Jangan katakan 'Apa yang sudah cinta berikan padamu.' tapi katakanlah 'Apa yang sudah kau berikan untuk orang yang kau cinta'.
~
"Kalung siapa tuh Fi, cantik banget?" tanya Iqbal takjub.
"Ini kalung buat Balqis Fitri. Pujaan hati ini." Rifi menjawab sambil memejamkan mata dan meletakkan salah satu tangan di dada. "Hari ini adalah hari anniversary kami."
"Hah? Perasaan belum ada sebulan deh. Kok sudah anniversary aja?" Iqbal kaget.
"Biasa aja mukamu." tangan Rifi menampar pelan wajah Iqbal. "Nampak kali jomblo sejati. Anniversary kami tujuh hari sekali."
"Lebay." komentar Iqbal.
"Lebay? Kata apa itu? Bukankah tidak ada kata lebay dalam cinta? Cinta adalah sebuah misteri suci. Bagi mereka yang mencinta, ini mengingatkan selamanya tanpa kata-kata; namun bagi mereka yang tidak mencinta, ini tidak lain hanyalah lelucon tanpa hati." Layaknya membaca puisi. Rifi menggerak-gerakkan kedua tangannya.
"Jangan gila. Sekarang udah selesai belum tugas matematikamu? Jangan sampai bermasalah lagi dengan bu Juliana." Iqbal mengingatkan.
"Ini, ini." Rifi menunjuk-nunjuk Iqbal sedang duduk di bangkunya. "Orang yang tidak mengerti energi cinta itu begini." ekspresi wajah Rifi seperti meremehkan. "Makanya, jatuh cinta itu sama cewek, bukan sama bencong. Biar tahu kamu perubahan akan semangat belajar yang berkobar-kobar. Asal kamu tahu, jangankan Matematika, Kimia, Fisika, Biologi, Bahasa Inggris, semuanya. . ."
"Selesai?" tanya Iqbal heran, walaupun OSIS, dan berprestasi, Rifi terkadang juga masih lupa mengerjakan PRnya.
"Belum." Rifi menggeleng.
Iqbal menjitak kepala Rifi, geram. "Eh, tadi apa? Bencong kamu bilang?"
"Jadi apa? Banci? Sama saja." Rifi gantian menokok kepala Iqbal. Mereka berseteru sejenak.
Tak lama setelah perseteruan Rifi dan Iqbal terjadi, Rifi meminta beberapa temannya untuk merapat. Ada rencana Rifi yang membutuhkan bantuan mereka. Terutama para pemain Futsal. Ada Zulfahmi Ma'fur, Khairil Hilmi, Fauzul Annaslan, dan Muhammad
Balyan. Rifi memimpin diskusi untuk mengeksekusi rencananya. Satu persatu Rifi menatap mata mereka. Tatapan Rifi memang selalu mampu menggerakkan siapa saja yang diajak bicara. Rifi punya kemampuan itu. Teman-teman Rifi pun bersedia membantu. Apalagi ditambah traktir makan. Apa rencananya?***
"Selamat Pagi." bu Juliana masuk kelas. Lebih cepat dari waktu yang seharusnya. Padahal bel baru akan berbunyi sepuluh menit lagi.
"Pagi bu." balas seluruh isi kelas. Siswa-siswa yang tadi berkerumunan di meja Rifi segera membubarkan diri dan pulang ke meja masing-masing. Berlari terbirit-birit seperti baru melihat hantu.
"Tugasnya dikumpulkan." kata bu Juliana, duduk di bangku guru depan kelas. Ia letakkan tas di atas meja.
Rifi mengacung. "Bu, belum bel masuk. Sepuluh menit lagi." Rifi mengingatkan.
"Kamu ngusir saya? Iya?"
"Enggak bu. Saya hanya meng . . ."
"Keluar kamu!" Belum selesai Rifi menjelaskan. Pengusiran dilayangkan bu Juliana, berdiri dan mengarahkan telunjuk ke pintu.
Rifi mendelik mendengar kata-kata bu Juliana. "Loh bu, kok malah saya disuruh keluar? Saya kan. . ." Rifi tak percaya. Seluruh teman kelas memandangnya dan melemparkan tawa terbahak-bahak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kamu & Kenangan
General FictionIni kisah terjadi di bumi Indonesia. Tentang impian dalam kesempitan kehidupan. Tentang harapan yang tak pernah kesampaian. Tentang kenangan yang muncul dalam upaya melupakan. Dan tentang cinta yang harus saling merelakan. Sebuah kisah cinta seoran...