berdiri di samping tubuh Sakura.

Seperti tak mempedulikkan lelaki itu, Sakura menarik kopernya dan berusaha melewati Sasuke yang berdiri kaku di hadapannya.

"Aku tanya apa yang kau lakukan?" Sasuke berdiri menghadang. Dia membuang semua tas belanja di tangannya dan menarik kasar koper Sakura.

Semua orang yang berada di sana tau, saat Sasuke sudah seperti ini, sebaiknya jangan pernah mencari masalah dengannya.

Namun Sakura tetaplah Sakura. Dia memang penurut dan jarang melawan, tapi saat kekeraskepalaannya muncul, jangan harap dia akan mendengarkan siapapun.

"Kembalikan koperku." Balas Sakura tak kalah dingin.

Rin ingin menghentikan Sakura, karena Sasuke yang marah merupakan sosok yang harus dihindari dan mungkin saja tuannya itu bisa melakukan hal buruk pada nona mudanya. Tapi Kakashi menahan tangannya dan menggeleng, memberinya kode untuk tidak ikut campur. Rin menggigit bibirnya cemas.

Sasuke melirik koper merah itu, lalu membantingnya kasar ke arah dinding. Berkali-kali, hingga badan koper tersebut pecah dan meninggalkan memar pada dinding. Sakura maupun Rin sampai mundur karena terkejut.

"Apa yang kau lakukan?!" Teriak wanita itu marah.

Rin menatap Sakura terkejut. Sebab sejak bekerja dengan Sakura selama empat tahun, ini adalah pertama kalinya wanita merah muda itu meninggikan suaranya. Tak pernah sekalipun ia lihat wanita itu membentak orang lain.

Sakura merupakan tipikal perempuan yang tenang dan berhati-hati dalam setiap tindakannya. Dan jangan lupakan tentang sikapnya yang lembut. Jadi melihat wanita merah muda itu berteriak hingga mengepalkan tangannya geram, Rin bisa tau seberapa marahnya Sakura.

Sasuke pun sama terkejut. Tapi tidak seperti Rin, keterkejutannya dengan cepat berubah menjadi amarah.

Dia meraih tangan wanita itu, menyeretnya masuk kembali ke dalam kamar dan membanting pintu dengan keras. Rin meremas kedua tangannya cemas.

"Lepas! Lepaskan aku!" Sakura memberontak.

Sasuke tidak peduli, ia menulikan telinganya dan terus menyeret Sakura hingga ke atas ranjang mereka. Setelah mendudukan Sakura di sana,  cengkeraman tangannya sedikit mengendur, tapi ia tak melepaskan tangan Sakura.

Onyx-nya menatap langsung pada emerald yang menatap nyalang ke arahnya. Dia lalu memutus kontak. Mereka berdua masih sama-sama marah dan bukan hal yang bijak membawa emosi dalam permbicaraan ini.

Sasuke mengusap wajahnya dan menarik nafas dalam. Berusaha meredam emosinya. Meski nyatanya tidak berpengaruh banyak, terlebih wanita itu terus berusaha menjauhkan tangannya.

Wajahnya masih diliputi emosi tapi ia berusaha tak membuatnya dikuasi amarah. Sekali lagi ia menatap emerald yang memerah itu. Sasuke menghela nafas, kemudian berlutut di hadapan Sakura.

"Maafkan aku, Saku. Kumohon jangan marah lagi padaku." Dikecupnya punggung tangan Sakura berkali-kali. "Ini tidak akan terjadi lagi, aku janji."

Emerald-nya menyipit. Dia muak dengan kalimat janji yang diucapkan lelaki itu. Dan dengan hentakkan keras dia menarik tangannya menjauh. "Jangan menjanjikan apapun padaku."

Sasuke kembali mengusap wajahnya gusar. Kali ini tidak akan mudah mendapatkan maaf wanita ini.

"Ada pekerjaan penting dan aku harus segera menyelesaikannya." Dia kembali meraih tangan Sakura, tapi lagi-lagi wanita itu menariknya menjauh. Sasuke menghela nafas lelah. "Maafkan aku, sayang. Tolong jangan seperti ini padaku." Suaranya dibuat sesendu mungkin. Bagaimanapun juga, Sakura bukanlah wanita berhati dingin. Hatinya selalu tergerak akan sesuatu yang menyedihkan.

Dan benar saja, sinar dingin dalam emerald itu perlahan hilang. Tapi tetap, kata maaf masih sulit terucap.

Sakura menggeleng lemah. "Aku lelah, Sasuke-kun. Akan lebih baik jika semuanya berakhir."

Kalimat itu tentu saja mengejutkan. Sakura tak pernah mengatakan hal seperti itu padanya. Sasuke segera beringsut mendekat. Kemarahannya menguap dan ketakutan jelas terlihat dalam kedua matanya. "Tolong jangan katakan itu, Sakura. Aku sungguh minta maaf."

Tapi Sakura tetap menggeleng. Ia lelah, sungguh-sungguh lelah. Mereka selalu tiba pada pola yang sama.

"Aku lelah dipermainkan."

"Aku tidak sedang mempermainkanmu!" Nada suaranya meninggi. Namun melihat emerald itu membulat terkejut, ia segera memberikan tatapan bersalah pada wanita merah muda itu. Dengan hati-hati ia menyentuh tangan Sakura dan mengecupnya. "Aku memang salah. Tapi jangan bicara seperti itu, sayang." Suaranya melembut.

Sakura diam. Enggan mengatakan apa-apa lagi.

"Tolong berikan aku satu kesempatan lagi. Kumohon, Saku." Ucapnya memelas.

Sakura melirik onyx hitam itu. "Aku mohon, sayang." Pintanya lagi

Butuh waktu beberapa menit yang menegangkan bagi Sasuke, sampai akhirnya Haruno Sakura mengangguk pelan. Dan Sasuke merasa kelegaan mengaliri tubuhnya.

Ia langsung menarik Sakura ke dalam pelukkannya dan terus menggumamkan terima kasih.

Sakura tidak balas memeluknya. "Ini yang terakhir, Sasuke-kun. Aku tidak akan sanggup jika sampai kau merusak lagi kepercayaanku."

Uchiha Sasuke mengangguk. "Aku janji, Saku. Aku janji."

***

Another WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang