Genre: Romance
PG 13+
Andaru hanya takut menjadi bosan jika terus menerus bersama Celia.
BEGINI JADINYA
Sudah jelas. Semuanya jelas. Segala halnya adalah rekayasa dan bagian dari sebuah permainan tak berkesudahan.
Begitu yang diyakini oleh Andaru yang kini menghela nafas lelah seraya memandang sosok perempuan yang sedang berjongkok di sana. Perempuan yang sibuk memasukan sembarang apapun miliknya ke dalam koper besar. Gerakannya kasar, mencerminkan kemarahan yang tertahan. Rambut merah bergelombangnya bergerak seiring gerak gerik gusarnya. Rambut yang baru semalam Andaru hidu wanginya.
Sialan. Selalu begini. Entah mengapa, selalu begini.
Andaru berkacak pinggang sekarang dengan wajah tertekuk, memandangi perempuan keras kepala yang sibuk saja terus tanpa mengacuhkannya. Bahwa perempuan itu menyengaja menganggap dirinya tak ada, Andaru paham. Perempuan ini, dengan segala hal yang dimilikinya tahu benar bagaimana cara membuat perasaan Andaru carut marut. Harga diri dan keras kepalanya berpadu sempurna menjadi keteguhan yang menyiksa Andaru. Padahal baru semalam mereka berbagi cerita dan jejaki setiap sudut hasrat atas nama cinta. Belum sampai 24 jam lalu.
Apa yang salah sampai selalu begini?
Pertemuan kembali mereka selalu berawal dingin. Basa basi sudah pasti tercipta seraya bertukar kabar dengan formal. Pertemuan yang selalu sebagai rekan kerja. Menggelikan. Saling berjabat tangan, bertukar senyum, berseloroh bersama rekan-rekan satu tim lalu semua akan menjadi sungguh mendebarkan tak terkendali saat mereka tinggal berdua. Saling tatap dengan rindu yang tertahan. Berujung menghabiskan sisa hari bersama dan berbagi nafas di penghujung malam. Ini mulai mengikis harga diri Andaru sebagai seorang lelaki.
"Mau lari ke mana lagi?" tanya Andaru sinis.
Ia tak tahan. Bila dihitung, rentang kebersamaan mereka telah bertahun memang. Tapi jika bertanya mengenai waktu kebersamaan, hitungan jari tangan saja yang ada. Andaru tak mau tahu, ia tidak mau bersabar. Perempuan itu diam dan mengabaikan, menutup kopernya dan mengerahkan tenaga untuk bisa menutupnya.
"Bisa bantu?" pintanya pada Andaru tanpa beban.
Andaru bergeming, menatapnya marah. Perempuan itu berhenti bergerak, mengernyitkan kening kemudian menghela nafas kasar.
"Kenapa?"
Andaru menggeleng, "Mau lari ke mana lagi kali ini? Belum puas kamu siksa aku?"
Perempuan itu menautkan kedua alisnya yang tergambar sempurna, "Siksa kamu?"
Andaru mengangguk. Perempuan itu menggeleng-geleng kemudian memandang Andaru sebal, "Bukannya ini mau kamu? Supaya kita tidak terjebak rutinitas membosankan? Aku pikir ide kamu ini berjalan lancar. Ya kan?"
Andaru mematung, lidahnya menjadi kaku. Perempuan di depannya memandangnya.
"Ya kan?"
Andaru masih mematung. Perempuan itu, Celia, istrinya memutar mata dan berdecak tak sabar. Perempuan itu menghempaskan diri menduduki koper besarnya. Bunyi kait bertaut terdengar dan dengan cepat jemari lentiknya mengunci koper itu.
"Bye bye, Sayang. Sampai proyek berikutnya." pamit Celia yang tak lupa mengecup pipi Andaru.
Meski kesusahan, Celia berlalu cepat meninggalkan Andaru yang mematung. Pintu kamar perlahan menutup. Andaru memejamkan mata, meresapi sakit dari penyesalan yang selalu datang belakangan. Ia melangkah mendekati jendela, memandang ke bawah. Dapat ia lihat Celia masuk ke dalam mobil jemputannya. Andaru menahan nafas. Ini memang maunya. Ia yang memulai permainan ini, tapi entah mengapa Celia yang justru piawai bermain dalam skenarionya.
Mata Andaru terlempar pada potret besar berbingkai mewah yang tergantung di tembok. Potret pernikahannya dengan Celia. Langkahnya gontai kala mendekati ranjang mereka. Menghempaskan begitu saja tubuhnya, ia memejam juga mengingat-ingat awal segalanya.
Celia yang dijodohkan dengannya. Celia yang tak menolak keinginan keluarganya. Celia yang membuatnya bosan. Satu hari Andaru terlalu kesal saat Celia menanyakan noda berwarna merah di kemejanya. Seperti sumbat yang mendadak terbuka, Andaru mencerca Celia sekaligus tumpahkan semua penat hatinya. Bahwa ia takut mati bosan kalau harus terus menerus bersama Celia. Bahwa ia memiliki perempuan lain. Celia hanya berkedip menatapnya, mengulas senyum getir sambil bertanya apa mau Andaru saat itu. Pun ia berkata bukan hanya Andaru yang bosan dan tersiksa dengan keputusan keluarga masing-masing. Bahwa ada nama seorang lelaki lain memenuhi hatinya.
Seakan jalan keluar, Andaru saat itu mencetuskan ide. Bak sebuah permainan cantik guna mengelabui orang-orang. Mereka tidak bisa bercerai, lalu Andaru melihat kalau bisa menjadikan kesibukan kerja mereka sebagai alasan sah ketidak bersamaan mereka. Alasan untuk mengurusi hidup masing-masing tanpa harus menciptakan konflik antar keluarga. Permainannya sederhana, mereka akan bergantian menjalankan proyek luar kota. Sederhana dalam rencana.
Karena, pada nyatanya, Andaru perlahan merasakan janggal yang buat dia gelisah. Ia tak menyukai saat orang-orang memuji Celia sebagai perempuan tangguh nan mandiri. Andaru tak suka saat Celia menjadi seorang perempuan sebagaimana yang digunjingkan orang-orang. Tiba-tiba saja ia merindukan Celia yang pendiam, Celia yang selalu mengiyakan, dan Celia yang membosankan.
Aturannya sederhana, bermain sebaik-baiknya. Tapi Andaru lupa, tidak pernah ada permainan yang mudah kalau sudah menyangkut hati.
Bandung, 6 Mei 2018
KAMU SEDANG MEMBACA
Fruits & Seeds
RandomKumpulan puisi -juga, cerita pendek -bahkan mikro, yang tercecer di Sweek dan gwp.co.id. Cocok untuk readers yang tidak suka dengan works lain saya yang punya bab gemuk-gemuk. cover frame from pinthemAll. @sayapwaktu