Happy reading all...
***
Author POV
Kondisi Emi semakin membaik setiap harinya, semua tidak lepas dari bantuan orang-orang terdekat yang selalu menemaninya, sili berganti menjaganya ketika Azhar tengah sibuk dengan pekerjaan atau tengah melihat anak-anaknya di rumah.
Ya. Sampai saat ini, setelah beberapa hari sadarkan diri, Emi belum melihat anak-anaknya kembali. Sungguh, dirinya sudah lelah membujuk Azhar, tetapi laki-laki itu tidak mau menurutinya dengan alasan. "Kamu harus pokus pada kesembuhanmu dulu. Setelah kamu sehat, kamu bisa melihat mereka sepanjang waktu. Lagipula, lingkungan Rumah sakit bukan tempat yang baik untuk anak-anak."
"Jahat," Emi berucap lirih seraya memalingkan wajah ke arah lain, mengabaikan Azhar yang tengah menyuapinya. Selang beberapa detik wajah yang sebelumnya murung itu sudah berseri kembali setelah Azhar menyodorkan ponsel yang menunjukkan apa yang dilakukan anak-anak di rumah dalam pengawasan Zahra.
Video call yang dilakukan ditutup setelah Emi berhasil menghabiskan makanannya.
"Hari ini hari terakhimu disini. Dokter udah memberikan izin pulangnya." Azhar mengusap bibir Emi yang belepotan dengan bubur, menggunakan tangannya seraya tersenyum lembut.
"Beneran?" tanya Emi memastikan.
Azhar menjawab lewat gerak kepalanya yang mengangguk samar. "Baik-baik ya."--Mengecup bibir Emi singkat "Kakak ke kantor dulu. Bentar lagi Bunda dateng kok." Mengakhiri kalimatnya, Azhar mengusap pucuk kepala Emi pelan.
"Iya Kak. Kakak juga, hati-hati."
Inilah rutinitas Azhar beberapa hari terakhir. Pagi-pagi berangkat ke kantor, siangnya ke Rumah sakit untuk makan siang bersama istrinya. Seperti siang ini. Pulang dari kantor sore nanti, Azhar akan kembali ke rumah. Mandi, makan, dan setelah anak-anak tidur barulah ia ke Rumah Sakit lagi. Tidur menemani istrinya, dan pagi-pagi pulang hanya untuk mengganti pakaian dengan setelan kantor.
Sebenarnya dirinya sudah berencana untuk meminta Fathan menghandle kembali semua pekerjaan—sampai Emi bisa diizinkan pulang, mumpung laki-laki itu masih di sini juga. Tetapi Diandra tidak mengizinkan, alasannya karena tidak mau Fathan kerepotan.
Harusnya selama disini laki-laki itu bisa menikmati waktunya—terbebas dari pekerjaan, bukan malah melelahkan dirinya kembali dengan pekerjaan lain. Cukup perusahaan yang dikelolanya saja yang Fathan tangani, tidak dengan perusahaan lain.
***
"Tuh laki lo dah balik, gue pulang ya." Darren bangkit dari duduk seraya memasukkan ponsel yang sebelumnya dimainkan, ke dalam saku.
Fatma sudah pulang sebelum magrib, diganti dengan Darren. Sebenarnya tidak ada yang menyuruh laki-laki itu, dia berinisiatif sendiri untuk menemani adik kembarnya. Dia cuman seorang pengangguran, jadi menemani Emi sebentar harusnya tidak jadi masalah lah ya.
Justru Darren jadi punya keuntungan. Dengan itu dirinya bisa mendebat Azhar habis-habisan. Menyangkal cerita orang-orang, yang katanya Azhar itu laki-laki pendiam dan dingin. Heleh, itu semua cuman omong kosong. Buktinya mana?
Darren bawel sedikit saja, Azhar sudah nyolot dengan tak kalah bawel. Sosok seperti itukah yang kalian bilang cool? Pendiam?
Beberapa orang sempat ada yang bilang. "Beruntung lo Ren, Bisa punya Ipar seorang Azhar." Waktu mendengar kalimat itu, rasanya Darren pengen ambil kaca yang gede, kemudian ngajak Azhar ngaca bareng di sana sambil dilihatin orang yang ngomong tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pernikahan Wasiat 2
RomanceAda konsekuensi dari setiap tindakan. Ada karma dari setiap kejahatan. Ada pahala dari setiap kebaikan dan ada manis dari setiap kesabaran (?). kesabaran yang dijalaninya kini pasti akan berbuah manis juga pastinya. Pun dengan perjuangannya sekarang...