37. Penghianatan

964 54 5
                                    

"Sebelum kita mengupas semua pertanyaanmu, mari kita undang salah satu orang yang mungkin sangat berharga bagimu, Kei." Angga tak hentinya tersenyum bangga. Ia menepuk tangannya, dan muncullah dua orang preman yang menyeret Rey, dan satu orang lagi menyusul dari belakang.

Apa-apaan lagi ini?
Keisya menatap Rey yang berusaha memberontak, namun dengan cepat salah satu dari mereka menancapkan suntikan di leher Rey. Keisya merasa sakit melihat adegan itu.

"Lihatlah pemuda tampan ini." Angga kini berjongkok di hadapan Rey. "Dia pasti ingin sekali memberontak dan membawa keluar gadis yang dicintainya dari tempat buas ini."

Keisya melihat Rey yang ingin sekali melawan, namun Keisya paham apa yang dirasakan Rey saat ini. Iya, Rey kehilangan tenaganya, atau bahkan dibuat lumpuh oleh cairan dalam suntikan tersebut.

"Kerja bagus, Kak Derry," ucap Angga sembari bertosria dengan pria yang barusan menancapkan suntikan ke leher Rey.

"Sekarang aku ingin bermain-main dengan emosional pemuda ini," tukas Angga menatap Rey. Kemudian ia melangkah mendekati Keisya. Dirangkulnya bahu Keisya, dan berkata, "hay cantik! Lihatlah pemudamu yang lemah tak berdaya itu." Rubiqua tersenyum menatap Rey penuh remeh.

"Apa kamu yakin dia dapat menyelamatkanmu dari maut mu? Sementara, dia sendiri tak mampu melakukan apapun." Tawa lara kembali menggema di ruangan sunyi itu.

Raut kekesalan dapat dibaca Keisya dari wajah Rey. Keisya memperhatikan tangan Rey yang mengepal semakin kuat.

Keisya semakin frustasi atas keberadaan Rey di sana. Keisya hanya tak mau melihat Rey terluka.

"Lepaskan Rey!" ujar Keisya, yang membuat Angga melepaskan rangkulannya. "Tolong!" lanjut Keisya memelas.

"Tidak akan pernah," timpal Angga dengan lantang. Ia benci raut wajah Keisya yang memelas, ia juga benci mendengar kalimat Keisya yang memohon. "Kenapa, Kei? Kamu takut kalau aku akan menyakiti dia? Ataukah kamu takut jika dia tau tentang hubungan kita?"

Mata Keisya bertemu dengan bola mata milik Angga. Dengan cepat, Keisya membuang muka. "Apapun alasannya, kamu tidak perlu tau." Keisya menatap Rey sejenak, ia melihat mata Rey yang memandangnya kosong. "Aku mohon lepasin dia, Angga ... setelah itu, kamu bebas melakukan apapun yang kamu mau," ungkapnya dengan suara melemah.

Mendengar kalimat Keisya, Angga tiba-tiba mendekati Rey. Kemudian tidak sangka, Angga melayangkan pukulannya yang membuat Rey tergeletak di lantai.

Melihat kejadian itu, membuat hati Keisya terasa sesak. Air mata Keisya tumpah.

"AKU SUDAH KATAKAN, AKU TIDAK MAU MELEPASKANNYA. APA PERLU AKU MENGHAJARNYA LAGI AGAR KAMU PAHAM?" sergah Angga dengan intonasi tinggi, hingga membuat Keisya tersentak.

Keisya hanya menggigit bibir bawahnya menahan sakit. Ia bahkan tidak mengerti dengan perasaannya saat ini. Apa yang sebenarnya membuat hatinya sesakit ini? Apakah karena Rey yang dihajar? ataukah karena sikap brutal Angga?

"Kamu pasti sudah membaca diary milik adikku, Mikaela." Angga mengeluarkan suara sedikit lebih tenang dibandingkan dengan kondisinya tadi. Angga berdiri tepat di hadapan Keisya. "Apa kamu sudah mengerti sekarang, apa yang membuatku berubah seperti ini, Kei?"

Angga mengangkat dagu Keisya, membuat tatapan keduanya terkunci. Tatapan kebencian itu, belum juga sirna dari bola mata Angga.

"Iya semua ini karena kamu, Kei," desis Angga. "Apa kamu mengerti rasa sakit yang diderita Mikaela selama ini?"

Keisya bungkam, ia paham, bahwa ia salah dalam hal ini. Namun tak sepenuhnya seperti apa yang dipikirkan oleh Angga. "Aku minta maaf, Angga," lirihnya.

The Mission Bled [Pre-Order]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang