13. Wanita

4.8K 458 12
                                    

Tutup aurat mu.
Walaupun hatimu masih terasa kotor.
Perlahan jika terus belajar, maka akan menjadi sebuah kebiasaan.
Hidayah itu mahal.
Hari ini masih bermaksiat, besok perlahan selangkah meninggalkannya.

"Jawabannya gak ada! Terus kenapa lo suka ngatain dia sok suci, sok alim, sesatlah, apalah, padahal bukan dia yang sesat tapi coba liat diri lo, aurat lo aja dibiarin terbuka, padahal udah jelas-jelas wanita diwajibkan untuk menutup aurat, karena wanita adalah perhiasan dunia." Dhafin menarik nafasnya, lalu membuangnya pelan.
"Jangan pernah berniat nyelakain dia lagi!" Dhafin langsung melangkahkan kakinya meninggalkan Tifani.

Raka dan Fabio dibuat melongo, sahabatnya ini sudah seperti Pak Ustadz saja. Cepat-cepat mereka menyusul Dhafin. Sedangkan Tifani hanya terdiam, tatapannya terlihat kosong.

"Keren pak Ustadz," ucap Fabio girang, sambil bertepuk tangan. Dia duduk di atas meja Dhafin.

"Emang ada masalah apa lagi, Fin?" tanya Raka yang hendak mendudukkan tubuhnya di samping Dhafin.

"Dia yang gantung sepatu Afifa di net."

"Oh jadi itu sepatunya Afifa, pantesan kecil," ucap Fabio dengan volume suara yang tidak bisa santai.

"Biasa aja sih!" sinis Raka.
"Semoga aja apa yang lo omongin tadi masuk ke dalam hatinya," sambung Raka.

"Amiin," ucap Dhafin dan Fabio bersamaan.

"Astaghfirullahaladzim." Dhafin menepuk jidatnya sendiri.

"Kenapa?" tanya Raka bingung.

"Gue tadi pesen bakso sama Mbak Siti."

"Ya udah, nanti abis Zuhur kita samperin Mbak Siti. Gak sabar gue mau liat Mbak Siti yang asoy geboy, Tifani mah kalah," ucap Fabio heboh.

"Tundukkan pandangan, jaga mata, jangan terbawa nafsu. Gunakan mata yang udah diberi Allah untuk melihat hal-hal yang baik," ucap Dhafin.

"Iya Pak Ustadz, becanda kok," ucap Fabio disertai cengiran khasnya.

Setelah Sholat Zuhur di Musholla sekolah, mereka langsung ke kantin. Dan untung saja Mbak Siti tidak marah-marah, terbaiklah Mbak Siti memang pengertian.

"Bentar lagi try out pertama, kepala gue pusing mikirinnya," keluh Fabio.

"Gak boleh ngeluh," ucap Dhafin, sambil memasukkan sesuap bakso ke dalam mulutnya.
Ini bukan baksonya yang tadi dia pesan jam istirahat pertama. Ini bakso baru yang dibuatkan Mbak Siti, karena pesannya tadi sudah diberikan ke salah satu siswa yang kelaparan.

"Lo jadi Fin mau ke Inggris abis lulus?" tanya Raka.

"Tergantung, doain aja papa gue sembuh dan cepat pulang ke sini," jawab Dhafin.

"Gak sanggup dedek Iyo ditinggalin Babang Dhafin yang mau jadi Bang toyib," ucap Fabio dengan raut wajah disedih-sedihkan.

"Aminin woy! Malah bahas Bang toyib," protes Raka.

"Amiin ya Allah," seraya kedua tangannya diletakkan di wajah seperti orang selesai berdoa.

***

Akhir-akhir ini banyak hari libur, karena kelas 12 sedang mengadakan try out.

Afifa merasa bosan di rumah, Arvino kuliah, Abinya kerja, dan Uminya lagi masak.

Afifa berjalan ke arah dapur, lebih baik dia membantu Uminya memasak, lebih tepatnya membantu melihat.

"Umi masak apa?" tanya Afifa, sambil mencium aroma yang melintas di hidungnya.

"Ini buat sup," jawab Fatimah yang masih sibuk mengaduk supnya.
"Bantuin Umi potong-potong wortelnya dek," sambungnya.

CHANGE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang