8. Kamis

5.1K 568 2
                                    

Sebaik-baik kalian adalah yang belajar Al-Qur'an dan mengajarkannya.
[HR. Bukhari]


"Fin, lo gak ada niat buat lindungin Afifa? Gimanapun itu ada hubungannya sama lo," tanya Raka.

"Harus ya?" tanya Dhafin datar.

"Serah lo dah!" kesal Raka.

Fabio masuk ke dalam kelas dengan girangnya, lalu mendudukkan tubuhnya di bangku.

"Ada misi yang harus kita jalanin Yo," ucap Raka, sambil memutar tubuhnya agar dapat melihat Fabio.
"Kita harus lindungin siapa tu namanya?" tanya Raka.

"Lah mana gue tau," jawab Fabio.

"Itu yang lo bilang bantet."

"Afifa ... Emang kenapa lagi sama dia?" tanya Fabio.

"Dia di bully terus."

"Oke sip, kita harus mengawal dedek Afifa," ucap Fabio antusias.

"Gak usah!" tegas Dhafin.

"Lo gila ya, Fin? Dia tiap hari dibully kayak gitu," protes Raka dengan nada penuh penekanan.

Pembicaraan mereka terhenti, karena ketua kelas mereka sudah teriak-teriak menyuruh turun kelapangan, karena jam pertama ini pelajaran olahraga.

"Masing-masing berdua sama teman sebangkunya, kalian cari di sekitar sekolah ini buat kalian amati, dan tulis laporannya, terus kumpulkan. Ingat tidak boleh keluar dari area sekolah, dan tidak boleh ada yang ke kantin! Mengerti?"

"Mengerti Bu." Serentak.

Afifa dan Alya berjalan menuju lapangan. Mereka mencari sesuatu yang dapat diamati. Afifa dan Alya sudah berjalan di tepi lapangan. Di lapangan Afifa dapat melihat Dhafin, kepala laki-laki itu diikat dengan bandana berwarna merah. Dhafin tengah asik berlari-lari mengejar bola.

Bola menggelinding ke arah Afifa, spontan Afifa menendang bola itu, dan menggelinding tepat di kaki Dhafin.

"Sini dek main bola sama abang," teriak salah satunya.

"Sini dedek Afifa, main bola sama babang Iyo," teriak Fabio antusias.
"Eh gak jadi deh, ntar bidadari Alya marah," sambungnya.

Tapi Afifa dan Alya tidak memperdulikannya. Mereka kembali melangkahkan kakinya.

Dhafin duduk di tepi lapangan, keringatnya bercucuran, menambah tingkat ketampanannya. Matanya berlaih melihat Afifa yang tidak begitu jauh jaraknya. Dhafin bangkit, dia melangkahkan kakinya menghampiri Afifa.

"Lo kena bully lagi?" tanya Dhafin datar.

Afifa dan Alya terkejut, sejak kapan manusia datar itu ada di sini.

Afifa menggelengkan kepalanya.

"Bohong dosa! Gue udah tau lo dibully."

"Kalo udah tau ngapain nanya," batin Afifa.
"Kakak main bola aja sana, ngapain di sini?" ketus Afifa. Tapi tidak ada pergerakan dari Dhafin.
"Mau Kakak apa, sih?" kesal Afifa.
"Aku gak mau liat Kakak lagi!" tegas Afifa.

"Kenapa gak mau?" tanya Dhafin santai.

Afifa rasanya sudah geram. Bagaimana jika situasi ini dilihat oleh siswa-siswi lainnya, tamatlah riwayatnya.

"Kakak gak liat ya, aku lagi ngerjain tugas, kenapa Kakak ganggu, sih!?"

Raka dan Fabio merasa Dhafin tidak ada. Mereka menyusuri setiap sudut lapangan dengan matanya, sampai akhirnya menemukan sosok Dhafin. Raka dan Fabio berlari menghampiri Dhafin, Afifa, dan Alya.

CHANGE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang