4.
Author POV
Kabar kesembuhan Emi cepat sampai ditelinga orang-orang terdekatnya. Semua sudah bergantian melihat keadaannya, tinggal menunggu kedatangan Fathan dan Diandra yang masih dalam perjalanan.
Fathan diberhentikan dari kantor, semenjak Emi diterima oleh keluarga Azhar. Sebagai gantinya, Nenek Sari memberikan perusahaan Kakek Firman yang sempat terbengkalai untuk dikelola oleh Fathan. itung-itung sebagai imbalan juga, karena Fathan mau menjaga Emi ketika perempuan itu melewati masa sulitnya.
Perusahaan yang Fathan kelola sekarang, terletak di kota yang berbeda dengan perusahaan Azhar. Maka dari itu, ketika mendapat kabar tentang kesembuhan Emi, dirinya harus lebih bersabar karena tidak bisa seperti yang lain, yang langsung menemui Emi pada saat itu juga.
Ada jarak tempuh yang harus Fathan korbankan. Ditambah dengan dirinya harus menjemput Diandra terlebih dulu ke Desa, tempat Nenek Sari mengelola panti asuhannya. Sedangkan Nenek Sari sudah tidak bisa bepergian jauh, usia dan kondisi tubuhnya sudah tidak bisa untuk diajak beraktifitas lebih lagi.
Tiba di tempat tujuan pun, Fathan tidak bisa langsung pergi ke Rumah Sakit. Dirinya mampir ke rumahnya—yang sempat Emi tempati dulu—untuk sekedar membersihkan badan dan berganti pakaian, setelahnya ia mengantar Diandra ke rumah Kakaknya—Mas Aldo dan Mbak Fatma, a.k.a Orangtua Azhar—Untuk melakukan hal yang sama.
Kebetulan di sana ada banyak orang, termasuk Azhar. Mereka tengah sibuk menyiapkan kado ulang tahun untuk Emi. Itulah yang Zahra katakan ketika Diandra bertanya beberapa saat lalu.
"Aku ke atas dulu Kak," pamit Diandra yang diangguki oleh Fathan.
"Bibi Dii, tunggu." Zahra melepaskan kesibukannya yang tengah mengikatkan pita pada kado. Perempuan itu bangkit, dan menyusul kepergian Diandra yang sudah berjalan melewati tangga.
Fathan mengambil pekerjaan yang belum Zahra selesaikan, kemudian berpindah tempat sampai duduk di samping Azhar. "Apa isinya Boss?"
Jangan membayangkan orang-orang ini duduk di sofa. Semuanya--Azhar, Fathan, Fatma, Aldo, Darren, Banyu dan yang terakhir, Ken. Duduk di lantai dengan beralaskan karpet saja. Kemana Zila-Zilo? Mereka sudah pulas dalam tidurnya. Maklum, jarum jam sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh malam.
Merespon pertanyaan Fathan, Azhar mengedikkan bahu kemudian berujar. "Rahasia dong. Dan perlu lo ingat gue bukan Boss lo lagi," tukasnya dengan tersenyum miring.
"Kapan lagi coba, lo bisa dapet ajudan se-setia gue. Meski udah gak digaji tapi masih bisa menghormati Bossnya."
"Gak digaji gundulmu. Orang situ yang ngundurin diri kok."
"Tetep sarkas ya Lo. Padahal udah jadi bapak-bapak juga."
"Jaga tuh mulut. Apa perlu gue ingetin, kalo umur lo lebih tua daripada gue?"
"Gak, Makasih--"
"Lanjutkan bosque!" Ken masuk ke dalam obrolan dengan memukul bahu Azhar keras-keras.
Azhar menoleh, menatap Ken horror.
"Mantap Mas Ken. Ayo gebuk sekali lagi, biar gak pamali." Darren mengacungkan kedua jempolnya.
"Laknat ya lo," sinis Azhar.
"Udah laknat dari lahir, mau digimanain lagi." Disebelahnya Banyu menoyor pelan kepala Darren.
"Apaan sih Bang Bany—"
"Mantap Bany. Ayo toyor sekali lagi, biar gak pamali."
Suara tawapun memenuhi ruangan. Kecuali Darren, laki-laki itu tengah menggerutu sebal. Tidak terima karena Azhar berhasil membalikkan kata-katanya. "Nyantet Azhar dosa gak sih?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Pernikahan Wasiat 2
RomanceAda konsekuensi dari setiap tindakan. Ada karma dari setiap kejahatan. Ada pahala dari setiap kebaikan dan ada manis dari setiap kesabaran (?). kesabaran yang dijalaninya kini pasti akan berbuah manis juga pastinya. Pun dengan perjuangannya sekarang...