23. Om, Papa, Kakek

5.5K 456 34
                                    

Dia adalah genangan masa lalu. Tapi kau adalah pelangi baruku.


Mata Dhafin melotot saat melihat seorang gadis yang baru saja masuk ke ruangannya.

"Ngapain lo ke sini?"

"Seharusnya lo seneng dong gue ke sini," sahut Febby. "Gue akan menetap di Indonesia, biar kita bisa lanjutin kisah cinta kita yang sempet terpisah karena jarak."

"Gue gak minta lo ke sini, dan gue mohon berhenti mengungkit masa lalu," pinta Dhafin.

"Oke itu masa lalu, sekarang kita mulai lagi dari awal."

"Gue sibuk, ada miting hari ini."

"Gue akan tungguin kok Fin, tapi ini kan udah jam makan siang, gimana kalo kita makan siang dulu."

Afifa sudah sedari tadi berada di balik pintu ruangan Dhafin. Tadinya dia berniat mengajak Dhafin untuk makan siang bersama, tapi dia urungkan. Perasaan sesak kembali menghampiri dada Afifa. Banyak sekali pertanyaan yang bermunculan di benaknya tentang siapa gadis yang ada di dalam ruangan Dhafin. Afifa lebih memilih untuk tidak mendengarkannya lagi. Dia langsung berjalan menjauh. Kepalanya tiba-tiba saja terasa pusing.

"Din!" panggil Afifa.

"Lo kenapa, Fa? Lo sakit, ya?" tanya Dinda cemas.

"Afifa pusing Din, kayaknya Afifa mau izin pulang, tolong kasih tau, ya."

"Lo kuat pulang sendiri, Fa? Iya nanti gue kasih tau kok."

"Kuat kok, makasih Din, Assalamualaikum," pamit Afifa.

"Waalaikumsalam."

Afifa berjalan keluar dari area kantor. Air matanya tidak lagi mampu ia tahan.

"Apa ini yang orang bilang rasa cemburu?" batin Afifa.

***

Dhafin keluar dari ruangannya. Dia mencari-cari Afifa untuk pulang ke hotel, tapi dia tidak menemukan gadis itu. Apa iya Afifa pulang sendiri, tapi kenapa tidak memberitahunya. Akhirnya Dhafin memutuskan untuk pulang.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam," jawab Afifa.

"Kenapa pulang duluan?" tanya Dhafin.

"Gak enak badan," jawab Afifa singkat. "Sama gak enak hati!" batinnya.

"Kok gak ngabarin? Kan bisa aku anterin."

"Gak usah repot-repot."

"Kamu kenapa?"

"Kan udah dibilang aku gak enak badan."

Tidak biasanya gadis itu berbicara pakai 'aku' biasanya dia selalu menyebut namanya. Dhafin benar-benar dibuat bingung oleh sikap Afifa yang berbeda. Walaupun gadis itu tidak mengatakannya, tapi masih terlihat jelas oleh Dhafin. Dhafin memandangi setiap inci wajah Afifa. Mata gadis itu terlihat sembab. Apakah dia menangis, tapi gara-gara apa.

"Coba bilang, sebenarnya kamu kenapa?"

"Dasar gak peka!" batin Afifa.

"Afifa Nahda Rafanda, aku bukan orang yang jago main tebak-tebakan, jadi tolong kasih tau aku, kamu kenapa?" tanya Dhafin lembut. Dhafin memegangi pundak Afifa agar menghadap ke arahnya.

"Tadi aku cuman mau ngajakin makan siang, tapi gak jadi."

"Kenapa gak jadi?"

"Kan Kakak udah ada temennya, jadi aku gak enak kalo ganggu orang."

CHANGE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang