16. Cita-cita Fabio

4.7K 470 15
                                    

Kejar impianmu walaupun banyak yang merendahkan.
Mereka yang merendahkan, karena tidak tau engkau sekuat apa.
Ya, kau adalah orang yang kuat. Kau mampu menopang cacian itu sendiri. Dan kau ceritakan semua kepada-NYA lewat untaian doa.



Deeeg...

Mata Afifa menangkap sosok Dhafin yang mengenakan baju kaus hitam, celana jeans hitam yang terlihat berbeda dari kemarin malam, karena celana yang Dhafin kenakan hari ini tidak lagi sobek-sobek. Afifa juga melihat di samping Dhafin ada Fabio, dan di samping Fabio ada Raka. Cepat-cepat Afifa memutar kepalanya ke arah Alya.

"Al, pindah tempat duduk yuk," ajak Afifa.

"Ini udah mau mulai, Fa ... Lagian gak ada yang kosong lagi. Ada apa, sih?" Alya mengedarkan pandangannya ke samping Afifa.

"Oh, karena itu, ya? Udah sih biasa aja. Anggep aja gak ada," ucap Alya. "Eh, kok mereka gak main?" heran Alya.

"Gimana mau dianggep gak ada? Jelas-jelas orangnya ada," gerutu Afifa dalam hati.

"Kak Dhafin," sapa Alya sedikit membungkukkan tubuhnya agar terlihat oleh Dhafin.

"Ngapain dipanggil, sih?" batin Afifa.

Dhafin menoleh ke arah sumber suara, diikuti Fabio dan Raka yang juga mendengar sapaan itu.

"Kok bukan Kakak yang main?" tanya Alya.

"Pasti bidadari Alya mau liatin Babang Iyo, ya?" tanya Fabio jahil.

"Siapa yang ngomong sama Kakak, sih?!" ketus Alya.

"Kita udah mau ujian, jadi gak dibolehin main," jelas Dhafin santai. Kini matanya hanya fokus melihat ke arah depan tanpa melihat lawan bicaranya.

"Iya kita disuruh belajar," tambah Fabio.

"Kok malah nonton, bukannya belajar di rumah?" tanya Alya.

"Kan cuman gak dibolehin main, berarti nonton boleh dong," jawab Fabio.

Alya tidak lagi menjawab perkataan Fabio. Dia ke sini mau nonton futsal bukan untuk adu mulut dengan Fabio.

"Afifa muka lo kenapa, kok kayak takut gitu?" tanya Raka.

"Gapapa," jawab Afifa tanpa menoleh. "Fokus Fa! Fokus nonton, abaikan manusia di samping," batin Afifa.

Setelah beberapa menit pertandingan. Tim SMA Bangsa sudah kebobolan 2 gol.

"Apaan sih, adek kelas mainnya ngaur banget," gerutu Fabio. "Gatel kaki gue pengen main," sambungnya.

"Kita mau nonton futsal, bukan mau denger lo ngomong!" ucap Raka berharap Fabio menghentikan aktivitasnya.

Babak ke dua kembali dimulai. Entah kenapa posisi duduknya masih sama seperti babak pertama tadi, padahal saat istirahat mereka Sholat Asar di Musholla.

Lagi-lagi SMA Bangsa kebobolan.

Fabio berdiri dari duduknya. "Woy asem! Main yang bener!" teriaknya.

"Duduk Yo, noh yang belakang juga mau nonton," suruh Raka.

"Kesel gue, main kayak gak ada niat," gerutu Fabio, sambil mendudukkan tubuhnya kasar. "Kita udah percayain ke mereka, main malah ancur."

"Mereka udah usaha Yo, santai aja bisa, gak?" tanya Raka.

"Bukannya gitu Ka, mereka udah dikasih kepercayaan, tapi gak ada tanggung jawab sama sekali."

"Semuanya bisa terjadi di lapangan, lawannya juga emang jago," sahut Raka.

"Ya iyalah jago, masih pemain lama," kesal Fabio.

CHANGE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang