19. Terungkap

4.7K 452 11
                                    

Adanya jarak.
Mengajarkanku arti sebuah kata rindu, untuk yang pertama kalinya.



"Kenapa gak jadi?"

Afifa tidak jadi melangkah. Dia kenal suara berat dan datar itu. Dia membalikkan tubuhnya, dan kembali melangkah ke tepi kolam. Ada jarak di antara 2 mahluk itu. Afifa sedikit melirik untuk memastikan siapa laki-laki itu. Matanya membulat sempurna saat mengenali sosok itu.

"Kak Dhafin?"

"Iya ini gue, kenapa?" tanyanya. Matanya tetap fokus menatap ke depan.

"Jadi Kakak anaknya Om Raihan?"

"Iya."

"Jadi itu alasan Kakak dendam sama Kak Bara?"

Dhafin mengangguk. "Bara dan Papanya memang sudah keterlaluan, mereka sengaja nabrak Papa saat gue mau nyebrang jalan sama dia. Kejadian itu Tepat di hadapan gue, gue melihat semuanya saat dia sempat terseret mobil ... Gue gak kuasa saat melihat tubuhnya penuh darah," Dhafin menghembuskan nafasnya tenang. "Gue gak tau apa yang ada di otak mereka, padahal Papa gue sama sekali gak ada masalah sama mereka. 3 hari Papa gue gak sadar, sampai akhirnya Mama gue memutuskan untuk ke Inggris, gue terpaksa mengizinkan karena melihat kondisi Papa yang tidak ada peningkatan ... Gue hancur saat ditinggalkan mereka, gue hidup tanpa kasih sayang," Dhafin menghela nafas, ada segumpal rasa sesak saat mengenang kejadian kelam itu. "Mama gue sempat cerita sebelum berangkat ke Inggris, cerita tentang Papa Bara yang selalu berniat mau mencelakakan Papa, karena Papa Bara gak suka liat perusahaan Papa gue maju ... Sejak itu, gue bertekad mau balas dendam, gue juga mau merasakan rasa sakit yang diderita Papa gue sama keluarga Bara," jelas Dhafin.

"Kakak masih mau balas dendam sama mereka?"

"Gue gak akan balas dendam lagi, gue udah ikhlas, lagian sekarang Papa gue udah sembuh. Gue sadar itu semua udah rencana Allah, cobaan buat keluarga gue."

"Maaf sebelumnya Afifa lancang bertanya soal ini, dulu setau Afifa Kakak gak se--"

"Iya gue berubah, itu semua kemauan dari hati gue sendiri, gue mau belajar mencintai Allah seutuhnya."

Ternyata Dhafin benar-benar sudah merubah hidupnya. Afifa dapat mendengar ucapan Dhafin yang benar-benar tulus walaupun cara bicaranya tetap datar.

"Baru sekarang gue bisa memahami arti kehidupan, gue dulu tanpa rasa bersalah sudah lalai dalam segala hal dan tanpa gue sadari selalu ada yang mengawasi apa-apa yang gue lakukan," ucap Dhafin. Kali ini dengan nada sedikit kecewa.

Hening beberapa saat, ke duanya fokus melihat kolam.

"Lo sekolah yang bener, jangan malas buat belajar," ucap Dhafin mengingatkan.

Afifa mengangguk singkat walaupun itu tidak terlihat oleh Dhafin. "Kakak mau kuliah?" tanya Afifa memberanikan diri.

"Iya, gue akan ke Inggris dalam waktu dekat."

Seketika ada segumpal rasa sesak di dada Afifa saat mendengar ucapan Dhafin. Afifa diam, dia menekuk kepalanya dalam-dalam. Apakah dia sudah menaruh harapan kepada Dhafin.

"Gak boleh berharap sama manusia Fa, berharaplah sama Allah," batin Afifa menguatkan dirinya sendiri.

Ada laki-laki yang menghampiri mereka. Afifa kaget bukan main. Dia spontan berjalan ke belakang Dhafin.

"Gue tinggal dulu, ya." Dhafin hendak melangkahkan kakinya.

"Kak Dhafin," lirihnya.

"Bara cuman mau minta maaf, tenang aja dia gak bakal makan orang."

CHANGE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang