5. Emosi

5.4K 491 17
                                    

Jadikanlah Al-Qur'an temanmu.
Ayo baca Al-Qur'an mu :)
~

"Kita gak tau Fin, kenapa? Lo mau kita cari tau?" tanya Raka.
"Lo tau ciri-cirinya gimana?" tanya Raka lagi.

"Gue gak liat dia, soalnya gue udah pusing banget saat itu, penglihatan gue juga gak jelas ... yang gue inget dia pake hijab," jelas Dhafin.

"Orang pake hijab bejibun Fin," sahut Fabio.

"Iya gue tau, soalnya ada barang gue yang ilang, kemungkinan sih jatoh pas gue dikeroyok."

"Penting banget barangnya, Fin?" tanya Raka.

"Ah ... Udahlah besok-besok bisa beli lagi," sahut Dhafin.
Entah kenapa Dhafin masih enggan mengatakan sesuatu kepada dua sahabatnya ini.

"Dokter udah izinin lo pulang?" tanya Raka.

"Udah."

"Si petasan mana, Fin?" Raka melihat ke samping kanan dan kirinya, tapi tidak menemukan Fabio. Begitupun Dhafin, matanya menyusuri setiap sudut ruangan, tapi tidak tampak mahluk itu.

"Kangen, yak?"

Serentak Dhafin dan Raka melihat ke bawah, mereka mendapati Fabio tengah duduk bersila di lantai, di samping kursi tempat Raka duduk, di depannya ada keranjang buah. Dengan tangannya Fabio memakan buah itu. Dhafin dan Raka dibuat melongo, saat laki-laki itu nyengir khasnya.

"Kata emak gue gak boleh makan berdiri," ucap Fabio, sambil mengunyah buah yang ada di mulutnya.

Raka menoyor kepala Fabio.
"Kata emak gue gak boleh makan sambil ngomong!" ucap Raka disertai gelengan kepala beberapa kali.

***

Dengan bantuan ke dua sahabatnya, malam ini Dhafin sudah berbaring di kamarnya. Perlahan Dhafin memejamkan matanya, bukan karena ngantuk, tapi dia kembali teringat kejadian malam itu. Bara sudah keterlaluan, semua tentang keluarga Dhafin ingin mereka hancurkan. Dhafin semakin menguatkan tekadnya untuk balas dendam, dia tidak boleh diam saja, selama ini yang dilakukan keluarga Bara sudah sangat keterlaluan.

"Fin, tadi Bi Imah nelpon, katanya kalo gak ada halangan lusa dia kembali kerja," ucap Raka memberitahu, sambil mendudukkan tubuhnya di samping Dhafin.

"Hm," sahut Dhafin, tanpa membuka matanya.

Tapi ketenangan di kamarnya tidak bertahan lama. Fabio masuk ke kamar dengan tubuh yang terlilit handuk.

"Fin, pinjem baju dong," pinta Fabio.

Perlahan Dhafin membuka kelopak matanya, dia menatap laki-laki yang sedang bertelanjang dada itu.
"Perut lo kok gak ada sixpeak-sixpeaknya Yo," cibir Dhafin.

"Wah ... wah ngajak gue ribut, ni? Mau nambahin luka?" tanya Fabio sok-sokan seperti orang yang ingin berkelahi.

Dhafin memposisikan tubuhnya untuk tidur, begitupun dengan Raka.

"Woy baju!" pekik Fabio.

"Cari sendiri, noh dalam lemari ... Lo mau berapa lapis juga ada" ucap Dhafin malas.

"Dih, gitu ya orang kaya kalo sombong," cibir Fabio.
Namun tidak ada tanggapan dari kedua sahabatnya.

***

Afifa tengah menatap buku bimbingan Sholat yang dia dapatkan kemarin.

"Dek," panggil Arvino. Kini dia sudah berada di kamar Afifa.

"Apa?"

"Udah ngaji belom?"

"Udah dong," jawab Afifa dengan senyum yang mengembang, sehingga tampak gigi gingsulnya.

CHANGE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang