26. List Tak Terduga

824 53 0
                                    

"Jika kamu mau dia selamat, pergilah! Selamatkan dia!"

"Bajingan!"

Bugh!

Satu pukulan penuh amarah berhasil mengenai sudut mata Rubiqua.

"APA YANG TELAH KAU LAKUKAN?" bentak Rey yang manarik erat kerah jaket Rubiqua.

Bibir Keisya tak dapat mengatup melihat Rey yang seperti itu. Ia masih tidak mengerti apa yang telah membuat Rey menjadi begitu.

"Lepaskan ayahku!" Emosi Rey kian memuncak.

Mendengar hal itu membuat Keisya faham, ia menutup mulutnya dengan tangannya merasa tak percaya. Om Hartono juga akan jadi korban?

Tak hanya Keisya, Ferdi dan Reno pun tersentak. Mereka berusaha berdiri.

"Aku bisa dengan mudah membunuh dia sekarang juga, jika kamu masih menahanku," ujar Rubiqua.

"Lepass!!"

Rey tak kuasa mendengar teriakan ayahnya di balik telepon. Ia beranjak bangkit dari tubuh Rubiqua lalu menatap ketiga temannya.

"Pergilah! Selamatkan ayahmu!" ucap Ferdi, disusul anggukan oleh Reno.

Secepat mungkin Rey berlari menuju jalan raya, di mana ia meninggalkan mobil temannya.

"Sebaiknya kamu menyusul dia, Kei. Cepatlah! Sebelum dia pergi."

Keisya berlari membawa kebimbangan dalam dirinya. Haruskah ia meninggalkan Ferdi dan Reno menangkap Rubiqua? Namun ia juga khawatir dengan ayah Rey.

Ferdi dan Reno kembali melakukan pengejaran terhadap Rubiqua yang lagi-lagi melarikan diri.

###

Selama di perjalanan, Keisya terus menatap wajah kegelisahan Rey yang hanya terfokus pada jalanan. Mulut Keisya tak berani mengucapkan satu katapun. Keheningan terjadi sepanjang perjalanan hingga sampailah mereka pada gedung perkantoran yang sangat besar.

Rey membuka pintu mobil dan keluar terburu-buru lalu menutupnya dengan asal.

"Tuan Rey-" sapaan satpam di depan kantor itu terhenti karena Rey yang lebih dulu melewatinya. Satpam itu terlihat kebingungan.

Keisya mengikuti Rey yang berlari tanpa memperdulikan beberapa orang yang ditabraknya. Beberapa pegawai yang mengenalnya sempat bertanya mengapa Rey begitu sangat terburu-buru, namun Rey mengacuhkannya.

Rey menekan tombol lift tetapi lift tak kunjung terbuka. Ia serta Keisya pun langsung bergegas menuju tangga dan menaikinya dengan cepat.

Setelah di tingkatan yang entah keberapa, Keisya merasakan pegal di kakinya. Meskipun ia sering berolah raga, tetapi bagaimanapun ia adalah seorang perempuan. Kini Keisya sedikit tertinggal dari Rey. Hati Keisya sedikit sakit, karena Rey tak memperdulikannya sedari tadi, namun ia sangat mengerti perasaan apa yang tengah dirasakan Rey.

"Tuan Rey-" suara  seorang sekertaris itu berusaha menahan Rey yang hendak membuka pintu ruangan ayahnya.

Rey tak memperdulikan siapapun. Ia membuka pintu ruangan tersebut dengan keras.
"Dimana ayahku?" tanya Rey yang tidak menemukan ayahnya di ruangan tersebut.

"Pak Hartono tadi di sini, saya tidak melihatnya keluar ruangan," jawab sekertaris perempuan yang ikut masuk.

"Kalo kamu tidak melihatnya keluar, lalu di mana dia?" ujar Rey dengan suara sedikit meninggi.

The Mission Bled [Pre-Order]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang