Hakekat cinta adalah rintihan panjang yangdikeluhkan oleh lautan perasaan kasih sayang. (Kahlil Gibran)
~
Bel masuk kelas dan mulai jam pelajaran pertama sudah bunyi. Tumben Rifi baru tiba masuk kelas dengan ekspresi tak biasanya. Tas ransel juga masih tergendong di bahunya. Wajahnya tanpa keceriaan mendampingi.
"Gak ada setrika di rumahmu? Kusut banget tuh muka." komentar Nawar menyambut Rifi baru masuk kelas lewat depan mejanya. Nadanya sedikit agak ngondek.
Rifi mengangkat kedua alis, menyapa tanpa kata, melanjutkan langkah menuju mejanya.
"Kok kayaknya di luar cerah, kenapa mendung kali tuh wajah."giliran Iqbal berkomentar.
"Aku nunggu Balqis dari tadi pagi sampai bel masuk, enggak muncul juga." ekspresi Rifi datar menjatuhkan pantat ke bangku.
"Sudah duluan, mungkin."
"Enggak gitu. Kami udah buat perjanjian, siapa sampai duluan, harus menunggu di pagar." Rifi semakin kesal.
"Memang enggak boleh kalau dia masuk kelas duluan? Kan bisa saja ada tugas yang belum diselesaikan dan harus mencontek teman di kelas. Sedangkan kalau menunggumu, kemungkinan lama dan tidak ada kesempatan lagi bagi dia buat nyontek. Bisa saja kan?"
"Kali ini kamu lebih pintar. Tapi seharusnya dia kasih kabar. Kirim sms, gitu. Nih, disms gak balas, ditelepon gak angkat."
Diskusi mereka berdua terpaksa terhenti, sebab pak Samsul Bahri guru Fisika sudah masuk kelas.
Wajah Rifi tidak bersemangat mengikuti pelajaran kali ini. Ia masih tidak mengerti mengapa Balqis tiba-tiba saja menghilang tanpa kabar sejak tadi malam. Bahkan sore hari setelah anniversary itu, Balqis kirim sms bahwa dia akan pulang duluan dijemput Papa.
Jam istirahat, Rifi segera ke kantin lebih cepat. Menunggu Balqis seperti biasa. Namun, selama ia menunggu tidak ada lihat Balqis datang ke kantin. Ia hanya melihat Mutia. Dan Mutia hanya menyapa singkat. Rifi mencoba bertanya ke Mutia, dia bilang Balqis di dalam kelas, tidak ke kantin. Balqis hanya titip ke Mutia untuk beli makanan dan jajanan.
Pulang sekolah Rifi mencoba keluar kelas cepat-cepat dan menunggu di depan pagar. Balqis lewat bersama Mutia, namun ia tidak melihat ke arah Rifi. Cuek. Dipanggil Rifi pun Balqis tidak menoleh. Ia sibuk ngobrol dengan Mutia. Jelas, hal ini menyebabkan banyak pasang mata memandang mereka berdua dengan pandangan aneh dan heran.
Hubungan Rifi dan Balqis diketahui oleh seluruh warga sekolah SMA 1 Medan, tanpa terkecuali. Sehingga saat ada permasalahan seperti ini, banyak orang memandang dengan pandangan tidak menyangka. Apalagi, kemarin dikantin baru saja ada kehebohan atas anniversary mereka ke tujuh hari.
Tujuh hari dianniversarykan, lebay. Ada juga yang berkomentar seperti itu. Namun Rifi tidak memperdulikan. Bagi Rifi, biarkan orang berkata apa, toh yang jalani hubungan, dia, orang lain hanya bisa komentar. Memangnya ada aturan merayakan kebahagiaan hari jadi harus sebulan atau setahun sekali?
Balqis langsung masuk ke dalam mobil. Papa sudah lebih dulu menunggu di pinggir jalan dekat pagar sekolah. Sepertinya Balqis meminta supaya dijemput lebih cepat. Walaupun demikian, saat Balqis sudah di dalam mobil, pandangan Balqis tidak lepas ke arah Rifi, meski terlihat samar-samar karena kaca mobil yang berwarna gelap. Ekspresi Balqis saat memandang, seperti ada yang tersimpan dan mengganjal. Namun Rifi tidak tahu apa itu.
Sepanjang hari Rifi gelisah. Bahkan saat rapat OSIS ia lebih terlihat sering emosi tidak jelas. Mengomentari hasil kerja anggotanya dengan marah-marah. Tidak biasa Rifi seperti ini. Biasa, Rifi orang yang paling bisa membuat anggota OSIS semangat. Paling mampu menghibur dan paling bisa merangkul.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kamu & Kenangan
General FictionIni kisah terjadi di bumi Indonesia. Tentang impian dalam kesempitan kehidupan. Tentang harapan yang tak pernah kesampaian. Tentang kenangan yang muncul dalam upaya melupakan. Dan tentang cinta yang harus saling merelakan. Sebuah kisah cinta seoran...