Part 9 - Bukan kamu...

46 1 0
                                    

Layaknya pengantin baru, kami tidak ingin terpisahkan.

Berjalan berdua, bergandengan tangan, menikmati mentari, memuji senja hingga semesta.

Aku tahu ini bukan untuk selamanya.

Aku tahu ini hanya buaian sementara.

Aku tahu ini hanya khayalan kasat mata.

Meski begitu, aku ingin tetap menikmatinya.

Aku akan tetap mengiringi langkahmu dan membiarkan pasir menampilkan jejak kita walaupun kemudian menghilang tersibak air laut ketika malam menjelang.

Tak apa, aku tetap bisa mengingat jejak kita dalam kenangan yang aku simpan jauh di hati terdalam. Kelak mungkin kau akan mengingatku sebagai wanita penuh dusta yang telah menuntunmu menuju neraka, atau mungkin kau akan membuang semua ingatan tentang kebersamaan kita ke dalam jurang terdalam yang tidak akan bisa kau raih kembali meski sampai mati. Biarlah, aku tidak mau perduli soal hari nanti. Aku hanya ingin menciptakan satu saja kenangan manis tentang kita. Tentang aku dan kamu yang sedang bersyukur pada semesta karena telah mempertemukan kita berdua.


Seorang wanita terdengar menjerit ketakutan ketika kita berjalan melewatinya. Dia berteriak meminta tolong setelah melihat putranya tergulung ombak laut dan terbawa hingga ke tengah.

Elang melepaskan tangannya dari genggamanku dan langsung berlari menyelamatkan bocah laki-laki itu. Jantungku langsung berdegub dengan cepat ketika air laut mulai memeluk tubuh Elang dari kejauhan. Aku meremas jemariku sendiri sambil menahan takut yang tiba-tiba menyelimuti.

Aku takut, aku sungguh takut jika Elang ikut terbawa ombak laut dan pergi tanpa bisa kembali lagi. Aku takut, aku sungguh takut jika dia terluka hingga kehilangan nyawa hanya untuk menyelamatkan orang lain yang bahkan tidak di kenalnya. Aku takut, aku takut jika mereka-mereka disana salah menduga tentang Elang. Aku takut, aku jadi sangat takut jika aku sedang mencoba menyakiti pria yang ternyata baik hati.

Tapi Elang kembali. Dengan langkah gontai dia menggendong bocah laki-laki itu menuju pantai. Di tidurkannya bocah itu di atas pasir pantai yang coklat karena telah tersibak air laut. Dia berusaha sekuat tenaga memberikan pertologan pertama pada anak itu. Memberikan nafas buatan hingga anak itu tersadar dari ambang kematian.

"Nafas pelan-pelan ya" Kata Elang kepada anak itu. "Biarin duduk yang tenang aja dulu ya, Bu" Kata Elang lagi kepada wanita tadi.

Wanita itu mengangguk-angguk mengerti. "Anda dokter?" Tanya wanita itu kemudian.

Elang mengangguk. "Iya" Katanya.

Aku mencoba menyeka air laut yang menempel di kening dan pipi Elang. Kami terpaksa harus kembali ke cottage karena pakaian Elang yang basah kuyup. 


Secangkir lemon tea panas aku hidangkan selagi Elang membilas badannya.

"Kamu...dokter?" Tanyaku pada Elang yang baru keluar dari kamar mandi.

Elang mengangguk sambil mengibaskan rambutnya yang basah. Wah...aku suka ketika rambutnya tersibak. Aku suka ketika tetesan air terjatuh dari tiap helaian rambutnya yang hitam kelam. 

"Oh really" Kataku kaget.

"Kaget ya" Katanya sambil mendekatiku.

"Ya, it was surprise" 

Elang memeluk pinggangku perlahan. "Aku dokter, specialis bedah. But it's a long time ago"

"Kenapa?" Tanyaku penasaran.

"Karena aku seorang pengusaha sekarang" 

"So?" Tanyaku bingung "Kenapa gak bersamaan aja? Dokter merangkap pengusaha"

Secret Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang