Seperti kuda tanpa pelana aku akan berlari mengejarmu. Menguak misteri masa lalu di antara kita adalah prioritas utamaku sekarang. Mungkin kita akan saling tersakiti esok, tapi mungkin juga kita justru akan benar-benar saling mencintai.
Aku menunggu di coffee shop lantai dasar gedung kantormu. Jangan tanya kemana maluku karena aku sudah menyimpannya rapi di dalam kotak kaca yang kubuang kedalam samudra.
Kulihat kau datang dengan wajah kelam. Melirik tak acuh padaku yang masih menunggu setelah tiga hari yang tidak pasti. Kata-katamu masih sama saat aku menelponmu 'aku sedang sibuk' dan pesan dari ponselmu juga hanya copy-paste dari waktu sebelumnya 'aku belum ada waktu, nanti aku kabari'. Dan bagiku, kata-kata itu masih menyimpan arti bahwa kau ingin aku menunggu, bukan pergi dan tidak lagi kembali.
"Apa ini?! Kami menghabiskan banyak uang hanya untuk mentraktirmu minum kopi" Kata pria berjas hitam itu yang tiba-tiba muncul di hadapanku.
"Kemana wanita itu?" Tanyaku asal.
"Urusanmu denganku sekarang" Kata pria yang kutahu sebagai assissten wanita itu.
Aku menatap pria itu dalam-dalam. "Apa kebetulan kau tahu siapa Tantri?" Tanyaku menyelidik.
Pria itu mengernyitkan dahi. "Siapa Tantri?"
Aku tersenyum tipis. "Bukan siapa-siapa?"
"Lalu mana hasil yang kau janjikan?" Tanya pria itu memaksa.
Aku memberikan selembar kertas kepada pria itu "Ini daftar nama korban, keluarganya serta nomor telpon mereka. Mereka siap bersaksi"
"Bukti?"
"Belum bisa aku dapatkan"
"Kami perlu bukti yang tidak terbantahkan, bukan saksi yang hanya bisa berbicara menuntut ganti rugi"
"Cobalah dulu, banyak fakta baru yang bisa kalian temukan. Dan satu lagi, bukan Elang yang harus kalian incar, tapi Paman. Dia yang memegang kendali perusahaan di balik nama Elang"
Pria itu tersenyum kecil. "Bagaimana kau bisa yakin bukan Elang? Dia curhat sambil tidur denganmu?"
Aku membalas pandangan pria itu dengan tatapan nyalang. Aku benar-benar tidak suka dengan kata-katanya yang penuh dengan hina.
"Kami menemukan saksi yang menyatakan bahwa penambahan dosis itu adalah perintah Elang" Kata pria itu santai.
Aku cukup terhenyak mendengar kata-katanya.
"Saksinya valid?"
"Sangat. Dia bilang Elang menuliskan memo yang di bubuhi tanda tangan untuk penambahan dosis itu"
Tidak mungkin...tidak mungkin...tidak mungkin, berkali-kali hatiku mengucap kata itu.
"Elang seorang dokter, jadi mustahil dia tidak mengerti jika penambahan dosis itu dapat berakibat fatal"
Kami saling bertatapan cukup lama sebelum akhirnya dia menyerah dan bersiap pergi.
"Temukan memo itu" Katanya kemudian.
"Tunggu!!" Kataku meminta.
"Apa?"
"Cium aku"
"Apa?!!" Tanya pria itu kaget.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret
RomanceAku bisa menjadi siapa saja, aku bisa menjadi apa saja. Aku akan melakukan apa saja asal bayarannya tepat, tidak kurang, tidak lebih. Tepat. Aku bisa jadi pewagaimu, aku bisa jadi pelayanmu, aku bisa jadi kekasihmu, aku juga bisa jadi pesuruhmu, tap...