9. Author - Surat Aulia

5.3K 470 44
                                    

Jangan lupa VOTE yaa!!!

***

Sesuai permintaan Sari beberapa waktu lalu. Hari ini, Azhar membawa istri dan anak-anaknya untuk melepas rindu dengan wanita tua itu. Sekalian melihat keadaannya.

Tiga jam waktu yang ditempuh untuk sampai ke tempat ini. Cukup melelahkan, apalagi ditambah dengan Zilo yang tidak bisa diam selama perjalanan. Tapi semua sepadan, dengan penyambutan yang dilakukan orang-orang panti. Lelah yang dirasakan hilang seketika setelah melihat wajah-wajah bahagian mereka.

Bagaimana tidak, Wanita yang dulu sempat tinggal di panti selama masa kehamilannya, kini telah datang kembali dengan membawa serta anak-anaknya juga.

Siapa yang mengira, perempuan yang ditemukan di depan panti dengan keadaan mengenaskan itu adalah istri dari pemilik panti itu sendiri. Mungkin jika salah satu dari mereka ada yang mengenal Emilia, wanita itu akan diperlakukan sedikit berbeda oleh pengurus.

Sayangnya waktu itu Sari tengah tinggal bersama anak menantunya di kota, jadi ia tidak mengetahuinya. Sedangkan orang panti tidak ada yang berniat memberitahukannya, mereka menghargai keluarga besar Sari yang tengah berduka. Istri dari cucu pemilik panti meninggal, hanya sebatas itu yang mereka dengar, tidak mengetahui jika yang meninggal itu tengah hamil dan jasadnya tidak ditemukan karena terbawa arus sungai.

Dan kini, wanita itu tengah berjalan, mendekat ke arah Sari dengan membawa serta anak laki-laki dalam gendongannya. Bersebelahan dengan Azhar yang tengah menggendong Zila.

"Nenek?" sapa keduanya seraya menyalami Sari, mengabaikan anak-anak lain yang saling berbisik di sekeliling mereka.

"Bagaimana keadaan Nenek?" Azhar yang menyapa terlebih dulu.

"Seperti yang kamu lihat." Sari meneliti penampilannya kemudian melanjutkan, "Nenek semakin lemah ... Bagaimana keadaanmu Nak?" tanyanya pada Emi.

"Sudah jauh lebih baik Nek. Berkat do'a Nenek dan anak-anak lain juga di sini." Emi melirik pada wanita yang berdiri di belakang kursi roda yang Sari duduki. "Mbak Siti juga, makasih selama ini udah banyak bantuin Emi, selama Emi tinggal di sini."

"Andai kamu cerita dari awal Li, kalau kamu istri dari cucu Nenek, mungkin waktu itu kami akan sedikit memperlakukanmu lebih baik." Siti menatapnya tak enak hati.

"Emi kan nggak tau Mbak kalau panti ini milik Nenek"

"Ngeles eh," Emi menoleh sekilas dengan menggerutu kesal, tidak terima Azhar memotong perkataannya. "Tau atau nggaknya Nenek pemilik dari panti ini, Kakak nggak jamin kamu bakal nyeritain pada semuanya kalau kamu istri Kakak."

Sari terkekeh pelan. "Sudah ah. Ayo kalian masuk dulu. Sekalian tidurin di dalam itu Azilanya."

Zila memang tertidur dalam perjalanan tadi.

"Panggil Zila aja Nek, nggak usah pake A, biar nggak terlalu panjang," Azhar bersuara.

Azhar, Emi, Sari dan Siti—yang mendorong kursi roda Sari, mulai berjalan memasuki sebuah ruangan yang ukurannya tidak terlalu besar. Tidak ada yang aneh di dalam ruangan ini, hanya ada lemari yang dipenuhi dengan dokumen-dokumen. Di sebelahnya terdapat dispenser yang berdekatan dengan kursi rotan tempat duduk Emi saat ini.

Disini terdapat juga sebuah kamar yang hanya di tutupi dengan tirai. Azhar baru saja memasukinya untuk menidurkan Zila. Hanya ada satu ranjang dan sudah terdapat seorang bayi di atasnya.

Inikah bayi yang Nenek Sari maksud tempo hari?

Sepelan mungkin Azhar berjalan. Menunduk, meletakkan Zila di sana, tepat di sebelah bayi tadi. Tanpa sadar Azhar memperhatikan bayi itu, mulai mengira-ngira berapa usia bayi itu. Kalau dilihat dari ukuran wajahnya, usia bayi itu mungkin antara empat atau lima bulanan. Yang jelas usianya jauh lebih muda daripada Zila-Zilo.

Pernikahan Wasiat 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang