9. Kepalsuan?

1.1K 77 21
                                    

"Batu granet plastik? Apa kalian tau maknanya?"

"Batu granet bermakna kejujuran, karena batu itu berbahan plastik atau bisa disebut batu garnet palsu. So? Maksudnya adalah kebalikan dari makna batu garnet yang sesungguhnya, mungkinkah artinya kebohongan atau kepalsuan?" Keisya menatap lantai sambil berpikir.

"Kebongan? Atau kepalsuan? Kurasa itu adalah pengartian yang perfect," ujar Reno menyetujui pemikiran Keisya.

"Aku juga setuju," respon Gita.

Cklekkkkk...

Pintu ruangan terbuka, menampilkan sosok ibu Aldo yang keluar dengan wajah tanpa air mata, tidak seperti sebelumnya.

"Ibu sudah selesai?" Keisya berdiri dari tempat duduknya.

"Iya, terima kasih ya sudah mau mempertemukan ibu dengan Aldo," jawabnya berusaha menguatkan diri.

"Ibu tidak perlu berterima kasih. Karena itu adalah hak Ibu untuk bertemu dengan putra Ibu, Aldo." Keisya berusaha sesopan mungkin.

Ini adalah waktu yang tepat untuk meminta keterangan dari Ibu Aldo, pikir Keisya.
"Buk! Mohon maaf, bisakah saya menanyakan beberapa pertanyaan mengenai Aldo?"

"Tentu, kenapa tidak? Jika itu bisa membantu kalian menemukan siapa pembunuh putraku," tegas wanita itu.

"Baiklah Buk. Pertanyaan ini tidak terlalu seriouse. Sebelumnya mari kita duduk dulu!"

Gita dan Akash bergeser sedikit, menyisakan tempat untuk ibunya Aldo.

"Buk! Apa benar Aldo ingin meninggalkan Jakarta?" tanya Keisya.

"Iya, dia meminta izin kepada Ibu untuk pergi meninggalkan Jakarta sementara waktu."

"Tapi untuk apa dia melakukan itu?"

"Dia mengatakan kalau dia harus pergi secepatnya, karena nyawanya sedang terancam. Hanya itu yang dia katakan."

"Ibu sendiri shock mendengarnya mengatakan seperti itu. Dia kelihatan sangat seriouse dan tergesa-gesa seolah sedang terpojok, jadinya Ibu langsung mengizinkannya," lanjut ibu itu.

Nyawanya sedang terancam? Apa maksudnya? ~ batin Keisya.

###

"Jack! Gue ke Cafetaria dulu," ujar seorang pemuda kepada temannya.

"Eh iya, sip Broo!" jawab temannya yang sedang sibuk dengan berbagai dokumen serta komputernya sembari memberikan jari jempolnya kepada pemuda itu.

Pemuda itupun melangkah menuju Kafetaria kantor dengan earphonenya yang selalu setia menemani.

Sesampainya di Kafetaria dia langsung mengambil makanan yang ingin dimakannya.

Bersama dengan nampan yang berisi makanannya, ia berjalan mencari meja kosong untuk ditempati.

Gadis itu? Pemuda itu mengerutkan dahinya sambil bergumam dalam hati.

Akhirnya dia memilih duduk di kursi bagian pojok, tempat yang cukup strategis untuk menyendiri.

Dia menyesap minumannya, namun pandangannya bukan kepada minuman yang ada di hadapannya melainkan pada seorang gadis yang sedang duduk sendirian di meja bagian tengah.

Gadis itu menyantap makanannya dengan tatapan kosong, entahlah apa yang ada di pikirannya.

Tanpa disadari pemuda itu mengukir senyuman di ujung bibirnya. Gadis itu mampu membuat pemuda yang terkenal dingin itu mengukir senyumannya yang jarang atau bahkan tidak pernah dikeluarkan kepada gadis lain selain sahabatnya.

The Mission Bled [Pre-Order]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang