Cara mendobrak pintu ruangan Marvin dengan tidak tahu diri, "Pulang goblok!" teriak Cara dari ambang pintu. Bukan tanpa sebab gadis itu berperilaku seperti sekarang, pasalnya manusia yang baru saja di teriakkinya mendadak menetap di kantor mengabaikan panggilan-panggilan dan pesan yang di kirimnya beberapa jam yang lalu.
Kekesalan gadis itu sudah berada pada titik paling atas, dadanya kembang kimpis mengatur oksigen yang entah mengapa terasa sangat menipis di ruangan ini.
"Nyokap, bokap bilang lo udah dua hari nginap di kantor, Ngapain lo? nggak usah drama deh," sinis Cara.
Mata pria yang masih duduk di singgasananya membola sempurna, "Gue di jodohin ra, gue nggak mau."
"Lo udah tua, udah pantes nikah, kalau lo lupa." cerca Cara.
Marvin melotot ke arah Cara, namun gadis itu enggan menunjukkan ekspresi lain, kalau saja Marvin tahu beberapa jamnya lalu gadis itu menelpon hanya untuk meminta Marvin menjemputnya di sekolah namun pria itu tak kunjung menerima panggilannya, yang ada suara opratur yang memenuhi indra pendengaran Cara. Satu hal itu membuat Cara ingin menumpahkan emosi pada Marvin detik ini juga.
"Nggak usah kaya anak kecil, balik, lo udah di tungguin di rumah." ujar Cara lagi. Ya, kedua orang tuanya memang sudah berada di rumah pasca pembahasan perjodohan pria yang masih keukeuh di depannya ini.
"Gue nggak setua itu, gue juga masih pengen sukses." bantah Marvin.
"Lo udah sukses tolol, udah balik, nggak usah banyak bacot." teriak Cara memaki.
"Nggak ada sopan-sopannya lo jadi adik." balas Marvin berteriak, biar saja toh ini bukan lagi jam kerja, tidak ada yang mendengar pembahasan mereka barusan.
"Gue tunggu di bawah." ujar Cara seraya berbalik.
"Gue nggak mau pulang! tuli ya, lo?" teriak Marvin lagi, ia masih keukeuh untuk tinggal di kantor sebelum perjodohan itu di batalkan.
"Kantor lo gue bakar." balas Cara berteriak, sebelum benar-benar membanting akses masuk ke dalam ruang Marvin.
Marvin berdecak kasar, kemudian menyusul Cara.
🐣🐣🐣
Marvin mengerut keningnya dalam, pasalnya mobil BNW di depan sana tak menujukkan ciri-ciri mereka akan kembali ke rumah.
Dan asumsinya benar, sesaat mobil Cara berbelok masuk kedalam halaman sebuah restoran dan memarikirkan mobilnya di sana. Gadis itu keluar dari mobilnya berjalan ke arah Marvin, mengetuk kaca, agar pria itu cepat menyusul.
Ia turun setelah memarkirkan mobilnya, ingin mengajukan protes pada adiknya.
"Lo ngapain sih ke sini?" tanya Marvin.
Cara mengacuhkan bahu, "Bokap yang nyuruh." ujarnya.
"Lo ngejebak gue?" tanya Marvin ketus, "tega banget lo." ujar setelah matanya menangkap presensi Ayah, Ibu dan- benar. Acara makan malam dan membahas lebih jauh pertunangannya, yang sama sekali tidak di inginkan.
"Gue nggak tau-" ucapan Cara terpotong kala Ibunya dari sembarang meja bundar melabai tangan, memanggil mereka agar segera bergabung.
Keadaan mendadak canggung setelah kedua kakak-adik itu bergabung dalam meja bundar, dimana Marvin memilih duduk menghadap calon tunangannya?-ah ya, tidak memilih sih, bahkan bangku itu jelas sekali di sediakan untuk Marvin. Tidak ada pilihan lain setelah Ibunya manarik Cara agar duduk bersampingan dengan wanita parubaya itu, dan setelah itu Marvin kebagian sisahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Squad Girls [SELASAI]✔️
Fiksi Remaja[Tamat] Sedikit bercerita tentang empat gadis dalam satu gang yang memiliki sikap yang berbeda-beda, tentu dengan kisah percintaan yang beda pula. WARNING! CERITA INI BELUM DIREVISI, JADI JIKA ADA TANDA BACA YG SALAH ATAU BANYAK TYPO HARAP DIMAKLU...