Hari ini sudah terhitung tiga minggu setelah kegiatan camping sekolah. Dan Iren tidak yakin apa yang sedang dia lakukan sekarang
Sudah lima belas menit berlalu dan ia masih berdiri di sini, ragu untuk mengambil langkah hanya sekedar masuk ke dalam tempat itu, membeli apa yang ia perlukan lalu kembali, hanya itu.
Iren berjalan tergesa-gesa, tak lupa ia menggunakan tudung hodienya."Um... Mbak," panggil Iren pelan.
"Iya dek, cari apa?" tanya sang penjaga tokoh.
"It—, aduh mbak saya lupa, bentar ya." ujar Iren menggaruk kepalanya yang tak gatal.
"Hallo mah, pesan apa ya tadi, Iren lupa." ujarnya.
"Ha? Apasih? tes... Tes apa sih mah? Oh oke, Iren tutup ya mah."
Usai menyelasaikan panggilannya, Iren kembali bertanya pada penjaga apotek itu, "Test pack ada mbak?"
"Ada dek, mau yang mana? strip, digital, USB atau—"
"Saya ambil semuanya mbak," ujar Iren tanpa ragu.
Setelah membayar semua yang dia beli, Iren bergagas pergi, namun langkahnya terhenti kala pandangannya beralih pada ponsel yang ia gengam. Tidak ada panggilan keluar yang ia tujukan pada mama, yang tadi itu hanya rekayasa. Kepura-puraan semata.
Jelas sekali mamanya tidak memerlukan benda ini, dan lagi..., jika wanita parubaya itu butuh ia tidak harus menyuruh Iren 'kan?
Tanpa dasar tangannya dengan kuat meremas kencang plastik belanja yang ada dalam genggamannya ingin menghindar dari kenyataan yang bahkan belum jelas adanya.
Test pack itu..... Miliknya, Iren membutuhkan benda itu untuk mengusir asumsi-asumsi yang beberapa minggu ini telah menguasai pikirannya, membuat ia jadi gunda gulana. Sebab apa yang ia dapatkan di internet juga terjadi pada tubuhnya, semuanya persisnya ia baca pada salah satu blok ibu hamil.
Kemarin ia sempat memperhatikan tubuhnya. Puyudara yang sakit, juga mual di pagi hari bukan penentu seorang wanita hamil, pikir Iren. Maka dari itu ia bertekat memeriksanya sendiri menggunakan alat ini.
Dengan tergesa-gesa ia turun dari mobil dan masuk begitu saja ke dalam rumah. Dugaannya benar, mama sedang rapat jadinya kesempatan ini ia gunakan sebaik mungkin, mengingat hanya Irenlah yang berada di rumah ini.
Mengikuti petujuk yang ada pada kemasan alat tersebut, Iren melakukannya dengan baik kini tinggal menunggu hasilnya.
Sumpah demi apapun, saat ini Iren harap-harap cemas juga perutnya mulai mules, dan keringat yang tak berhenti bercucuran. Takut-takut kalau...., tidak. Tidak. Iren jelas tidak pernah melakukan hal itu, mungkin saja siklus menstruasinya yang bermasalah.
Sesuai dengan prosedur, kini waktunya untuk melihat hasil. Dan keadaan ini yang justru membuat seluruh badan Iren lemas.
Positif.
"Nggak mungkin," ucapnya dengan lirih.
"Dua garis merah, ha? Apaan nih? gue hamil gitu? ya kali gila aja lo." ujar Iren meracau kesal menatap benda tersebut.
"Paling kadalwarsa kaya di film-film itu, murahan sih, lagian mbak-mbak apoteknya ngapain jual tast pact murahan gini, bikin orang spot jantung aja." ucapnya terus menerus sebagai bentuk pengalihan agar pikirannya masih berfungsi dengan baik.
"Gue coba paling mahal, pasti satu doang garisnya. Ya kali dua, gue bunting sama setan gitu? amit-amit." ujarnya crocos.
Dan hasilnya tetap sama.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Squad Girls [SELASAI]✔️
Ficção Adolescente[Tamat] Sedikit bercerita tentang empat gadis dalam satu gang yang memiliki sikap yang berbeda-beda, tentu dengan kisah percintaan yang beda pula. WARNING! CERITA INI BELUM DIREVISI, JADI JIKA ADA TANDA BACA YG SALAH ATAU BANYAK TYPO HARAP DIMAKLU...