Bangunan besar itu jelas kuno, peninggalan VOC. Salah satu peninggalan VOC yang terbaik dan kini dimiliki sebuah Yayasan Pendidikan di bawah naungan konglomerasi besar. Bangunan yang menjadi bangunan utama itu sekarang adalah pusat admistrasi sekolah yang masih saja dijuluki Grand Royal –nama lamanya, meski sudah berganti nama dengan nama yang awam sejak Kemerdekaan. Sementara, ruang-ruang kelas merupakan bangunan lebih modern dengan fasilitas yang mengikuti kemajuan teknologi. Taman-taman tersebar dalam kompleks bangunan yang bertanah luas itu. Berselang seling dengan sejumlah fasilitas olahraga. Lapangan sepak bola yang menyatu dengan jalur lari adalah yang terluar di sisi Timur. Bersisian dengan lahan parkir serta Kantin yang diisi pedagang-pedagang asuhan Yayasan.
Sementara cafetaria yang menjadi tempat makan resmi yang disediakan sekolah, ada di tengah setelah taman dan kolam renang tertutup tempat berlatih serius. Di sisi Barat ada lahan parkir yang lebih sempit dan berbatasan dengan tanah lapang berumput yang sering dimanfaatkan bergantian oleh para siswa untuk menunaikan kewajiban ekstrakurikuler mereka. Ada kantin sepanjang sisi pagar serta barisan ruang organisasi siswa. Di sinilah kehidupan siswa siswi berpusat. Soalnya, meski kantin tersebut diisi penjaja kaki lima hasil gusuran beberapa puluh tahun lalu, saat pihak Yayasan memperluas kompleks sekolah, para murid suka karena lebih dekat dengan akses melarikan diri keluar sekolah. Tentu saja, tidak sembarangan murid yang diperbolehkan berkeliaran di tempat ini. Senior dibebaskan, tapi freshmen dan sophomore dibatasi aturan. Tidak ada junior di Indonesia.
Grand Royal itu private school. Kebetulan anggota dari beberapa keluarga berkuasa turun temurun bersekolah di tempat itu. Ada tradisi tidak tertulis di Grand Royal, kala salah satu dari mereka hadir, puteri atau pangeran itu akan dengan sendirinya dipuja. Dan, selalu ada kisah seru di Grand Royal, kalau ternyata tidak hanya seorang puteri atau pangeran yang hadir. Seringkali terjadi konflik karena pemuja yang berselisih. Hanya ada tiga golongan di Grand Royal: para Puteri dan Pangeran, para Pemuja mereka, serta orang-orang yang sama sekali tidak peduli drama para remaja belajar berpolitik. Dan, Sarah Amira adalah golongan ke tiga.
Menurutnya.
Sial baginya, David Jaya si Abang Kembar, adalah seorang pangeran di manapun ia berada sejak kecil sekali. Maka, sepertinya dia harus berusaha lebih keras dari sekedar tidak peduli.
"Sarah?"
Sebuah suara menghentikannya sejenak gerak menyuap Nasi Goreng Cabai yang Sarah lakukan. Ia melirik dan melihat Jacqueline Lim lima langkah di sisi kirinya.
"Bisa minta waktunya sebentar?"
Sarah mengunyah nasi pedas yang baru saja menyentuh lidahnya. Ia menahan diri untuk memberi reaksi langsung terhadap permintaan Jacqueline, si kakak kelas yang mengejar-ngejar David sejak lima bulan lalu. Bisa saja ia langsung menggeleng dan mengusir ditambah lirikan sinis. Tapi, Sarah berbaik hati untuk menjaga harga diri Jacqueline yang nekat menemui di tengah waktu makan siang. Saat cafetaria tengah ramai-ramainya. Percaya tidak percaya, setiap tingkahnya akan ditafsirkan oleh banyak orang.
"Abis makan ya, Kak." kata Sarah.
Jacqueline tersenyum dan mengangguk, "Makasih ya, Sarah. Aku tunggu di kolam tengah ya."
Sarah mengangguk sambil mengulas senyum santun.
"Eciee, baik amat sih lo, Puteri Peri!" gerutu Dania yang baru tiba dengan makan siangnya.
"Lo bakal diketawain kalau Alanis tau." imbuh Pauline.
Sarah mengangkat bahu tidak peduli, "Ralat. Kalau hamba sahaya Alanis tau. Gue baik-baik aja sama Alanis."
KAMU SEDANG MEMBACA
Fruits & Seeds
RandomKumpulan puisi -juga, cerita pendek -bahkan mikro, yang tercecer di Sweek dan gwp.co.id. Cocok untuk readers yang tidak suka dengan works lain saya yang punya bab gemuk-gemuk. cover frame from pinthemAll. @sayapwaktu