Menteng, Jakarta pusat.
Minggu yang sangat damai di kediaman Cara, tidak ada kegiatan pagi yang biasa Marvin lakukan. Mengedor-gedor kamar Cara agar sangempunya terbangun.
Entah kenapa setiap weekend seperti ini Cara selalu terbangun lebih awal tidak seperti hari-hari biasanya yang penuh kepadatan serta kegiatan aktifnya sebagai anak sekolah. Sifat malasnya selalu saja muncul tak melihat sikon.
Lima menit sudah berlalu namun Cara masih duduk terdiam di atas kasur yang sangat mengodanya untuk tidur kembali. Ia perlu waktu ber jam-jam untuk mengumpulkan kembali nyawanya yang jauh berkelana di alam sana. Ngacoh!
"Ra....."
Teriakan itu. Teriakkan Marvin dari bawah ruang tamu. Cara sempat mengernyitkan dahinya, bingun mengapa pria yang hobi bermain golf itu masih stay di rumah. Tidak seperti biasanya ia akan meninggalkan rumah di jam 8 pagi dan pulang pada jam 3 sore. Katanya bermain golf, futsal dan masih banyak hal lainnya yang tidak dapat ia lakukan kala kembali ke rutinitasnya sebagai menejer di perusahaan papa.
Pintu kamar Cara terbuka. Marvin dengan setengah badan yang di condongkan kedepan mengintip keadaan kamar adiknya. Menemukan Cara duduk dengan selimut menutupi tubuhnya guna menghalau matahari yang masuk melewati ventilasi jendela.
"Di bawa ada teman lo. Denda oke, oke, pula. Lo? Masih selimutan. Dasar pemalas" ujar Marvin meledek Cara. Sebelum bantal guling itu mendarat tepat di wajah Marvin buru-buru ia kembali menutup pintu kamar Cara barlari menuruni tanggal tak lupa teriak-teriakan ledekan di berikan pada Cara, guna memancing gadis itu agar ke luar dari sarangnya.
Dengan perasaan yang sangat berat serta kaki yang di paksakan menginjak marmer dingin tersebut Cara berjalan menuju ruang tamu dengan bahu yang di rosokkan kebawah tak lupa dengan selimut yang masih bertenger indah di kepalanya.
"Duh anak gadis jam segini masih selimutan. Jodoh di patok ayam tau rasa." baru saja Cara berada di ujung tangga suara Pita mulai menyerang indra pendengarannya.
"Nggak ada tuh jodoh di patok ayam. Yang ada rezeki di patok ayam." ucap Iren memperbaiki kalimat Pita. Mereka berdua mengawasi Cara yang masih berjalan dengan malas-malasan serta selimut dan baju tidur masih melekat di tubuhnya.
"Jodoh 'kan termasuk rezeki ren," ujarnya tak mau kalah.
"Mana ad--"
"Nggak sopan banget lo bertamu sepagi ini. Ganggu orang aja." ucapan Iren terpotong kala Cara berdiri di depan mereka menyela pembicaraan gadis-gadis yang memiliki tingkat kewarasan minimum, sehingga tidak menimulkan perdebatan tidak penting yang hanya mengulur waktu saja dan melupakan tujuan utama mereka bertamu sepagi ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Squad Girls [SELASAI]✔️
Novela Juvenil[Tamat] Sedikit bercerita tentang empat gadis dalam satu gang yang memiliki sikap yang berbeda-beda, tentu dengan kisah percintaan yang beda pula. WARNING! CERITA INI BELUM DIREVISI, JADI JIKA ADA TANDA BACA YG SALAH ATAU BANYAK TYPO HARAP DIMAKLU...