Dua Puluh Tiga

1.4K 210 45
                                    

“Sepertinya aku sedikit paham kenapa kau berada di sampingnya.” Obito melirik Kakashi yang berdiri di sebelahnya.

Mereka berdua berada tak jauh dari rumah yang selama 3 tahun ini menjadi tempat tinggal Akasuna Sakura, atau sekarang Obito harus terbiasa memanggilnya Haruno Sakura.

Tadinya ada banyak orang yang berkumpul di depan rumah itu, namun sebagian kemudian membubarkan diri saat ‘pertunjukan’  telah usai. Kini hanya ada beberapa orang yang berada di sana, dan sedang mencoba menenangkan ‘sang kakak’. Sasori terlihat seperti orang linglung untuk sesaat.

“Orang itu cukup mirip denganmu.” Obito menyikut pelan lengan Kakashi.
Kakashi meliriknya sinis. Hubungan mereka tak sedekat itu sampai bisa saling senggol. Ia menjauh beberapa langkah dari lelaki itu.

Obito tersenyum kecil. “Perasaan cinta yang menggebu-gebu, bertindak tanpa berpikir. Seperti orang bodoh. Seperti kau.”

Kakashi menatap jauh, pikirannya melayang pada puluhan tahun silam. Pada seseorang yang selalu memanggil namanya dengan lembut. Dan senyuman, bahkan sampai hari ini pun tetap mampu membuat hatinya berdesir.

“Karena bagiku cinta pantas diperjuangkan. Tidak sepertimu.” Ucap Kakashi sambil lalu.

Kali ini Obito terkekeh pelan. Dia lalu mendongak, menatap langit. Tangannya menyentuh cincin yang sudah bertahun-tahun menggantung di lehernya. “Begitukah?” Tawanya berubah menjadi senyum sendu. “Sepertinya aku memang tidak memperjuangkanmu sedalam itu, Kane-chan. Maaf ya.”

***

Kediaman Nara Shikamaru di Konoha mendapat kunjungan yang tidak menyenangkan pagi ini. Beberapa pria berseragam militer lengkap memaksa masuk ke dalam rumahnya. Mereka datang dengan membawa surat kedisiplinan untuk dirinya.

Wajah Shikamaru menjadi kaku begitu selesai membacanya. Jelas sekali jika tuduhan dalam surat kedisiplinan itu mengada-ada. Tapi tetap saja dengan adanya surat tersebut, Shikamaru akan menjalani sidang kedisiplinan yang tentu saja akan mencoreng namanya entah tuduhan itu benar atau tidak.
Seseorang sedang berusaha untuk menjatuhkannya.

Namun melawan saat ini pun tidaklah bijak sebab surat itu memiliki otoritas penuh. Terpaksa dia harus menurut. Dan saat orang-orang berseragam itu membawanya pergi, dia tak memberikan penolakan.

Temari yang berada di rumah bersamanya mencoba meminta penjelasan. Namun orang-orang itu tak memberikan waktu bagi Shikamaru untuk berbicara panjang lebar. Sebelum ia dipaksa masuk ke dalam mobil dan di bawa pergi, Shikamaru hanya berpesan agar ia segera menghubungi keluarganya.

***

Mobil perlahan masuk ke dalam pekarangan sebuah kediaman mewah. Sepanjang halaman luas itu, Sakura melihat tanaman perdu yang berdiri di setiap sisi jalan, lalu taman-taman yang ditata rapi membentuk kotak-kotak seperti labirin mini dengan dengan air mancur di setiap pusatnya. Untuk sesaat matanya disegarkan dengan warna hijau yang cerah.

Sudah lama Sakura tak melihat keindahan tanaman seperti ini. Suna tak sekaya Konoha dalam hal flora. Hanya ada sedikit tamanan yang mampu hidup di gurun dan mereka pun tumbuh tak sehijau tamanan pada umunya. Terkadang berwarna merah, orange, atau ungu.

Mobil yang mereka tumpangi berjalan semakin pelan hingga akhirnya benar-benar berhenti. Seorang pelayan membukakan pintunya dengan sopan. Sakura bergegas keluar tanpa diminta.
Emeraldnya menatap ke sekeliling.

Ini kediaman yang benar-benar megah. Jika dibandingkan tempat tinggalnya dulu saat ia di Konoha ataupun di desa kecil di Utara Konoha, kediaman ini mungkin 4 kali lebih besar. Padahal dulu Sakura sudah merasa rumah yang ditempati sudah cukup mewah, tetapi ini melebihi apa yang sanggup ia bayangkan.

Ternyata Uchiha Sasuke sekaya ini. Dan orang kaya itu berusaha membeli hidupnya.

