10. Pemanahan

1.1K 83 14
                                    

Keisya berjalan dengan tatapan kosong, seolah apapun yang ada di hadapan adalah semu. Dirinya masih teringat oleh sesuatu yang baru saja ditemukannya.

Andai saja Aldo masih ada, pasti dia akan mengetahui jawaban dari apa yang jadi pertanyaannya selama ini. Namun sayang itu semua hanya sebatas perandaian.

"Awas!!"

Brukkkkk...

Keisya terhempas ke lantai bersamaan dengan pemuda yang baru saja mendorongnya.

Keisya kaget bukan main, dirinya masih diam di tempat tanpa ada niatan untuk berkutik sama sekali. Tatapannya stay pada anak panah yang tertancap pada tembok yang tepat berada di belakangnya.

Jika saja tubuhnya tidak terjatuh atau bergeser mungkin anak panah itu sudah tertancap pada dada bagian kanannya. Namun untungnya dia diselamatkan oleh pemuda yang ada di sampingnya.

Pemuda itu berdiri lalu mendekati Keisya yang masih shock.

"Ekhemm!" Pemuda tersebut mengulurakan tangannya sembari berdehem agar Keisya tersadar.

Dengan kesadaran yang belum maksimum, dia menerima uluran tangan si pemuda.

Para karyawan berdatangan menyaksikan insiden yang menggemparkan tersebut.
Termasuk Tari dan juga teman-teman Keisya.

"Kei! Kamu baik-baik saja, kan?" tanya Tari dengan kekhawatiran penuh. Keisya hanya merespon dengan anggukan.

Sementara pemuda itu mendekati anak panah tersebut kemudian mencabutnya dari tembok. Terdapat sebuah kertas yang digulung pada batang anak panah. Dengan cepat si pemuda membuka gulungan kertas tersebut. Keningnya mengkerut hingga kedua alisnya bersatu, setelah membaca isi kertas yang merupakan sebuah surat itu.

Keisya penasaran, dia mengambil surat itu dari tangan si pemuda.

Haha.. Kau tidak perlu ketakutan seperti itu! Tenang saja aku tidak akan menancapkan anak panah ini secepat itu. Jika kau terbunuh, siapa yang akan bermain dalam permainanku?  Anggap saja aku sedang melatih ketangguhanmu, gadis cantik.

~Rubiqua~

Rahang Keisya mengeras, dirinya benar-benar sedang berada pada fase emosinya.

Sementara Tari yang juga ikut melihat surat itu tidak kalah terkejutnya, matanya membelalak seketika.

"Kei! Ini sudah keterlaluan. Kita harus bisa menangkap pembunuh itu secepatnya," ujar Ferdi.

"Aku akan bertanya pada petugas keamanan yang tadi sempat mengejar pembunuh itu." Reno langsung meninggalkan tempat.

"Kei!" Tari memeluk erat tubuh Keisya dari samping, tidak mau kehilangan sahabatnya itu.

Sedangkan si pemuda masih tidak mengerti maksud kejadian ini. Dirinya selalu menatap Keisya dengan tatapan tanya.

"Permisi! Permisi!" Petugas polisi yang baru saja datang menerobos para karyawan yang memenuhi tempat kejadian.

"Nona! Apa yang telah terjadi?" tanya Pak Alpian yang merupakan kepala polisi dan tentunya sudah akrab dengan Keisya.

"Bentar ya Pak!" pinta Keisya.
"Tar! Kamu kembali ke ruangan kamu dulu ya! Masih banyak yang perlu kuurus," lanjut Keisya dan mengendurkan pelukan Tari.

"Tapi Kei-"

"Aku enggak apa-apa, Tar!" Keisya mencoba meyakinkan Tari. Dan akhirnya Tari mengangguk karena tak punya pilihan lain.

The Mission Bled [Pre-Order]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang