Pantas saja mereka meminta jasaku, pria itu memang sulit di dekati.
Namanya Elang, pewaris tahta perusahaan obat kimia. Suka film horor, suka warna merah dan suka makan makanan Italy.Tak banyak data yang bisa kudapatkan. Layaknya pangeran dalam dunia dongeng, hidupnya bergelimang harta dan serba ada. Dia selalu tiba tepat waktu di kantornya. Jam 8 tepat. Ah tidak, dia pernah datang jam 8 lewat 5 satu kali dalam jangka waktu dua minggu penelitianku.
Ya, sudah dua minggu ini aku membuntutinya. Mendekati rumahnya, mendatangi perusahaannya bahkan membuntutinya makan. Hampir tidak ada celah untuk bisa mendekatinya. Bahkan di tempat makan pun, selalu ada pengawal yang mengikutinya.
Tapi hal ini justru tampak aneh, untuk apa dia membutuhkan pengawal sebanyak itu. Apa mungkin dia sedang merasa terancam atau mungkin dia sedang di awasi.Tapi akhirnya aku bisa menemukan kesempatan itu. Dia butuh seorang model untuk produk obat terbarunya. And here I'am. Datang sebagai salah satu pelamar untuk model produk terbarunya.
Hanya yang masuk ke tiga besar bisa bertemu dengannya dan audisi langsung olehnya. Jadi, aku harus bisa memenangkan pertarungan ini. Bagaimanapun caranya.
Salah satu juri audisi itu terlihat berjalan menuju pintu darurat di iringi salah satu peserta audisi di belakangnya. Insting detektif yang kumiliki memaksaku untuk mengikuti mereka.
Suara desahan seorang wanita terdengar sayup-sayup di salah satu sudut gelap ruangan tangga darurat. Kulihat pria bertubuh tambun dengan kumis tebalnya sedang asik menciumi bibir wanita peserta audisi itu. Tangannya dengan cepat menggerayangi setiap lekuk tubuh wanita berbaju merah itu. Dan tiba-tiba saja kepalaku menjadi pening. Suara desahan wanita itu mengingatkanku pada 'kakak' yang terluka, pada 'kakak' yang menyuruhku pergi dan tidak pernah kembali lagi.
Aku menangis sesegukan di salah satu taman buatan yang berada di gedung itu. Aku sangat merindukan wanita hina yang telah membesarkanku dengan sangat sempurna. Wanita yang selalu menyuapiku dengan jemarinya yang lentik. Yang menyisir rambutku lalu menaruh pita berwarna merah muda. Aku merindukan wanita bodoh itu.
"It's fine..." Suara itu terdengar lembut dari balik punggungku.
Perlahan aku menengok dan mencoba mencari sumber suara itu. Seorang pria dengan setelan jas berwarna putih elegan menatapku dengan iba. Tangannya mengulurkan sapu tangan berwarna cokelat muda."Thanks" Kataku sambil mengambil sapu tangan itu dari tangannya.
"Apapun itu, aku selalu yakin setiap masalah bisa terlewati" Katanya sembari duduk di sampingku.
"I hope so" Kataku ragu.
"You should believe with your hope" Katanya lagi.
Aku tersenyum kecut. "Aku datang dengan keyakinan penuh tadi. Tapi setelah melihat kejadian itu, keyakinanku mulai luntur" Kataku lemas. "Sepertinya sekarang ini aku butuh bantuan tangan Tuhan untuk bisa memenangkan audisi ini"
"Audisi model iklan produk terbaru dari Senma Farma?" Tanyanya.
Aku mengangguk pelan.
"Thanks anyway" Kataku sambil mengembalikan sapu tangannya.
"It's Ok"
"Wait" Kataku menahannya mengambil kembali sapu tangan itu "Ada bekas eyelinernya. Aku cuci dulu ya" Kataku sambil mengambil lagi sapu tangan itu.
Pria tampan itu tersenyum manis. Lesung pipinya muncul dengan sombong acap kali dia tersenyum, seakan tahu dengan pasti bahwa sang lesung pipi berhasil membuat pria ini tampak lebih tampan dari sebelum dia tersenyum.
"Give me your number. Aku akan kembalikan setelah bersih" Kataku meminta.
Dia tersenyum lagi. "Ayo kita ketemu lagi di tempat ini setelah selesai audisi" Katanya lalu.
Kali ini aku yang tersenyum. "Aku jadi ingin bertaruh dengan Tuhan"
"Kenapa?"
"Karena aku tahu ada salah satu hambanya yang sedang berharap"
Dia tersenyum lagi.
"Fine, aku datang kesini lagi jika berhasil memenangkan audisi itu. Tapi jika gagal karena ternyata wanita busuk yang dikencani salah satu juri itu yang menang, maka anggap saja sapu tanganmu ini hilang" Kataku menjelaskan.
"Sepertinya aku tidak bisa merelakannya" Katanya sambil menatapku lekat.
"Oh ya? Apa sapu tangan ini sangat mahal?" Tanyaku kaget.
"Bukan sapu tangannya, tapi wanita yang sudah memakainya" Katanya merayu.
Wah pria ini benar-benar telah berhasil membuatku tersipu malu.
"Kalau gitu berharap saja supaya aku bisa menang" Kataku sembari melangkah pergi meninggalkannya.
"Kau tidak butuh tangan Tuhan untuk memenangkannya. Tanganku sudah cukup untuk bisa membuatmu kembali lagi kesini nanti" Katanya santai.
Aku mengangkat kedua alis. "Let we see" Kataku lalu pergi meninggalkannya.
Aku tersenyum kecil sendiri. Tak ada yang tidak mungkin jika kau mau berusaha. Aku tidak perlu lagi memenangkan audisi itu, karena aku yakin sudah memenangkan jalan masuk menuju hatimu.
Pria kaya itu selalu meluangkan sepuluh menit waktunya sehabis makan siang di taman lantai lima kantornya. Selama dua minggu pengintaian, kulihat dia selalu berdiam sendirian sambil menatap langit dengan tatapan kosong lalu di akhiri dengan membuang nafas panjang.
Misi pertama, selesai.

KAMU SEDANG MEMBACA
Secret
RomanceAku bisa menjadi siapa saja, aku bisa menjadi apa saja. Aku akan melakukan apa saja asal bayarannya tepat, tidak kurang, tidak lebih. Tepat. Aku bisa jadi pewagaimu, aku bisa jadi pelayanmu, aku bisa jadi kekasihmu, aku juga bisa jadi pesuruhmu, tap...