Sasuke turun dari mobil dan menatap wanita itu datar. Ia masih marah dengan pertengkaran mereka tadi. Jadi ia berjalan mendahului Sakura tanpa mengatakan apa-apa. Ia hanya berencana untuk mogok bicara dengan wanita itu hari ini, sebab tak mungkin dia terus mengabaikan Sakura yang selalu dirindukannya. Ia pasti kalah dengan hasratnya tentang wanita merah muda itu. Namun ketika langkahnya semakin menjauh, dia berhenti karena menyadari jika Sakura tak melangkah sedikitpun.

“Apa yang kau lakukan? Cepat masuk.”

“Tidak.” Jawab Sakura angkuh. “Sebelum kau berjanji padaku untuk tidak melibatkan Sasori dan keluarga Sabaku, aku tak akan pergi satu langkah pun.”

Sasuke menggertakan gigi. Dia tak suka Sakura melawannya, terlebih untuk membela orang-orang yang tidak penting itu. “Jangan konyol. Kau sudah berada di sini. Kau tak akan bisa pergi kemanapun lagi. Jadi cepat masuk.”

Tetapi Sakura hanya berdiri dan menatap nyalang padanya.

Sasuke mendecih sinis. “Terserah. Lakukan semaumu.” Ucapnya tak peduli. Dia berjalan masuk dengan hentakan kesal di setiap langkahnya.

***

Sasuke menatap ke luar jendela dengan cemas.

Ini sudah 4 jam dan Sakura benar-benar membuktikan kata-katanya. Dia tak beranjak sedikitpun dari sana. Posisinya hanya sedikit berubah, kini dia duduk bersila di jalan. Kepala merah mudanya itu tertunduk, membuat Sasuke tak bisa melihat wajahnya.

Langit yang tadinya terang juga perlahan mulai gelap. Malam hampir tiba. Lampu satu persatu mulai dinyalakan. Para pekerja juga mulai membereskan peralatan kerja untuk bersiap menyudahi hari. Dan pelayan-pelayan tetap sibuk dengan tugas-tugas mereka.

Juugo ikut menatap cemas. Bagaimana pun Sakura selalu bersikap baik padanya dan menyenangkan. Wanita merah muda tersebut terkadang memberikannya cookies yang dibuatnya dan sesekali mengajaknya mengobrol jika tuannya sedang tak memonopoli wanita itu. Tapi dibanding semua itu, alasan terbesar dia menyukai  Sakura adalah karena wanita itu berharga. Sebab Juugo yakin dengan kembalinya wanita merah muda tersebut ke dalam hidup Sasuke, maka kewarasan dari atasannya juga akan kembali. Dan itu berarti pekerjaannya akan semakin mudah.

Meskipun Juugo merasa seperti berbahagia di atas penderitaan orang lain. Tapi mau bagaimana lagi. Sebagai manusia dia juga memiliki sisi egois. Asal hidupnya nyaman, dia mungkin rela mengorbankan kebahagiaan orang lain.

Jadi dengan hati-hati dia mencoba bertanya. “Apa anda tidak berniat membawa nona masuk?” Sasuke tak menyahut, dan itu tandanya ia bisa melanjutkan apa yang ingin ia katakan. “Hari sudah mulai malam dan sepertinya hujan juga akan turun. Terlebih nona baru saja melakukan perjalanan jauh. Nona bisa saja jatuh sakit.” Imbuhnya mengompori.

Sasuke tentu saja sadar, jika dibiarkan Sakura mungkin akan tidak sadarkan diri nanti. Tetapi sikap keras kepala wanita itu perlu ditekan. Dia tak mau Sakura menjadi wanita pembangkang seperti ini. Mungkin ia harus sedikit lebih keras kali ini.

“Biarkan saja. Dia akan lelah dan menyerah pada akhirnya.” Semoga saja, batinnya berharap. Sasuke lalu menjauhi jendela. Dia duduk di kursi kerjanya dan membuka dokumen-dokumen yang belum disentuhnya. Dia harus mencari kesibukan agar pikirannya tak tetuju lagi pada Sakura.

Wanita itu sudah kembali ke sisinya. Di rumah ini ia memiliki puluhan penjaga di rumahnya. Keamanan yang jauh lebih ketat dibandingkan sebelumnya. Serta seluruh area dengan pengawasan CCTV 24 jam. Tak akan ada yang bisa membuat Sakura menjauh darinya, bahkan wanita itu sendiri sekalipun.

Juugo sendiri tak yakin Sakura akan menyerah. Emerald itu memancarkan tekad kuat saat ia menatapnya beberapa jam lalu.

***

Karena banyak yg komplain jadi aku tambahin chap baru yg bukan up ulang 😭😭😭

Another WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang