Maaf, aku mencintai malaikatmu.
~
April berlari sekuat tenaga. Napasnya terengah-engah. Tapi ia tak mungkin menghentikan larinya. Kalau berhenti, pasti ia akan ditangkap oleh ketiga anak cowok dari belakang yang berlari mengejarnya. Jika ditangkap? Maka mau tidak mau ia harus merelakan semua, baik uang yang ia dapatkan sejak pagi tadi mengamen, gitar, hingga, mungkin keperawanannya juga akan direnggut. April tak menginginkan itu terjadi, ia terus berlari. Sambil memegangi gitar yang terkalungkan di leher, sesekali April melihat kebelakang. Berharap ketiga cowok yang mengejar itu berhenti. Sial!
Napas April megap-megap. Debaran jantungnya terdengar seperti genderang mau perang. Rambut hitamnya, sedikit kumal melambai-lambai seperti daun pisang tertiup angin topan. Langkah kaki terdengar seperti suara sepatu para Tentara sedang berlatih lari maraton.
Semua ini bermula saat April selesai mengamen dan turun dari Bis tujuan PGC - Tanjung Priok. April turun di bawah jembatan layang ITC Cempaka Mas. April menghitung uang sambil berjalan, tiba-tiba saja ia distop tiga anak cowok bertampang layaknya seorang Bandit. Ketiga Bandit itu merebut kantong plastik bekas permen Relaxa milik April berisi uang hasil ngamen. Namun April mengeratkan genggeman. Ia berusaha menyelamatkan diri dengan berlari ke arah Pasar Senen. Di bawah jembatan layang itu memang ada pos Polisi, tapi sayang, tak terlihat ada Polisi berjaga.
Sesampai April di bawah Halte Transjakarta ITC Cempaka Mas, kebetulan ada Metromini 03 mengetem dan akan segera jalan. April menambah kecepatan larinya. Mengejar Metromini yang sudah berjalan pelan perlahan. Asap hitam mengepul dari knalpot, supir menekan pedal gas dan kopling bersamaan, memberikan kode kepada kondektur agar segera naik dan jalan. Baunya benar-benar menyesakkan dada.
"Ayo Senen, Senen." kata kenek Metromini berkaos putih polos yang sudah berubah warna menjadi kehitaman, karena tidak pernah dicuci. deg deg deg. Ia memukul-mukul badan bis sebagai tombol tunggu sebentar! ditujukan untuk supirnnya. "Ayo, ayo bu!"
April terus melangkah lebar melebihi lebarnya daun kelor. Dan, Yak. Akhirnya! April melompat ke pijakan kaki pintu belakang Metromini, dengan sigap salah satu tangannya meraih pegangan pintu belakang.
Desahan napas April terdengar melelahkan. Matanya terpejam, tangan kanan mengelus-elus dada. Ia berusaha mengatur pernapasannya.
Beruntung ada penumpang cowok duduk di sudut dekat pintu belakang metromini menggeser pantatnya sedikit ke kanan, sehingga ada celah buat April duduk dan mengistirahatkan kaki sejenak. April mulai tenang. Ia melepaskan gitar di leher. "Maaf." kata April. Ujung gitarnya hampir mengenai wajah cowok itu.
Cowok itu sedikit mengelak dan memberikan senyuman. Duh, senyum cowok itu begitu manis. Apalagi ditambah hiasan kumis tipisnya. Namun kali ini April tidak perduli hal itu. Yang ia pikirkan semoga sudah bebas dari pengejaran tiga Bandit tadi. Kemudian gitar, April berdirikan di atas lantai Metromini dan diapit kedua pahanya. Ia menolehkan kepalanya keluar pintu. Ketiga cowok Bandit tadi sudah mulai menyerah dan berhenti mengejar. Syukurlah!
Ketenangan April tak bertahan lama.
Dig, dig dig. Kenek metromini memukul-mukul kaca pintu depan Metromini. Ia meneriakkan tujuan terakhir.
Metromini berhenti. Ada penumpang melambaikan tangan, menyetop hendak naik. Ketenangan April pecah, berganti kegelisahan dan ketakutan lagi. Ia melongok keluar pintu, benar, ketiga cowok Bandit tadi kembali berlari mengejar Metromini yang April tumpangi.
Ayo dong jalan. Ayo! April berharap ke supir metromini. Semoga supir Metromini segera menginjak pedal gas. Tapi sepertinya keberuntungan enggan berpihak pada April. Sebuah mobil Avanza menyalip di depan, sehingga Supir Metromini yang sudah mulai menginjak pedal gas harus kembali melepaskannya dan menginjak pedal Rem.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kamu & Kenangan
General FictionIni kisah terjadi di bumi Indonesia. Tentang impian dalam kesempitan kehidupan. Tentang harapan yang tak pernah kesampaian. Tentang kenangan yang muncul dalam upaya melupakan. Dan tentang cinta yang harus saling merelakan. Sebuah kisah cinta seoran...